Ayahnya adalah seorang dokter berdarah Minahasa bernama Dr. Aurelius Lammert Tendean, dan sang ibu adalah wanita berdarah Belanda-Prancis, yaitu Maria Elizabeth Cornet.
Sejak kecil Pierre Tendean memiliki cita-cita untuk menjadi seorang perwira militer.
Namun mimpi tersebut sempat ditolak oleh orang tuanya, karena mereka menginginkan Tandean mengikuti jejak sang ayah yaitu menjadi seorang dokter.
Hingga akhirnya ia berhasil masuk di Akademi Militer Nasional dan mengambil jurusan teknik.
Tahun 1962 adalah tahun di mana Pierre Tendean berhasil menyelesaikan studinya dengan pencapaian nilai yang memuaskan, dan di tahun yang sama kariernya di dunia militer baru dimulai.
Berbagai catatan menuliskan, peristiwa berdarah itu Tendean sedang berada di paviliun rumah dinas Jenderal A.H. Nasution untuk beristirahat.
Namun, tiba-tiba ia terbangun ketika mendengar suara tembakan dan melihat segerombolan pasukan G30S datang ke rumah tersebut.
Pasukan G30S yang mengira bahwa Tendean adalah Jenderal A.H. Nasution segera membawanya ke sebuah rumah di daerah Lubang Buaya bersama enam perwira lainnya.
Di sana dia dibunuh dengan cara ditembak mati dan tubuhnya dibuang ke dalam sumur tua.
Untuk menghargai jasa dan pengorbanannya tersebut, Tendean dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi Indonesia pada 5 Oktober 1965 berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 111/KOTI/Tahun 1965 bersama keenam perwira lainnya.
Artikel ini telah diterbitkan Disway.id dengan judul: Sepotong Kisah Cinta Pahlawan Revolusi G30S PKI Pierre Tendean Dengan Rukmini, Gugur Jelang Pernikahan