Pulang Malam Polisi Lepas Atribut, Antisipasi Penembakan Acak

Sabtu 17-08-2013,12:41 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JAKARTA - Kasus penembakan terhadap petugas polisi membuat pimpinan Polri ketar-ketir. Kapolri Jenderal Timur Pradopo memberikan beberapa instruksi pencegahan. Salah satunya, jangan menampakkan diri sebagai anggota polisi ketika sendirian. \"Jika berdinas pagi subuh atau pulang malam hari, atribut dilepas dulu. Terutama yang melekat seperti jaket, plat nomor atau helm,\" ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar di Jakarta kemarin. Selain itu, jika patroli malam, polisi juga disarankan membawa rekan. \"Jika melintas di wilayah sepi dan terpaksa sendirian, koordinasikan melalui perangkat komunikasi,\" katanya. Mantan Kapoltabes Padang itu menjelaskan, instruksi Kapolri bersifat umum. Artinya, berlaku untuk anggota Polri di seluruh Indonesia. \"Namun, memang yang jadi atensi utama wilayah Jabodetabek,\" kata Boy. Hasil analisa sementara dari dua kasus penembakan, penyerang memilih target secara acak. Yakni, dari atribut polisi yang dikenakan. \"Ini yang harus jadi perhatian anggota, waspada dengan serangan mendadak,\" kata mantan kanit Densus 88 itu. Seperti diketahui, dua anggota polisi Polda Metro Jaya  menjadi korban penembakan yang dilakukan pelaku misterius . Anggota Satuan Lalu Lintas Polres Jakarta Pusat, Aipda Patah Saktiyono (52), mengalami luka di dada setelah ditembak, di Jalan Cirendeu Raya, Ciputat, Tangerang Selatan, sekitar pukul 04.30, 27 Juli lalu. Lalu pada Rabu 7 Agustus, anggota Binmas Polsek Metro Cilandak, Aiptu Dwiyatno, meregang nyawa usai ditembak kepala bagian belakang, di Jalan Otista, Ciputat, Tangerang Selatan. Hingga kini, pelaku kedua penembakan itu belum terungkap. Sementara itu, di tengah maraknya penyerangan terhadap polisi LSM Kontras melansir data yang berkebalikan. Kontras menyebut jika selama ini peristiwa penembakan justru paling banyak dilakukan oleh polisi di berbagai kesempatan. Sejak 2011 hingga saat ini, Kontras mencatat telah terjadi 278 peristiwa penembakan yang dilakukan polisi. Aksi tersebut menewaskan 132 orang dan melukai 428 lainnya. Di urutan dua, ada orang tak dikenal sebanyak 63 kasus dengan korban 54 orang meninggal dan 71 terluka. Urutan ketiga ditempati TNI dengan 20 kasus yang menewaskan lima orang dan melukai 35 lainnya. Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan, meski penembakan paling banyak dilakukan polisi, namun aksi tersebut dilakukan dengan berbagai alasan. Ada tiga motif umum polisi memuntahkan peluru dari senjatanya. \"Salah satunya, penangkapan tersangka pelaku tindakan kriminal,\" ujarnya kemarin. Alasan kedua adalah penanganan demonstrasi yang berujung bentrok, dan alasan ketiga bentrokan akibat sengketa lahan maupun konflik komunal. Menurut Haris, sebenarnya ada dua motif lain yang tidak begitu banyak dijumpai. Yakni dendam pribadi dan kelalaian. Untuk TNI, motif yang umum ada dua, yakni dendam pribadi dan upaya penangan separatis Papua. Yang menjadi persoalan, polisi maupun TNI dinilai kurang transparan kepada publik dalam menjelaskan setiap peristiwa penembakan. Kurangnya keterbukaan membuat publik sering berasumsi sendiri soal penembakan tersebut. Menanggapi pernyataan Kontras, Kabagpenum Divhumas Polri Kombespol Agus Rianto mempertanyakan data yang dihimpun LSM tersebut. Agus menyayangkan Kontras terlalu cepat menyimpulkan penggunaan senpi polisi sebagai peristiwa penembakan. \"Mungkin perlu dipilah dulu datanya, sehingga tidak menggeneralisasi,\" ujar Agus di kantornya kemarin. Dalam menangani pelaku kejahatan maupun teroris misalnya, ada kalanya polisi terpaksa menggunakan senpi untuk melumpuhkan karena kabur. Atau bahkan me-810 (menembak mati) tersangka yang melawan dan membahayakan nyawa polisi saat ditangkap. Mantan Kabidhumas Polda Papua itu mengungkapkan, polisi memiliki aturan yang ketat soal penggunaan senpi. Setiap peluru yang keluar dari moncong senpi pasti dimintai pertanggungjawaban. Jika ada satu peluru yang dinilai keluar tidak pada tempatnya, sudah pasti anggota yang membawa senpi tersebut berurusan dengan Propam. Setiap anggota polisi yang layak dipersenjatai diberi senpi plus 12 butir peluru dengan status pinjam pakai selama setahun. Setelah setahun, akan dievaluasi apakah jumlah pelurunya masih utuh atau berkurang. Jika berkurang, anggota harus menjelaskan secara rinci untuk apa peluru digunakan. \"Untuk memperpanjang masa pinjam pakai senjata, maka anggota tersebut harus menjalani tes lagi, mulai psikologi hingga tes menembak,\" lanjutnya. Jika tidak lulus tentu tidak akan dipinjami lagi. (rdl/byu)

Tags :
Kategori :

Terkait