JAKARTA, RADARCIREBON.COM – Sebanyak 6 guru besar dan dosen fakultas hukum, khususnya hukum tata negara dan hukum administrasi negara mengajukan laporan pelanggaran etik dan perlaku hakim.
Laporan guru besar dan dosen fakultas hukum ini ditujukan kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Guru besar dan dosen fakultas hukum ini melaporkan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim kepada majelis kehormatan Mahkamah Konstitusi.
Kemudian, Guru besar dan dosen fakultas hukum mewakilkan kepada Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Yayasan LBH Indonesia, Indonesia Corruption Watch dan IM57.
BACA JUGA:InIlah Jadwal Tahapan Pemilu yang Akan Dilalui Ketiga Pasang Capres dan Cawapres 2024
Laporan yang ditujukan kepada Ketua MK, karena Anwar Usman memiliki beberapa poin utama.
Pertama adalah Conflict of Interest (konflik kepentingan). Saat memeriksa dan mengadili perkara Nomor 90. Anwar Usman Memberikan ruang atau privillege kepada keponakan yang bersangkutan (Gibran Rakabumingraka) untuk mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden.
Hal ini terkonfirmasi dengan yang bersangkutan mendaftarkan diri pada, Rabu 25 Oktober 2023 menjadi bakal cawapres dari Capres, Prabowo Subianto.
Konflik kepentingan di dalam kode etik hakim ketika satu perkara itu berkaitan dengan kepentingan keluarganya.
Harusnya hakim yang bersangkutan itu mengundurkan diri dari pemeriksaan atau pun memutus dan juga mengadili perkara tersebut.
BACA JUGA:Diduga ODGJ, Seorang Perempuan Hendak Bawa Kabur Motor Karyawan Minimarket
"Kami sudah mendorong yang bersangkutan untuk mundur dari jabatan sebagai ketua dan juga sebagai hakim konstitusi," ungkap Viola kepada media, Kamis 26 Oktober 2023.
Poin kedua adalah terkait leadership. Tidak adanya judicial leadership dalam pemeriksaan dan pemutusan perkara tentang pengujian syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Diduga prosesnya tidak mentaati hukum acara sebagaimana mestinya. Hal ini terindikasi dari proses yang dilakukan secara buru-buru, tidak sesuai prosedur.
Ketidaksesuaian tersebut khususnya berkenaan dengan tidak adanya investigasi terhadap kejanggalan berupa penarikan kembali permohonan.