Selanjutnya, dia pun menganalisa untuk membandingkan antara data Pileg dan data Pilpres.
Namun alhasil, menunjukkan perbedaan yang cukup mencolok, yakni hasil suara untuk pileg dan pilpres berbeda antara 50 persen bahkan 70 persen, di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Dengan perbandingan persentase yang sangat jauh itu, Soegianto pun berkesimpulan bahwa data dari Sirekap tidak bisa dinyatakan valid untuk direkapitulasi dan menghasilkan persentase suara untuk partai politik maupun pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden.
"Saya tidak menghitung suara sah dan suara tidak sah, sebab bagi saya, itu sudah lewat, karena memang ada ratusan ribu TPS yang datanya tidak nyambung."
"Padahal seharusnya semua datanya valid, ternyata tidak valid, jadi ya wis enggak usah dianalisa karena tidak valid," jelasnya.
BACA JUGA:BPJS Kesehatan Pastikan Layanan JKN Selama Periode Cuti Bersama dan Libur Lebaran
Dia menuturkan, data Sirekap yang menunjukkan paslon 2 mendapat 58 persen suara kemungkinan disebabkan penambahan dari suara tidak sah atau nil.
Maka, bisa disimpulkan, tak ada paslon yang memenangkan Pilpres dengan suara mayoritas, sehingga Pilpres bisa berlanjut ke putaran kedua. (*)