Radarcirebon.com, JAKARTA - BPOM mengungkap 3 daftar perusahaan farmasi yang produksi obat dengan kandungan cemaran etilen glikol dan dietilen glikol.
Dalam keterangan pers terbaru, BPOM menyebutkan bahwa 3 daftar perusahaan farmasi tersebut telah produksi obat sirup dengan kandungan etilen glikol di atas ambang batas aman.
Bahkan pada salah satu dari 3 daftar perusahaan yang produksi obat sirup, ditemukan kandungan etilen glikol 100 kali lipat dari ambang batas aman. Sehingga sifat obat sirup tersebut menjadi sangat beracun.
Menurut Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K Lukito, perusahaan farmasi tersebut akan dibawa ke ranah hukum, bekerjasama dengan Bareskrim Polri.
BACA JUGA:Bahan Baku Zat Berbahaya dalam Obat Sirup Berasal Dari Thailand, BPOM: Biar Polisi yang Menindak
BACA JUGA:Catat! Inilah Perusahaan Farmasi yang Diduga Memproduksi Obat Sirup dengan Kandungan EG dan DEG
Tidak hanya itu, pasal yang disangkakan kepada perusahaan farmasi tersebut masih bisa bertambah. Terutama bila terbukti bahwa etilen glikol pada obat yang mereka produksi, menjadi penyebab gagal ginjal akut pada anak.
Berikut adalah daftar perusahaan farmasi yang dibawa BPOM ke ranah pidana, karena produkai obat dengan kandungan cemaran etilen glikol dalam volume yang tinggi.
- PT Afi Farma, yang memproduksi paracetamol sirup dan drops (merk tidak disebutkan).
- PT Universal Pharmaceutical Industries yang memproduksi Unibebi Cough Sirup, Unibebi Demam Sirup dan Unibebi Demam Drops.
- PT Yarindo Farmatama yang memproduksi Flurin DMP.
"Dengan Bareskrim Polri melakukan operasi bersama semenjak hari Senin, 24 Oktober 2022 terhadap dua industri farmasi yang diduga menggunakan pelarut etilen glikol yang mengandung EG dan DEG di atas ambang batas yaitu PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries," ujar Penny Lukito, Senin 31 Oktober 2022.
BACA JUGA:Bareskrim Polri Tambah Perusahaan Farmasi yang Diperiksa Terkait Kasus Gagal Ginjal Akut
BACA JUGA:Ratusan Nyawa Melayang dalam Tragedi Jembatan Putus di India
Dengan adanya temuan tersebut, BPOM pun melakukan tindakan dengan cepat melakukan pengawasan, sampling, pengujian dan pemeriksaan.
"BPOM telah melakukan respon cepat, kami sudah melakukan serangkaian kegiatan pengawasan sampling, pengujian dan pemeriksaan," lanjutnya.
Dari pemeriksaan itu, pihak BPOM menemukan bukti bahwa industri tersebut juga melakukan perubahan bahan baku etilen glikol.
Tidak hanya itu, sumber pemasokannya pun diketahui tidak melalui proses kualifikasi pemasok dan pengujian bahan baku yang seharusnya dilakukan oleh para produsen.
"Apabila ada perubahan (bahan baku obat) harus melaporkan perubahan tersebut kepada BPOM," ucap Penny.
Penny menambahkan bahan baku Propilen Glikol (PG) yang ditemukan, salah satunya didatangkan perusahaan multinasional Dow Chemical Thailand Ltd.
"Produsennya adalah Dow Chemical yang di Thailand. Jalurnya dari Thailand," kata dia dalam konferensi pers kepada wartawan.
Dow Chemical merupakan perusahaan farmasi multinasional yang memproduksi Propilen Glikol (PG) sebagai bahan baku pelarut pada obat sirup.
BACA JUGA:Kebijakan Baru Elon Musk, Twitter Kenakan Biaya Tarif Premium untuk Pengguna Centang Biru
Bahan baku tersebut ditemukan pada produk obat sirup bermerek dagang Flurin DMP yang diproduksi PT Yarindo Farmatama di fasilitas produksi Jalan Modern Industri IV Kav. 29 Cikande, Serang, Banten.
"Produk Flurin DMP Syrup terbukti menggunakan bahan baku Propilen Glikol yang tercemar Etilen Glikol (EG) sebesar 48 mg/ml dari syarat ambang batas kurang dari 0,1 mg/ml. Ini sama dengan hampir 100 kalinya dari batas aman," katanya.
PT Yarindo Farmatama diduga menggunakan bahan baku pelarut obat yang tidak memenuhi syarat, sehingga memicu cemaran EG di atas batas aman.
Penny menambahkan upaya investigasi bahan baku tersebut saat ini sedang dilakukan Bareskrim Polri.
BACA JUGA:Amroni Bocorkan Penyebab Kekalahan Tim Futsal Kota Cirebon dari Sukabumi, Simak Kalimatnya
BACA JUGA:Hasil Pertandingan Tim Futsal Kota Cirebon Kalah dari Sukabumi, Perjuangan Semakin Berat
Saat ini, tiga produsen dijerat dengan Undang-Undang Nomor 36/2009 tentang Kesehatan, pasal 196, pasal 98 ayat 2 dan 3 dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp1 miliar.
Selain itu, produsen diduga memperdagangkan barang yang tidak memenuhi standar dan persyaratan pasal 62 ayat 1 pasal 18 dan UU RI Nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun dan denda Rp2 miliar.
Namun, bila nanti terbukti bahwa penyebab gagal ginjal akut adalah kandungan etilen glikol, tidak menutup kemungkinan bakal dijerat dengan pasal lain.
Demikian daftar perusahaan farmasi yang produksi produk obat dengan cemaran etilen glikol.