Siswanto kesulitan menguangkannya. Ia tidak punya nomor rekening bank. Ia pun pinjam uang iparnya untuk membuka rekening bank itu.
Begitu uang dari YouTube cair, Siswanto mengembalikan uang sang ipar. Juga langsung menebus gelang sang istri. Lalu melunasi HP Xiaomi –barunya.
Sejak itu, tiap minggu Siswanto bisa menguangkan hasil YouTube-nya. Ia juga terus memperbanyak produksi tutorial. Termasuk sudah dengan kata-kata. Siswanto ternyata pandai sekali membuat penjelasan. Justru dengan bahasa yang sangat mudah dipahami. Tidak terlalu teknis.
Kini Siswanto, 38 tahun, menjadi ”juara” YouTuber untuk jenis ini. Banyak yang mulai meniru jejaknya tapi belum ada yang mengalahkannya. Siswanto sendiri justru membina banyak anak muda membuat tutorial seperti itu. Banyak sekali. Dari kota mana pun di Indonesia. Ia tidak takut disaingi. “Saya percaya pada takdir,” katanya.
Akhirnya ia percaya bahwa Halilintar tidak hanya omong besar. Penghasilan ratusan juta rupiah sebulan itu nyata. Siswanto sendiri pernah mendapat uang lebih dari Rp 200 juta sebulan. Untuk beberapa bulan.
Ia bisa beli sawah untuk masa depannya. Sawah itu diserahkan ke ayahnya. Sejak kecil ia tahu ayahnya buruh tani. Petani yang tidak punya sawah.
Siswanto juga beli rumah di desanya itu: Kasegeran, Kecamatan Cilongok, Banyumas. Lalu beli mobil. Beli HP merek Oppo dan Xiaomi. Dan beli macam-macam lagi.
Siswanto meroket seperti meteor. Desa itu heboh. Banyumas heboh. Indonesia heboh.
Kini Siswanto punya banyak channel di YouTube. Bahkan sampai channel mancing dan channel masak.
Tapi nama Siswanto tidak ada di YouTube. Nama channel-nya: Siboen.
Siboen sebenarnya nama ejekan (bully) waktu Siswanto kecil. Dari kata buncis, nama sebuah sayuran. Siswanto justru menjadikan bully sebagai nama yang memberinya banyak rezeki.
Istri pun ia dapat sebagai rezeki. Waktu itu ia mengantar korban kecelakaan ke RS Islam Purwokerto. Ia kenal perawat di situ. Ternyata satu kampung. Lalu jadi istri yang rela menggadaikan gelangnyi demi mimpi sang suami.
“Sudah pernah bertemu Halilintar?” tanya saya kemarin.
“Belum,” jawabnya. (dahlan iskan)