Kemendikbud: Layanan Aduan Intoleransi di Sekolah

Rabu 27-01-2021,02:00 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian dan Pendidikan (Kemendikbud) dalam waktu dekat akan mengeluarkan Surat Edaran dan membuka hotline khusus pengaduan terkait intoleransi untuk di lingkungan sekolah.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim mengatakan, bahwa tujuan dibuatnya hotline ini, menyusul kejadian intoleransi di SMK Negeri 2 Padang, Sumatra Barat tidak terulang.

“Sebagai upaya atas kejadian ini dalam waktu dekat kami akan mengeluarkan surat edaran dan membuka hotline khusus pengaduan untuk menghindari terulangnya pelanggaran serupa,” kata Nadiem dalam video yang diunggah di akun media sosialnya @nadiemmakarim., seperti dikutip Senin (25/1/2021).

Nadiem pun mengecam oknum sekolah yang mewajibkan siswi non-muslim mengenakan jilbab. Ia pun menegaskan tidak ada toleransi untuk pelaku intoleransi di sekolah.

“Pemaksaan itu tidak hanya melanggaran peraturan perundang-undangan tetapi juga tindakan intoleransi. Untuk itu pemerintah tidak akan menoleransi guru dan kepala sekolah yang melakukan pelanggaran dalam bentuk intoleransi tersebut,” tegasnya.

Nadiem kembali mengaskan, bahwa sekolah tidak boleh sama sekali membuat peraturan atau imbauan kepada peserta didik untuk menggunakan pakaian agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah. Apalagi, jika itu tidak sesuai dengan agama kepercayaan peserta didik.

“Itu bentuk intoleransi atas keberagamaan sehingga bukan saja melanggar peraturan undang-undang melainkan juga nilai-nilai Pancasila dan Kebinekaan,” imbuhnya.

2

Nadiem juga meminta, pemerintah kota Padang untuk memberi sanksi tegas kepada oknum pelanggar intoleransi tersebut. “Saya meminta kepada pemerintah daerah sesuai mekanisme yang berlaku segera memberikan sanksi yang tegas atas pelanggaran disiplin bagi seluruh pihak terbukti terlibat termasuk kemungkinan menerapkan pembebasan jabatan,” tuturnya.

Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Unifah Rosyidi juga angkat bicara terkait kasus ini. Menurutnya, kejadina seperti demikian harus menjadi pelajaran bagi kepala sekolah dan guru agar hal serupa tidak terulang lagi di kemudian hari.

“Pendidik tidak boleh memaksakan kehendak terhadap peserta didik dan orang lain. Guru harus menunjukkan sikap unitaristik dan menjadi teladan dalam penumbuhan sikap asih, asah, dan asuh,” kata Unifah.

PGRI juga mengimbau guru-guru di seluruh Indonesia agar mengembangkan praktik-praktik pendidikan yang sesuai nilai-nilai pancasila dan kearifan lokal. Seperti toleransi, gotong-royong, persatuan, dan kesatuan.

“Dengan demikian kebinekaan, suku, budaya, bahasa, dan agama, menjadi modal sosial untuk kemajuan dan persatuan komponen bangsa, bukan sumber konflik pertikaian dan perpecahan,” tuturnya.

“Guru harus menjadi faktor terwujudnya kohesi sosial yang teduh, aman, dan damai,” imnbuhnya.

Sedangkan di masa mendatang, PGRI berharap agar kepala daerah dapat mempertimbangkan dan menghormati keberagaman latar belakang agama dan budaya peserta didik. Terutama, dalam membuat peraturan daerah terkait dengan seragam atau aturan lainnya.

Untuk diketahui, bahwa di Kota Padang kewajiban siswi muslimah memakai jilbab tertuang dalam Instruksi Walikota Padang No. 451.442/BINSOS-iii/2005, yaitu saat Fauzi Bahar menjadi Walikota selama dua periode 2004-2014.

Tags :
Kategori :

Terkait