Akibatnya, Bandara Wiriadinata Tasikmalaya sepi penumpang, begitu juga dengan Bandara JB Soedirman.
Dari jadwal yang pernah dicatat, Bandara JB Soedirman hanya melakukan 12 kali penerbangan.
Nasib yang sama juga menimpa Bandara Wiriadinata Tasikmalaya, sepi penumpang dan terkesan kurang diminati maskapai penerbangan.
BACA JUGA:Technical Skill Contest, Upaya AHM Mengalibrasi Kompetensi Para Teknisi
Menurut A Jamaludin, Plt Kadishub Kota Tasikmalaya, alasan tidak diliriknya Bandara Wiriadinata oleh maskapai penerbangan karena masalah pesawat.
Maskapai penerbangan yang pernah diajaknya membuka rute penerbangan di Tasikmalaya, tidak memiliki jumlah pesawat jenis propeller yang memadai.
"Alasan para direktur maskapai karena kekurangan pesawat," kata A Jamaludin.
Nasib tidak jauh berbeda dialami Bandar Udara Internasional Kertajati Majalengka.
BACA JUGA:BPDLH Dialog Kolaborasi Pembangunan Ekonomi Inklusif pada Masyarakat Sekitar Hutan
Badara Kertajati merupakan proyek mewah dengan dana yang dihabiskan mencapai Rp2,6 triliun.
Namun sejak diresmikan Juni 2018 lalu, bandara terbesar kedua di Indonesia itu, kurang diminati maskapai penerbangan.
Bandara yang dibangun di lokasi yang kurang strategis, menjadi alasan penumpang enggan untuk melakukan terbang dari Kertajati.
Selain itu, akses menuju bandara yang terbatas, menjadi alasa lain penumpang untuk meliriknya.
BACA JUGA:Mantap, Polresta Cirebon Raih Penghargaan Public Service of The Year Jabar 2023
Jika dilihat dengan kasus di atas, jarak Bandara Kertajati dengan Bandara Husein Sastranegara, hanya berjarak 104 Km.
Lagi-lagi pemerintah melanggar peraturannya sendiri, tentang jarak antar bandar udara di Pulau Jawa harus memiliki radius 200 Km.