Di antara para anggota kelompok buruh tandur itu ada yang memiliki ikatan persaudaraan atau tetangga.
Sementara itu, setiap kelompok berisi mayoritas anggota perempuan dan usia lanjut. Di atas 50 tahun.
Lantaran profesi buruh tandur yang mulai langka, maka buruh tandur dari dua kecamatan bertetangga ini sering mendapat order dari daerah lain.
BACA JUGA:Attaqwa Center Gelar Edukasi Kepemiluan Bagi Pengurus Rumah Ibadah
BACA JUGA:Serapan Anggaran Triwulan Pertama Selalu Minim Disoal
Hingga menjelajah ke luar wilayah kecamatan bahkan ke luar wilayah Kabupaten Indramayu.
Untuk menuju ke lokasi sawah yang mereka tuju, harus menggunakan roda empat. Umumnya menggunakan mobil dengan bak terbuka.
Di perjalanan, mereka berdesakan, bergelantungan di atas bak mobil yang mengandung risiko besar.
“Biasanya kan begitu, rombongan puluhan orang naik satu mobil. Pilihnya mobil bak terbuka biar bisa muat semua. Ada yang diatas, dibawah, ada yang gelantungan. Resiko nyawa mengintai selama perjalanan,” demikian dikatakan Waryono Batak, tokoh petani asal Kecamatan Kandanghaur, Jumat (13/1/2023).
Waryono mengatakan, kelompok buruh tandur yang paling terkenal dari wilayah Indramayu Barat. Dari Kecamatan Kroya dan Bongas. Terkenal guyub, ulet dan mau diminta bekerja tanam padi dimana saja.
BACA JUGA:Jual Tanah di Kabupaten Cirebon, Lokasi Dekat SMAN 1 Plumbon
BACA JUGA:Liga 2 Dihentikan, Nasib Wandi Pemain Cirebon di FC Bekasi Masih Tanda Tanya
“Sampai ke Susukan, Cirebon itu. Untuk wilayah barat, mayoritas pakai tenaga mereka,” ungkapnya.
Ketua KTNA Kecamatan Kandanghaur ini juga membenarkan, buruh tandur semakin langka. Di desanya saja, jumlahnya terisa segelintir orang. Karena itu, tenaganya akan terus dibutuhkan.
Terlebih masih banyak petani yang menggarap sawahnya secara konvensional. Ogah-ogahan menggunakan teknologi pertanian modern. Seperti mesin tanam padi otomatis atau rice transplanter.
Mirisnya, upah yang mereka dapat justru masih terbilang minim. Kisaran Rp75-80 ribu per orang per hari. Jauh dari kata cukup.