Kaum Hawa Pegiat Adu Jotos, Keras, Tapi Nikmat

Minggu 25-08-2013,09:30 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

CIREBON-Olahraga tinju identik dengan olahraga keras, yang selalu identik dengan laki-laki. Hanya sedikit wanita yang mau menggeluti ajang adu jotos di atas ring tersebut. Dari sedikit yang berkecimpung dalam olahraga tersebut, mereka justru menikmatinya. Salah satu pegiat olahraga adu jotos ini, Hana Pertiwi (21) mengaku, bertarung di atas ring tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Lima tahun Hana bergelut di dunia tinju amatir. Keinginannnya menjadi seorang petinju wanita terinspirasi sejak dirinya masih duduk di bangku sekolah dasar. \"Waktu SD sering nonton pertarungan tinju di televisi. Seru ngeliatnya. Nah, dari situ saya ingin jadi petinju,\" ujarnya, kepada Radar. Hana mengakui tinju merupakan olahraga keras. Namun, gadis kelahiran Cirebon, 10, Desember 1992 itu menekuni olahraga tinju bukan karena senang berantem atau tawuran, namun Hana suka sesuatu yang menantang. \"Selain menyehatkan, seru juga. Ada seni di antara teknik, strategi, dan kekuatan fisik saat petinju bertanding di atas ring. Saya senang seperti itu,\" tambahnya. Ketekunan dan semangat Hana mulai membuahkan hasil. Beberapa prestasi pernah dia raih. Diantaranya Juara 1 Kejuaraan Nasional kelas 44 kilogram di Cilandak 2008 dan Juara 1 kelas 48 kilogram Pekan Olahraga Daerah (Porda) 2010. \"Inginnya sih Porda 2014 bisa dapat emas lagi. Semoga terwujud, karena cita-cita saya bukan saja jadi petinju wanita di Kota Cirebon, tapi bisa jadi petinju wanita nasional bahkan dunia,\" harapnya. Tidak hanya Hana, Devia Partigana Fauziah (16) dan Sulfana Darise (19) adalah atlet tinju wanita Kota Cirebon lainnya. Ketiganya setiap sore berlatih di rumah Anden Mukaly, salah satu pelatih tinju di Kota Cirebon. Devia yang masih sekolah di SMK Budiarti Cirebon ini memilih jadi atlet tinju karena mengikuti karir sang ayah. \"Ayah saya pelatih. Sering ikut ayah ke pertarungan tinju, liat langsung, jadi tertarik,\" kata gadis asal Garut itu. Meski berat melakoni kegiatan sekolah dan latihan keras setiap hari, Devia mengaku enjoy. Semua dilakukannya tanpa beban. \"Sebenarnya nggak ada yang sulit ya, asal kita menikmatinya. Dibawa enjoy aja,\" tutur gadis yang menekuni olahraga tinju sejak SMP ini. Lain lagi dengan Sulfana Darise, gadis asal Moutong, Sulawesi Tengah ini rela datang ke Cirebon untuk ikut berlatih menjadi seorang petinju. Dengan logat asalnya, Sulfana mengatakan, dia ingin menjadi petinju wanita karena profesi ini masih jarang. \"Petinju wanita di Indonesia masih jarang. Peluang untuk menang di setiap petarungan tentu lebih besar,\" kata petinju yang pernah menjuarai kejuaraan kelas 60 kilogram senior di NTB itu. Latihan keras dan resiko pertarungan tidak membuat Sulfana ragu dalam menekuni tinju. \"Lebih baik mandi keringat saat latihan, daripada mandi darah saat pertarungan,\" ungkapnya. Kemampuan teknik, fisik, dan ketajaman pukulan terus diasah lewat latihan rutin setiap hari. Dari situ, tidak menutup kemungkinan para petinju wanita di Kota Cirebon bisa terus meningkatkan prestasinya. Namun tentunya perlu motivasi dan kedisiplinan tinggi untuk mengangkat potensi mereka lebih mengkilap. \"Harapannya sih nggak muluk-muluk ya, cuma mau punya sasana aja,\" harap Devia. (mike dwi setiawati) FOTO: OKRI RIYANA/RADAR CIREBON MASIH JARANG. Tiga petinju perempuan anak asuh Anden Mukaly, berfoto usai wawancara dengan wartawan koran ini.

Tags :
Kategori :

Terkait