ISU tentang utang PT PLN (Persero) yang mencapai lebih dari Rp500 triliun, menjadi bahasan hangat dan banyak diperbincangkan publik beberapa hari terakhir. Bagaimana tidak, fakta menemukan bahwa perusahaan setrum negara yang selalu mendapatkan Penyertaan Modal Negara (PMN) itu terus merugi akibat kebijakan kelistrikan yang menurut beberapa pihak dianggap salah. Padahal PLN sendiri merupakan BUMN yang peranannya sangat penting karena menguasai hajat hidup orang banyak.
Direktur Pusat Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano S Zakaria mengatakan, persoalan utang dan kerugian PLN tersebut tidaklah main-main dan harus segera diselesaikan. Berbagai kebijakan yang selama ini membuat PLN terpuruk, harus dibenahi, salah satunya yakni soal beban subsidi listrik yang tidak efektif.
Data PLN menyebutkan, dari total 79 juta pelanggan, baru sebanyak 37 juta saja yang membayar listrik PLN sesuai dengan harga keekonomian. Sementara, 42 juta pelanggan lainnya masih membayar listrik PLN dibawah harga keekonomian.
“Pemerintah, DPR dan PLN harus mampu mengupayakan setidaknya 80 persen pelanggan PLN gunakan TDL (Tarif Dasar Listrik) keekonomian,” ujar Sofyano, Selasa (8/6).
“Perlu ada peninjauan ulang harga Tarif Dasar Listrik (TDL) atas pelanggan golongan B-2, B-3, I-3 dan I-4,” imbuhnya lagi.
Sebagaimana diketahui, untuk pelanggan bisnis dan industri menengah ke atas, saat ini sudah menggunakan tariff adjustment, sementara untuk bisnis dan industri kecil masih disubsidi oleh Pemerintah.
Adapun golongan tarif bisnis dan industri yang diberlakukan tariff adjustment, yaitu:
• B-2, yaitu Konsumen untuk bisnis sedang, dipasok dengan tegangan rendah dengan daya 6600 VA s.d 200 kVA.
• B-3, yaitu Konsumen untuk bisnis besar, dipasok dengan tegangan menengah dengan daya diatas 200 kVA.
• Tarif I-3 kategori, yaitu Industri skala menengah yang dipasok dengan tegangan menengah, dengan daya di atas 200 kVA.
• Tarif I-4, yaitu Konsumen untuk Industri besar yang dipasok dengan tegangan tinggi, dengan daya 30.000 kVA ke atas.
Dengan belum diberlakukannya Automatic Tariff Adjustment (ATA), saat ini selisih antara Biaya Pokok Penyediaan (BPP) PLN dengan tarif listrik, ditanggung oleh pemerintah melalui mekanisme kompensasi. (fin)