William Strauss dan Neil Howe percaya bahwa setiap generasi mempunyai karakteristik umum yang akan menjadi karakter generasi itu, dengan 4 pola yang berulang. Menurut hipotesa mereka, millennial akan mirip dengan generasi yang lebih berwawasan sipil dengan empati yang kuat terhadap komunitas lokal dan global. Strauss dan Neil Howe menjelaskan, ada tujuh karakter millennial yaitu spesial, terlindungi, percaya diri, berwawasan kelompok, konvensional, tahan tekanan dan mengejar pencapaian menjadikan dampak pada generasi ini adalah reaktif terhadap lingkungan yang terjadi di sekelilingnya sehingga mempunyai kecenderungan bersikap kritis dan banyak bertanya. Selain itu dengan transformasi teknologi menjadikan generasi yang terkoneksi dengan jejaring media sosial yang mana generasi millenial sangat erat dengan kehadiran teknologi. Hampir semua aktifitas generasi millennial saat ini memanfaatkan kecanggihan teknologi. Mulai dari belanja, transportasi, hingga urusan perbankan yang kini menjadi medium perubahan yang sangat kuat dan Berpotensi membuat gerakan masif dengan pengembangan SMART yaitu, Specific, Measurable, Achievable, Reasonable, dan juga Timephased. Beberapa elemen itu mendorong gerakan yang dilakukan oleh generasi millennial tercapai.
Di zaman peran generasi millennial sangatlah diharapkan, untuk menjadi agen perubahan (Agent of Change). Mengingat ide idenya yang selalu segar, pemikirannya yang kreatif dan inovatif yang diyakini akan mampu mendorong terjadinya transformasi dunia ini ke arah yang lebih baik lagi, melalui perubahan dan pengembangan. Menurut Lancaster dan Stillman (2002), dalam risetnya menyimpulkan bahwa generasi Y dikenal dengan sebutan generasi millennial atau Milenium, adalah generasi yang tahun kelahirannya antara 1980-1995. Generasi millennial ini banyak menggunakan teknologi komunikasi instan, seperti email, SMS, media sosial (facebook, twitter dll) atau dengan kata lain bahwa generasi Y adalah generasi yang tumbuh pada era internet booming (Lyons, 2004).
Generasi ini sangat mahir dalam teknologi dan infrastruktur yang ada serta memiliki banyak peluang untuk bisa berada jauh di depan, dibandingkan generasi sebelumnya. Selain itu, mampu dan berusaha menjadi bijak terutama dalam menggunakan media sosial. Untuk itu, hal penting yang perlu diperhatikan adalah bagaimana dapat menyajikan data yang menarik dan akurat bagi kalangan millennial agar mereka mampu untuk menjabarkan dan menyampaikannya kepada generasi berikutnya (Generasi Z) sehingga generasi millennial ini sebagai sosok yang dinamis, penuh energi serta optimis dapat menjadi agen perubahan yang bergerak dan berusaha sedekat mungkin dengan masyarakat, dimana dapat membawa ide-ide segar, pemikiran-pemikiran kreatif dan inovatif sehingga dapat menjadi pemimpin masa depan yang lebih baik dari saat ini. Dengan pemuda generasi millennial dapat memberikan kontribusi maksimal kepada masyarakat sebagai agen perubahan dengan kemahiran penguasaan teknologi serta ilmu pengetahuan yang dimiliki.dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah, bersikap kritis, berpartisipasi dalam politik, memacu kinerja pemerintah.
Bela Negara sendiri merupakan sikap, perilaku & tindakan warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara (PKBN Kemenhan, 2016). Oleh karenanya penting kiranya mengembangkan peran para generasi millennial dalam upaya bela negara Indonesia di era digital. Pada masa sekarang, bela negara bukan hanya menghadapi ancaman militer berupa agresi dan pelanggaran wilayah, melainkan juga menghadapi ancaman nonmiliter. Ancaman nonmiliter adalah ancaman yang tidak bersifat fisik serta bentuknya tidak terlihat. Ancaman non militer, seperti masuknya paham komunisme dan liberalisme, pengaruh negatif dari kemajuan iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi).
Di zaman millennial yang lekat dengan kecanggihan teknologi, telah mengubah tren peran dan tantangan generasi muda. Pemuda Indonesia di zaman millennial ini, memiliki peran sebagai pengisi kemerdekaan NKRI dengan menjadi agent of change, innovator, dan promoter bangsa. Tantangan yang dahulu bersifat kolonialisme, kini telah berevolusi menjadi kompetisi global. Musuh generasi muda Indonesia yang harus diperangi saat ini bukan lagi penjajah bersenjata, melainkan ketidakmampuan dalam menyaingi cepatnya arus perkembangan zaman.
Adapun bentuk perwujudan bela negara yang dapat dilakukan oleh generasi millennial Indonesia antara lain sebagai berikut:
a. Menjaga Keamanan & Ketertiban Dengan mengembangkan diri dan kapabilitas yang sesuai dengan peraturan serta kesadaran hukum untuk tidak melakukan kegiatan atau hal hal yang melanggar hukum seperti menjadi pelaku penyebaran Hoax dan Hate Speech yang bisa memprovokasi keamanan dan ketertiban.
b. Mematuhi Aturan/Norma Yang Berlaku Generasi millennial dapat memberikan contoh perilaku masyarakat disiplin, memiliki kesadaran tinggi, mau melindungi sesama, sebagaimana nilai, norma, hukum, sosial, dan agama untuk menghindari perbuatan kriminalitas yang marak terjadi akibat perkembangan teknologi seperti pembunuhan, perampokan penipuan.
c. Mengabdi Pada Tanah Air Sesuai Keahlian Memanfaatkan keilmuan yang dimiliki masing-masing seperti membuka sebuah startup baru yang dapat memecahkan masalah-masalah yang ada sekitar kita dan membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat. Contoh yang dilakukan oleh Nadiem Makarim pendiri Gojek dan Giovani pendiri Ruang Guru.
d. Menciptakan Kerukunan Mengkampanyekan kegiatan positif dan multiculturalism seperti sosialisasi pancasila agar tidak terpapar oleh paham paham radikalisme.
e. Mengembangkan Iptek Mengembangkan teknologi baru seperti yang dilakukan oleh Leonika Sari yang berhasil menjadi programmer dan membuat aplikasi Red Blood adalah sebuah gerakan berbasis aplikasi mobile yang mana aplikasi tersebut mengajak banyak orang untuk mendonorkan darah, serta lebih memperhatikan akan kesehatan
f. Berpartisipasi Aktif Dalam Kegiatan Positif Generasi Millennial dan semangatnya dibutuhkan sebagai agent of change dalam berbagai sektor, dengan kemampuan maupun integritas, menjadi rendah untuk seseorang menduduki posisi strategis dalam lembaga-lembaga negara. Contoh Founder Drone Emprit, Ismail Fahmi mencetuskan tantangan 100 juta masker melalui media sosial Twitter. Menurut dia, gerakan #100 Juta Masker Challenge ingin mengajak masyarakat untuk menggunakan masker buatan dengan dua lapis kain katun daripada membeli masker bedah atau masker N95.
g. Melestarikan Budaya Bangsa Melestarikan nilai-nilai budaya bangsa seperti seperti dengan program “Aku Cinta Produk Indonesia” yang sasarannya generasi millennial dimana Indonesia masih dihadapkan pada problem besar berupa tingginya Infiltrasi budaya asing, serbuan barang-barang impor sehingga perlahan mengikis nilai budaya bangsa.
h. Menjaga Keutuhan Harkat & Martabat Bangsa Mewujudkan keutuhan harkat dan martabat bangsa di era tatanan kehidupan baru yang telah memasuki era digitalisasi yang juga membuka tantangan dan ancaman baru yang bisa merubah tatanan bangsa seperti Radikalisme dan Terorisme. Sehingga diperlukan inovasi dan Peran aktif Generasi Millennial untuk membangun dan menjaga keutuhan bangsa serta mengharumkan nama negara dengan prestasi-prestasi di kancah internasional dengan Semangat Bhineka Tunggal Ika.
Di sisi lain Indonesia segera akan memasuki fenomena bonus demografi beberapa tahun ke depan. Fenomena ini ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk produktif secara signifikan. Meningkatnya jumlah penduduk produktif tentunya menjadi peluang emas untuk menggerakkan roda perekonomian. Penduduk produktif pada era ini didominasi oleh generasi Y atau generasi millennial. Generasi millennial merupakan modal utama dalam fenomena bonus demografi. Potensi generasi millennial yang dapat dimaksimalkan akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, peran generasi millennial yang merata juga akan mengoptimalkan manfaat dan potensi yang ada.
Rasio ketergantungan Indonesia tahun 2015 sebesar 49,20 secara tidak langsung memiliki makna bahwa persentase jumlah penduduk usia produktif mencapai sekitar 67,02 persen dari jumlah penduduk keseluruhan. Selanjutnya, jika persentase jumlah penduduk usia produktif ini dikaitkan dengan persentase generasi millennial tahun 2017 yang sebesar 33,75 persen dari jumlah penduduk keseluruhan. Ini berarti bahwa sumbangan generasi millennial dalam membentuk struktur jumlah penduduk usia produktif tergolong cukup tinggi, karena sekitar 50,36 persen dari jumlah penduduk usia produktif pada dasarnya merupakan generasi millennial (asumsi: rasio ketergantungan 2015 dan 2017 sama besar). Sebagai penduduk terbesar, tentunya generasi millennial akan berperan besar pada era bonus demografi.