Pgs Baru Perpanjang Kemelut

Senin 25-10-2010,07:11 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

CIREBON – Sikap Kementerian Agama (Kemenag) dan Menteri Agama dalam proses pemilihan rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon mengundang kekecewaan guru besar IAIN. Pasalnya Kemenag tidak mempertimbangkan rekomendasi dari guru besar dalam penetapan calon rektor. Salah seorang guru besar IAIN Syekh Nurjati, Prof Dr H Abdullah Ali MA menyatakan, keterlibatan guru besar dalam proses pemilihan rektor merupakan keinginan dari Kemenag. “Dalam proses pemilihan rektor, Kemenag telah membuat panitia seleksi dan diumumkan secara terbuka di sejumlah media. Sehingga siapapun yang merasa mampu menjadi rektor,  diperbolehkan ikut mendaftar. Selanjutnya dari proses pendaftaran terpilih 8 orang yang dianggap layak menjadi rektor. Dari 8 orang itu, 2 orang dinyatakan gugur sehingga tinggal 6 orang yang layak menjadi rektor IAIN,” katanya kepada Radar, Minggu (23/10). Setelah tersisa 6 orang tersebut, Kemenag mengundang guru besar IAIN yang tidak menjadi calon rektor ke Jakarta untuk memberikan deskripsi siapa diantara 6 calon yang layak menjadi rektor. Dipilihnya ke-17 guru besar yang tidak menjadi calon rektor tersebut pertimbangannya agar terjaga netralitasnya. “Dari hasil deskripsi yang disampaikan oleh 7 orang guru besar mengarah kepada Prof Dr H Adang Jumhur Solikin MA untuk menjadi calon rektor. Alasannya selama ini sosok Prof Adang selain dari segi akademis juga tidak terlibat berbagai kasus di lingkungan IAIN,” ujar dia. Namun pada prosesnya, lanjut Prof Ali, Kemenag memilih calon lain yang bukan hasil deskripsi dari 7 orang guru besar. Bahkan dia bersama guru besar lain mengaku kaget dan mempertanyakan kenapa Kemenag tidak menggunakan hasil deskripsi yang telah diberikan oleh guru besar. “Seharusnya Kemenag mempertimbangkan hasil deskripsi dari guru besar karena kami memberikan deskripsi atas permintaan dan undangan dari Kemenag. Dengan keputusan yang diambil oleh Kemenag sempat membuat kami kaget dan berpendapat jangan-jangan hasil diskripsi tidak dibaca oleh Menteri Agama. Keputusan itu membuat kekecewaan dari beberapa pihak sehingga menggelar demo,” jelas Prof Ali. Dalam kesempatan itu, dia mengungkapkan meski Menteri Agama memiliki hak prerogatif dalam pemilihan rektor, tetapi dirinya mempertanyakan kenapa Kemenag tidak menggunakan mekanisme yang telah ditempuh. Sehingga Prof Ali meminta kepada Kemenag untuk segera mengklarifikasi keputusan yang telah diambil. “Selain itu, kami juga akan mencari jalan keluar dari persoalan yang ada saat ini. Sebab, bagaimanapun guru besar merupakan representasi dari senat yang baru dibentuk dan ikut bertanggungjawab,” tandasnya. Saat ditanya tentang status rektor baru yang masih Pgs seperti rektor sebelumnya, pria berkacamata ini menyatakan dengan rektor kembali berstatus Pgs maka bisa memperpanjang kemelut yang terjadi di IAIN. Sebenarnya dengan Pgs yang saat ini dijabat oleh Prof Dr H Matsna, persoalan di IAIN sudah mulai teratasi dan kondisi di internal IAIN sudah mulai kondusif. “Saya meminta agar semua pihak seperti mahasiswa, guru besar, calon terpilih, dan calon yang tidak terpilih untuk bisa bersabar. Selanjutnya dicarikan solusi yang terbaik untuk kelanjutan IAIN Syekh Nurjati,” tegas dia. Terpisah, salah seorang alumni STAIN Cirebon, Avif Rifai mengungkapkan, sangat ironi pemilihan rektor yang dilakukan oleh Kemenag dilakukan di luar kelaziman dengan mengorbankan norma akademis. Dia mempertanyakan sikap Kemenag yang tidak mengumumkan hasil seleksi calon rektor. Padahal pada saat pendaftaran calon rektor, dilakukan secara terbuka dan diumumkan di media massa. “Seharusnya hasil tes potensi akademik dan wawancara dari para calon rektor diumumkan agar diketahui publik,” tandas Avif. Avif berharap pemilihan rektor IAIN bisa dilaksanakan dalam kerangka politik akademik dan tidak menghalalkan segala cara. Namun dia sebenarnya melihat ada muatan politik dengan diangkatkan Pgs rektor yang baru. (mam)

Tags :
Kategori :

Terkait