KESAMBI – Dugaan fee proyek bernama kewajiban Pemkot 3 persen semakin kuat. Pengamat sekaligus praktisi jasa kostruksi, Ir Edi Mulyana MT menilai tidak mudah mencari bukti dari dugaan fee proyek dimaksud. Hanya, bila diibaratkan, asap bisa diketahui, yang sulit mendeteksi keberadaan apinya. “Kalau soal bukti gimana ya, itu seperti asepe ana genie angel (ada asap mencari apinya susah),” ujarnya, Rabu (10/11). Menurut Edi, jika pun fee itu ada, maka hal yang sah, selama pekerjaan dilakukan dengan benar. Persoalan fee ini tidak lepas dari yang terjadi dari hulu sampai hilir. Para pengusaha berhasil menurunkan anggaran, baik dari APBD maupun APBN, namun tidak ada yang gratis. “Kita nurunkan, kan ngga ada yang gratis,” tandas pria yang juga wakil ketua Gapensi Jawa Barat ini saat dijumpai di Warung Sate Bang Jack, Sudarsono. Lalu di mana pengusaha memposisikan gratifikasi? Edi menjawab selama sistem pelelangan proyek belum diubah, maka gratifikasi menjadi hal yang sulit dihindari. Tapi semua itu tidak didukung dengan alat bukti. Dan lagi, ini sudah menjadi lingkaran setan. “Semua tidak ada alat bukti, untuk membuktikannya sesuai aturan atau tidak. Ini lingkaran setan, penyidiknya sendiri bagaimana?” bebernya. Namun demikian, dalam menyikapi dugaan fee 3 persen ini, Edi tidak ingin masuk ke dalam wilayah membenarkan atau menyangkal. Baginya yang terpenting sekarang bagaimana pekerjaan proyek bisa dilakukan dengan baik agar membawa manfaat bagi masyarakat. Fokusnya, setiap pekerjaan harus diawasi dengan baik. “Fokusnya langsung saja ke pengawasan. Karena baru dinamakan korupsi apabila merugikan keuangan negara. Harus diingat adanya pembangunan infrastruktur di kota ini tidak lepas dari jasa-jasa pengusaha, banyak multiflyer effect-nya,” ucapnya. Edi menambahkan, hal lain yang perlu diwaspadai sekarang adalah kriminalisasi kontrak kinerja. Ini terjadi karena tiga hal. Pertama, akibat belum adanya kesepahaman dari banyak pihak tentang produk-produk hukum jasa konstruksi, kemudian tidak memiliki parameter audit yang jelas. Terakhir adalah faktor kesengajaan yang diduga dilakukan banyak pihak termasuk penyidik. Sementara itu, pengamat kebijakan publik Drs Salmon menduga sepertinya tidak terlampau sulit bagi para penyidik untuk mengungkap persoalan 3 persen. Dengan catatan, pencarian bukti dilakukan dengan serius. Diawali dengan penyelidikan kepada yang diduga pemberi proyek, kemudian siapa yang diduga menjadi pemenang. Lalu bertanya kepada yang kalah tender, semuanya dikonfrontir. Proses penyelidikan ini dilakukan dengan tetap menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah. “Konfrontir saja ketiganya. Bagi yang kalah kesulitannya apa. Nanti pasti yang kalah itu bernyanyi dan membeberkan yang sebenarnya,” tukasnya saat dihubungi koran ini melalui sambungan telepon. (hen)
Edi: Ada Asap Tapi Sulit Cari Apinya
Kamis 11-11-2010,07:54 WIB
Editor : Dedi Darmawan
Kategori :