Tanggapan Walikota Kontra Produktif

Kamis 11-11-2010,07:52 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

KESAMBI - Tanggapan Walikota Subardi SPd, mengenai hasil survei Transparency International Indonesia (TII) yang menobatkan Kota Cirebon sebagai kota terkorup, menuai kritik dari sejumlah pihak. Aktivis Koalisi Rakyat Menggugat, Budi Permadi mengatakan, sangat ironis ketika walikota bicara seperti itu, padahal dia sendiri tahu korupsi di pemkot. “Hendaknya walikota berterimakasih pada tim survei yang menemukan tindakan korupsi di aparaturnya. Bukannya mempertanyakan legalitas lembaganya,” ujar dia, saat menyampaikan pendapatnya ke Graha Pena, Kantor Harian Radar Cirebon, Rabu (10/11). Menurut Budi yang juga mantan anggota DPRD periode 1999-2004 ini, pernyataan walikota kontra produktif dengan semangat memberantas korupsi. Ketika walikota menyatakan yang penting dirinya tidak korupsi, artinya walikota mengetahui siapa-siapa saja bawahannya yang korup. “Mestinya, bentuk dong tim investigasi, data dilawan dengan data. Coba cross check kebenaran informasi yang disampaikan tim survei,” tuturnya. Budi menegaskan, hasil investigasi yang dilakukan dapat menjadi tanggapan yang baik terhadap hasil survei TII, apalagi bila sampai mampu membuka anak buahnya yang korup. Tanggapan walikota seperti yang dimuat di berbagai media massa, kata Budi, justru makin membuat sorotan dan citra terhadap Kota Cirebon dari masyarakat di luar kota menjadi semakin buruk. Selain mengkritik sikap walikota, Budi juga mengkiritik tanggapan wakil rakyat atas hasil survei tersebut. “Ini PR bagi anggota dewan untuk cross check ulang data-data tersebut. Bukan malah mendiskreditkan, malah mempertanyakan lisensi dari tim survei tadi. Mestinya, dewan mempertanyakan langsung kepada walikota,” tandasnya dengan nada berapi-api. Bila perlu, lanjut Budi, hasil survei TII di-pansus-kan, untuk membuktikan hasil survei tersebut. Kalau memang tidak benar, bisa clash action atau tuntut tim survei tersebut. Tapi bila benar, justru bisa jadi pijakan awal untuk melaksanakan pembenahan dan pemberantasan korupsi di lingkungan pemkot. Sementara itu, Mantan Wakil Walikota Cirebon, Dr H Agus Alwafier MM MBA, memaparkan pendapatnya mengenai persepsi korupsi. Menurutnya, korupsi tidak hanya dalam bentuk menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi. “Korupsi ini tergolong jenis penyakit menular. Korupsi dalam pengangkatan kepala dinas atau camat, maka akan ada kecenderungan kepala dinas atau camat tersebut korupsi dan selanjutnya,” bebernya. Korupsi dalam pengangkatan pegawai, lanjut Agus, maka pegawai juga ada kecenderungan untuk korup demi mengejar jumlah uang sogokan. Jadi, ketika mempertanyakan apakah korupsi terjadi di Kota Cirebon, maka bisa dilihat dari indikator-indikator tersebut. Apakah indikator-indikator tersebut terjadi atau tidak. Terpisah, Walikota Subardi SPd kembali menanggapi soal survei TII. Dia meminta kepada OPD untuk tidak berlebihan dan panik menyikapi hasil survei tersebut. “Tidak perlu ditakuti, jika kita semuanya melakukan sesuatu sesuai aturan yang ada. Ketika pengadministrasian dilakukan sesuai makanisme, mengapa mesti takut?” ungkapnya. Subardi tidak menampik munculnya hasil survei tersebut, akan berpengaruh secara psikologis, namun lagi-lagi walikota meminta kepada OPD agar tidak terlalu mengkhawatirkan. Walikota yang diusung PDIP ini mengakui, keberadaan KPK menjadi sesuatu yang menakutkan, termasuk ketika menyebut BPK. Apalagi munculnya orang-orang baru di BPK menjadikan  banyak pejabat cukup ngeri. Subardi menegaskan, selama ini  pemkot sudah memberikan laporan secara transparan. Biasanya yang disorot BPK adalah OPD yang memiliki pagu anggaran besar. Meski demikian, dirinya berpesan untuk tetap melakukan sesuai aturan main yang berlaku. “Biasanya  yang disorot  adalah OPD yang pagu anggarannya besar, iya kan Pak Haris?” ucapnya sembari  menghadapkan wajahnya ke kepala Bidang Sarana Prasarana (Sarpras) Disdik tersebut. Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Cirebon, Mastari menilai munculnya hasil survei TII tersebut, hendaknya dapat dijadikan pelajaran bagi pemkot untuk menekan budaya korupsi di lingkungan Kota Cirebon. Bagaimanapun, perilaku korup muncul, salahsatunya terbentuk dari  lingkungan kerja di birokrasi. “Bagaimana bisa di dalam birokrasi ketika masyarakat mengurus administrasi, yang seharusnya tidak ada ketentuan membayar, ternyata oleh birokrat dimanfaatkan untuk  mencari keuntungan pribadi dengan dalih biaya administrasi. Jelas sekali ini perilaku korup yang harus ditekan,” tandasnya. Pihaknya berharap di bawah kepemimpinan Subardi, perilaku yang tidak sehat ini bisa ditekan. Karena perilaku korup itu lebih banyak terbentuk karena dimulai dari lingkaran birokrasi. (yud/abd)

Tags :
Kategori :

Terkait