Dengan berpindah secara gaib, muncul sebutan Masjid Kaliwulu adalah 'Masjid Terbang'.
Awalnya, tiang masjid tersebut berjumlah 16 tiang, kemudian ditambah satu Saka (tiang) yang disebut Bajang, jadi berjumlah 17 tiang.
Sama seperti halnya tiang lainnya, Saka Bajang yang terbuat dari kayu jati ini langsung bertumpu kepada batu hitam, tanpa ada pondasi.
Menurut Ngabdi Masjid Kaliwulu, Kadmino, penambahan tiang tersebut tidak dibuat secara asal-asalan, namun harus mengandung makna.
"17 tiang mengandung arti sama dengan jumlah rakaat salat dalam sehari," kata Kadmino.
Keunikan lainnya, semua pintu masuk di masjid tersebut, dibuat dengan ukuran pendek.
Menurut Kadmino, pembuatan pintu dengan ukuran pendek itu, juga mengandung makna lain.
Jamaah yang masuk ke dalam masjid, harus menundukkan kepala. Diibaratkan harus merendah di hadapan Sang Pencipta.
"Sama saja kita harus hormat," ujar Kadmino.
Masjid Kaliwulu sekarang ini sudah diperluas dengan menambah beberapa ruangan baru, meski bangunan asli tetap dipertahankan.
Namun, penambahan bangunan tersebut, tidak mengubah bangunan asli dari masjid tersebut.
Keaslian bangunan masjid tetap terjaga, penggunaanya dalam melakukan sholat lima waktu, dibatasi untuk menjaga kelestarian bangunan.
Untuk sholat sehari-hari, bangunan utama masjid hanya dipergunakan untuk imam.
Imam berdiri di pintu utama masjid, sedangkan makmum menempati bangunan tambahan.
Bangunan utama masjid, hanya dibuka ketika pelaksanaan sholat Jumat.
"Semua jamaah boleh berada di dalam bangunan lama, asalkan laki-laki," terang Kadmino.