Itupun luas areal sawah yang harus ditanami padi minimal 3,5-4 bau. Pekerjaan dilakoni dari pagi hingga sore hari.
Dengan biaya tanam sebesar Rp1-1,2 juta per bau. Upah yang diterima, sudah termasuk sewa mobil serta jatah sarapan.
“Kalau dapatnya dua bau sehari, upah yang didapat lebih kecil lagi. Paling banter 50 ribu perorang. Dengan perhitungan, jumlah rombongan tandurnya sekitar 30 orang,” sebut dia.
Menurut Waryono, dengan risiko dan upah kecil yang didapat itu, pada saatnya nanti buruh tandur bakal punah. Sebab, buruh tandur saat ini mayoritas kalangan usia tua.
Sementara anak-anak mudanya sudah tidak tertarik kerja di sawah. Mereka lebih senang kerja menjadi buruh pabrik di kota atau keluar negeri sebagai TKI.
“Untungnya, sekarang ini buruh tandur juga banyak dari kaum laki-laki,” ucapnya.
Toipah, salah seorang buruh tandur asal mengatakan, memasuki musim penghujan awal tahun ini hampir setiap hari mendapat order tandur. Apalagi, musim tanam padi rendeng berlangsung serentak.
Tenaga yang terlibat, disesuaikan dengan permintaan pemilik sawah. Semakin luas sawah, tentunya buruh tandur juga semakin banyak. Umumnya berkisar 20-30 orang.
Diapun bersama dengan teman seprofesinya sering melayani tandur di luar kecamatan.
“Masih dekat-dekat saja, paling di kecamatan tetangga. Kadang naik mobil rombongan, seringnya bawa motor konvoi,” ujarnya.
Ibu satu orang anak ini mengaku, ada rasa waswas saat naik mobil berombongan. Dalam kondisi penuh. Khawatir terjadi kecelakaan, apalagi ketika diguyur hujan selama perjalanan.
“Paling bisa berdoa, supaya pulang pergi selamat. Kalau sudah sampai rumah tuh, rasanya plong,” ucapnya.