Menumbuhkan Kesadaran Bela Negara bagi Generasi Millennial di Era Society 5.0

Selasa 28-09-2021,08:00 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

DUNIA sedang memasuki era Revolusi Industri 4.0, yaitu era yang merupakan periode perkembangan baru teknologi digital memiliki pengaruh yang cukup besar yang dimungkinkan dapat meningkatkan sebagian besar inovasi dan kemajuan yang datang dengan gelombang Revolusi Industri 4.0. Teknologi ini dapat menghubungkan seluruh dunia secara digital atau biasa kita sebut dengan Internet of Things (IoT).

Selain itu berkembang juga Konsep Society 5.0 yang merupakan penyempurnaan dari konsep-konsep sebelumnya. Pada Society 1.0, manusia masih berada di era berburu dan mengenal tulisan. Pada Society 2.0 adalah era pertanian dimana manusia sudah mulai mengenal bercocok tanam. Lalu pada Society 3.0 sudah memasuki era industri yaitu ketika manusia sudah mulai menggunakan mesin untuk menunjang aktivitas seharihari, setelah itu munculah Society 4.0 yang kita alami saat ini, yaitu manusia yang sudah mengenal komputer hingga internet juga dalam penerapannya di kehidupan.

Jika Society 4.0 memungkinkan kita untuk mengakses juga membagikan informasi di internet. Society 5.0 adalah era dimana semua teknologi adalah bagian dari manusia itu sendiri. Internet bukan hanya sekedar untuk berbagi informasi melainkan untuk menjalani kehidupan di mana dalam Society 5.0, nilai baru yang diciptakan melalui perkembangan teknologi dapat meminimalisir adanya kesenjangan pada manusia dan masalah ekonomi pada kemudian hari.

Sehingga era digital sekarang membentuk sebuah masyarakat yang berpusat pada manusia yang menyeimbangkan kemajuan ekonomi dan teknologi dengan menyelesaikan masalah melalui sistem yang mengintegrasikan dunia maya dan ruang fisik atau “Super Smart Society” menjadikan integrasi teknologi dan IoT untuk kehidupan sehari-hari. Dari era digital ini bisa dilihat perkembangan pemanfaatan IoT di Indonesia sangat pesat. Berdasarkan laporan terbaru We Are Social, pada tahun 2020 disebutkan bahwa ada 175,4 juta pengguna internet di Indonesia.

Dibandingkan tahun sebelumnya, ada kenaikan 17% atau 25 juta pengguna internet di negeri ini. Berdasarkan total populasi Indonesia yang berjumlah 272,1 juta jiwa, maka itu artinya 64% setengah penduduk RI telah merasakan akses ke dunia maya. Persentase pengguna internet berusia 16 hingga 64 tahun yang memiliki masing-masing jenis perangkat, di antaranya mobile phone (96%), smartphone (94%), non-smartphone mobile phone (21%), laptop atau komputer desktop (66%), table (23%), konsol game (16%), hingga virtual reality device (5,1%). Dalam laporan ini juga diketahui bahwa saat ini masyarakat Indonesia yang ponsel sebanyak 338,2 juta. Begitu juga data yang tak kalah menariknya, ada 160 juta pengguna aktif media sosial (medsos).

Bila dibandingkan dengan 2019, maka pada tahun ini We Are Social menemukan ada peningkatan 10 juta orang Indonesia yang aktif di medsos. Dari intensitas pemanfaatan IoT Ini berbanding lurus dengan munculnya ancamanancaman di era digital ini. Yang mana secara dimensional, ancaman era digital atau sering kita kenal dengan ancaman siber terdiri dari beberapa unsur kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu:

1. Sosial budaya, antara lain: Pencurian Identitas, Pelanggaran Hak Cipta & Pornografi.

2. Keselamatan umum, antaranya Serangan Siber terhadap Infrastruktur Informasi Kritikal Nasional

3. Teknologi, antara lain: Serangan Siber (DDoS (Distributed Denial of Service / Membanjiri permintaan kepada sistem dengan tujuan untuk melumpuhkan sistem), Hacking (mengakses sistem secara ilegal), Phishing (melakukan penipuan dengan cara mengelabui pengguna sebagai web/sistem asli), dll), Targeted Attack / APT dan Pemanfaatan Dark Web untuk aktivitas Ilegal.

4. Ideologi, antara lain digunakan dalam hal sebagai penyebaran Radikalisme, Terorisme, Liberalisme.

5. Politik, antara lain: Provokasi Politik, Hoax, SARA, Hate Speech, Anti Pemerintah.

6. Ekonomi dengan melakukan Serangan Siber pada Sektor Finansial, Penipuan Online

Teknologi Internet memberikan kemudahan bagi siapapun dalam memperoleh informasi termasuk informasi terkait metode eksploitasi terhadap sistem informasi. Kondisi ini dapat memperbesar peluang munculnya serangan terhadap suatu negara yang tidak hanya berasal dari Nation-State Actor namun juga berasal dari Perusahaan, Grup bahkan Individual (All Spectrum) dengan potensi tingkat resiko yang sama. Salah satu bentuk ancaman siber atau era digital yang paling rentan dalam pertahanan bangsa dan negara ialah terhadap sasaran yang menargetkan kepada psikologis individu/kelompok/masyarakat/bangsa untuk mengubah Emosi, Sikap, Tingkah Laku, Opini, dan Motivasi (ESTOM), bahkan ideologi sesuai dengan yang diharapkan pihak penyerang. Contohnya ialah penggunaan oleh jaringan Radikalisme memanfaatkan IoT untuk menyebarkan Hoax serta misinformation sehingga mengubah perilaku bahkan ideologi berujung pada perubahan tindakan Terorisme. Sasaran ini sangat berbahaya bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk menghindari serangan ini, maka setiap warga negara harus memegang teguh nilai-nilai Pancasila dan Bela Negara. Istilah generasi millennial belakangan ini sedang booming dan akrab terdengar.

Istilah tersebut berasal dari millennials yang diciptakan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika yaitu William Strauss dan Neil Howe dalam beberapa bukunya. Millennial generation atau generasi Y, yang akrab disebut generation me atau echo boomers. Secara harfiah memang tidak ada demografi khusus dalam menentukan kelompok generasi yang satu ini. Para pakar menggolongkannya berdasarkan tahun awal dan akhir. Penggolongan generasi Y terbentuk bagi mereka yang lahir pada tahun 1980-1990, atau pada awal 2000 dan seterusnya. Penulis Elwood Carlson di dalam bukunya The Lucky Few: Between the Greatest Generation and the Baby Boom yang terbit di tahun 2008, mendefinisikan bahwa millennial lahir di antara tahun 1983- 2001 berdasarkan lonjakan kelahiran setelah tahun 1983 dan berakhir dengan perubahan politik dan sosial yang terjadi setelah peristiwa 11 September. Pada tahun 2016, lembaga U.S Pirg mendefinisikan Millenial sebagai orang yang lahir antara tahun 1983 dan 2000.

Menurut Data BPS (Biro Pusat Statistik) tahun 2018 mencatat, bahwa populasi generasi millennial adalah sekitar 90 juta orang. Kajian menyebut, rata-rata fokus perhatian dari generasi millennial hanya sekitar 12 detik. Bahkan untuk generasi Z (Pasca Millennial) bisa hanya sekitar 8 detik. Jumlah penduduk Indonesia usia 20-40 tahun di tahun 2020 diduga berjumlah 83 juta jiwa atau 34% dari total penduduk Indonesia yang mencapai 271 juta penduduk. Jumlah tersebut lebih besar dari jumlah generasi X yang 53 juta jiwa atau 20% ataupun generasi baby boomer yang hanya tinggal 35 juta jiwa atau hanya 13%. Hal ini membuktikan dengan jumlah populasi yang banyak, besar potensi yang dapat dihasilkan oleh generasi millennial atau generasi Y tentunya untuk kemajuan bangsa.

Tags :
Kategori :

Terkait