JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus menyosialisasikan perubahan sistem pencairan dana bantuan siswa miskin (BSM). Saat ini bantuan tersebut tidak lagi dicairkan melalui PT Pos seperti awal-awal dulu. Sebagai gantinya, dana BSM disalurkan melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD) setempat. Ada sejumlah alasan Kemendikbud meninggalkan PT Pos sebagai tempat penyalur dana BSM. Di antaranya adalah menggunakan jasa BPD lebih bisa menjangkau siswa penerima BSM. ’’Selain itu mencairkan BSM melalui BPD juga bisa melatih siswa untuk memulai menabung. Mereka pasti Bangga memiliki tabungan,’’ tandas Wamendikbud Bidang Pendidikan Musliar Kasim kemarin. Informasi yang berkembang lainnya, perubahan mekanisme ini disebabkan karena adanya biaya jasa yang ditarik oleh PT Pos. Musliar mengatakan pihaknya tidak serta merta menentukan BPD sebagai pihak yang mendapatkan wewenang menyalurkan dana BSM. Mantan rektor Universtias Andalas (Unand) Padang itu menuturkan, Kemendikbud sudah melakukan beauty contest untuk urusan ini. ’’Kita sebelumnya juga sudah mengundang bank-bank nasional seperti BRI dan sejenisnya. Tetapi akhirnya diputuskan melalui BPD,’’ kata Musliar. Waktu itu yang melamar ke Kemendikbud adalah Asbanda (Asosiasi Bank Pembangunan Daerah). Meskipun menggunakan sistem perbankan, Musliar mengatakan ada kebijakan khusus untuk pencairan dana BSM ini. Yakni siswa boleh menarik uangnya 100 persen dari masing-masing rekeningnya. Kondisi ini berbeda dengan umumnya, dimana harus ada dana mengendap yang tidak boleh diambil. Umumnya senilai Rp50 ribu di setiap rekening. Musliar menuturkan kebijakan penarikan dipasrahkan sepenuhnya kepada siswa atau keluarganya. Mereka boleh mengambil penuh atau menyisakan untuk tabungan. Dia lantas menjelaskan perkembangan pencairan dana BSM. Musliar menyebutkan bahwa rekapitulasi tunggakan pencairan dana BSM sekitar 5,2 persen dari total penerima sekitar 13,5 juta siswa dengan nilai total alokasi sebesar Rp6,04 triliun. Jika dihitung kasar, maka dana BSM yang belum tersalurkan ke masyarakat sekitar Rp314 miliar. Estimasi kasar tadi bisa berubah, karena untuk masing-masing jenjang pendidikan nominal BSM-nya berbeda-beda. Untuk jenjang SD, nominal BSM ditetapkan Rp450 ribu per tahun per siswa. Sedangkan jenjang SMP sebesar Rp750 ribu per siswa per tahun, dan siswa SMA dipatok Rp1 juta per siswa per tahun. Musliar berharap dalam waktu dekat serapan pencairan dana BSM bisa penuh 100 persen. Dia menuturkan sejumlah alasan seretnya serapan dana itu. Diantaranya adalah, munculnya perbedaan mekanisme penetapan siswa penerima BSM antara saat ini dengan model yang lawas. Pada model lawas guru atau kepala sekolah yang berperan aktif mendaftarkan siswa miskinya ke dinas pendidikan kabupaten/kota lalu diteruskan ke pemerintah pusat. Tetapi untuk mekanisme BSM yang terkini, orangtua atau walimurid yang harus aktif mendaftarkan anak-anaknya. ’’Tentunya anak-anaknya yang bersekolah,’’ ujar Musliar. Dia mengatakan, setiap kepala keluarga miskin pemegang kartu perlindungan sosial (KPS) harus mendaftarkan anaknya yang masih bersekolah untuk mendapatkan dana BSM. Musliar menuturkan musim sekolah baru dimulai setelah lebaran lalu, sehingga masih banyak orangtua pemegang KPS yang belum mendaftarkan anak-anaknya. ’’Informasi di lapangan, pendaftaran terus naik,’’ tandasnya. (wan)
Beralih ke BPD, Kemendikbud Tinggalkan PT Pos
Minggu 08-09-2013,10:02 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :