Berhala Emas

Selasa 02-03-2021,09:28 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

ADA patung emas di lobi gedung itu. Tangan kanan patung itu mengacungkan tongkat sihir. Itulah patung terbaru Donald Trump. Yang dipasang di lobi sebuah gedung di kota Orlando, Florida. Di situ sedang berlangsung pertemuan besar para pemikir ideologi konservatif. Acaranya berlangsung 4 hari —berakhir Senin pagi WIB kemarin.

“Itu bukan berhala seperti yang dimaksud dalam Injil,” ujar Tommy Zegan, pematungnya. Zegan perlu klarifikasi karena medsos mulai heboh. Mereka mengasosiasikan —sebagian dalam bentuk bully— bahwa tokoh-tokoh konservatif yang hadir di situ harus menyembah patung itu dulu sebelum masuk ke ruang sidang. “Saya tahu apa yang dimaksud berhala emas dalam Injil,” kata Zegan. “Bukan seperti ini,” tambahnya.

Zegan memang seniman. Tapi ia juga pendeta Kristen —setidaknya pernah menjadi pendeta. Ia seniman Los Angeles yang tinggal di kota Rosarito, Meksiko. Kota ini hanya sepelemparan batu dari perbatasan Amerika —di selatan San Diego.

Dalam Injil memang dikisahkan —serupa dengan di Alquran —bahwa sepeninggal Musa, orang Israel kembali menyembah berhala emas. Berhala itu kemudian dihancurkan. Para penyembah berhala diperangi. “Waktu Pemilu saya memang memilih Trump. Tapi itu karena saya tidak mau memilih Hillary Clinton,” ujar Zegan pada Politico mengenai Pemilu 2016.

Setelah Trump menjadi presiden ke-45 Amerika, Zegan mulai mengagumi Trump. Termasuk tergerak membuat patung itu. Yang menurut rencana akan dipersembahkan sendiri kepada Trump —di ulang tahunnya tahun lalu. Rencana itu gagal. Lalu Zegan melihat ada perhelatan besar kaum konservatif di Orlando.

Yakni kota di dekat peluncuran satelit dan pusat wahana Disneyworld itu. Patung emas Trump pun dipasang di gedung itu.

Konservatif adalah ideologi Partai Republik. Intinya: pemerintahan itu sederhana dan kecil saja —rakyatlah yang harus lebih kuat. Bentuk kekuatan rakyat itu adalah pada kebebasan individu. Pemerintahan yang besar hanya akan mengganggu hak-hak individu warga negara.

Dengan demikian “rakyat” dalam pengertian Partai Republik berbeda dengan “rakyat” dalam pengertian Partai Demokrat. Yang satu lebih menitikberatkan pada hak-hak perorangan. Yang satunya lagi pada rakyat sebagai komunitas bersama. Itulah sebabnya Partai Republik punya kebijakan bahwa pajak itu harus serendah-rendahnya. Sekecil-kecilnya.

Maka, Presiden Trump, begitu dilantik jadi presiden, langsung menurunkan pajak. Tinggal 20 persen —dari 35 persen. Bahkan Trump pribadi sebenarnya ingin pajak itu cukup 17 persen saja. Itulah sebabnya Partai Republik lebih terlihat pro orang kaya —karena menjadi miskin itu salah para individu orang miskin itu sendiri. Partai Republik lantas juga terlihat lebih pro-kulit putih. Itu karena merekalah yang mendirikan Amerika —dengan misi menjamin hak-hak individu. Mereka itu juga pro kepemilikan senjata. Itu karena individu harus kuat —termasuk kalau perlu bisa melawan petugas pemerintah yang akan mengganggu hak-hak individu.

Mereka melihat semua itu ada pada diri Trump. Dalam wujud yang sangat ideal.

Setelah Trump kalah dari Joe Biden di Pemilu lalu, paguyuban konservatif segera mengadakan Kongres. Di Orlando itu. Untuk membicarakan masa depan ideologi konservatif. Tepatnya: bagaimana bisa menang Pemilu 2024. Tiga dari empat hari Kongres itu dipenuhi dengan parade pidato. Tokoh-tokoh konservatif tampil. Yang kemarin-kemarin terlihat anti-Trump dicoret dari daftar penceramah.

Tapi dari seluruh penceramah itu hanya satu yang paling ditunggu: pidato Donald Trump. Karena itu Trump ditampilkan di hari terakhir Kongres. Itulah pemunculan pertama Trump setelah lengser dari Gedung Putih. Dari berbagai media yang saya monitor isinya jelas: Trump masih menganggap dirinya sebagai masa depan konservatif. Artinya ia akan dengan mudah terpilih sebagai calon presiden dari Partai Republik.

Gaya pidato Trump sendiri masih sama: bombastis. “Biden sudah terbukti sebagai presiden terburuk dalam sejarah Amerika,” ujarnya. Ia kecam habis kebijakan Biden. Di segala bidang. Mulai tentang imigrasi, tentang tembok perbatasan dan apa saja. Termasuk Biden itu ia nilai terlambat dalam membuka kembali sekolah.

Kalau Trump benar-benar maju lagi habislah harapan banyak tokoh konservatif yang berambisi jadi Capres. Dari level gubernur saja terlihat ada 4 yang berambisi nyapres. Yang mantan gubernur juga 4 orang. Yang dari kalangan legislatif setidaknya 5 orang. Belum terlihat ada yang dari level wali kota.

Masalahnya: apakah Trump akan bisa menang di Pilpres 2024. Terutama dikaitkan dengan kejadian pendudukan Gedung Kongres tanggal 6 Januari lalu. Atau dengan kasus-kasus hukum yang akan dihadapi Trump dalam waktu dekat. Karena itu golongan konservatif masih terbelah. Memang terlalu banyak yang memuja Trump, tapi tidak sedikit yang menginginkan agar Republik segera move on.

Tags :
Kategori :

Terkait