Siboen Halilintar

Minggu 20-06-2021,09:51 WIB
Reporter : Yuda Sanjaya
Editor : Yuda Sanjaya

Dengan Xiaomi merek gelang sang istri itu, Siswanto beraksi. Lalu mengunggahnya ke YouTube. Tapi tidak ada yang menonton YouTube-nya.

Ia coba lagi membuat adegan-adegan misteri. Juga gagal.

Datanglah seorang pemilik sepeda motor baru. Mereknya MX. Motor itu mogok. Kata pemiliknya: akibat sekringnya putus. Siswanto diminta memperbaiki.

“Saya tidak bisa memperbaiki,” ujar Siswanto kepada pemilik MX itu. Ia takut motor itu rusak. Itu motor baru. Ia belum pernah dapat pelajaran seperti apa ”pedalaman” MX. Ketika ia ikut latihan di Magelang dulu, MX belum diproduksi.

“Coba saja lihat di YouTube. Pasti ada cara bagaimana memperbaiki MX. Pasti ada tutorialnya,” ujar si pemilik motor.

Ternyata begitu banyak acara tutorial di YouTube. Ini dia. Ide itu datang dari konsumennya: tutorial memperbaiki sepeda motor.

Itulah jalan hidup Siswanto yang baru. Ia pun membuat tutorial cara membuka accu di sepeda motor. Sangat sederhana.

Tapi Siswanto punya kendala: tidak bisa bicara. Tidak bisa seperti para YouTuber itu –yang begitu pandai menjelaskan sesuatu.

Siswanto memilih tidak bicara. Ia hanya merekam praktik cara-cara membuka accu.

Tapi bagaimana bisa mengunggahnya ke YouTube? Ia tidak punya Wi-Fi. Lewat kuota di HP tidak akan cukup.

Maka Siswanto ke Balai Desa. Ia tahu di sana ada jaringan. Meski lemot.

Di Balai Desa itulah Siswanto mengunggah tutorial tanpa kata-kata. Tentu harus menunggu jam kerja lewat.

Pukul 16.00 Siswanto mulai mengunggah tutorial pertamanya. Lemot sekali. Baru pukul 22.00 selesai. Untuk konten sepanjang 2 menit.

Keesokan harinya, Siswanto ke Balai Desa lagi. Untuk melihat hasilnya. Kaget. Sudah lebih 10.000 orang yang melihatnya. Hanya dalam waktu satu malam.

Siswanto kian bersemangat. Ia tahu kalau sudah melebihi 10.000 sudah bisa menghasilkan uang. Dapat USD 10. Untuk peraturan waktu itu.

Ia buat lagi tutorial baru: ganti kampas rem. Lalu tambal ban. Dan seterusnya. Yang menonton banyak sekali. Siswanto terus menghitung: apakah sudah menghasilkan uang. Ternyata sudah mencapai USD 100. Berarti sudah bisa dicairkan. Kalau belum terkumpul sampai USD 100 memang belum bisa diuangkan. Begitulah peraturan saat itu.

Tags :
Kategori :

Terkait