“Kami sering menggelar kegiatan seperti ini di wilayah Cirebon, baik dengan SMK ataupun universitas-universitas. Salah satunya kali ini memilih STTC sebagai tempat uji kompetensi,” ungkapnya.
Sementara, Ketua LSP-AsTI, Ir Moch Ichwan Noer Effendi MT, menyebutkan, pengujian yang diterapkan mengacu pada standar diantaranya Standar Kompetensi Nasional Indonesia (SKKNI), Standar Internasional, dan Standar Khusus. Namun di Indonesia lebih mengacu pada SKKNI.
“Masing-masing jabatan kerja punya standar sendiri, jadi harus memiliki unit kompetensi yang dikuasai. Misalnya ada pelaksana bangunan Gedung di SKKNI ada beberapa unit komptensi yang harus dikuasai. Memang sekarang aturannya seperti itu, baik uji, baik pelatihan harus mengacu pada standar yang sama,” kata Ichwan.
Menurut Ichwan, pekerja konstruksi bisa dibilang kompeten apabila mampu melaksanakan tugas tertentu berdasarkan tiga hal diantaranya, bisa menguasai ilmunya, harus menguasai keterampilannya, dan menguasai sikap kerja.
“Seseorang dikatakan komptensi berarti yang bersangkutan sudah paham dengan ilmu pengetahuannya, terampil cara melaksanakannya, juga paham dengan sikap kerjanya,” ucap Ichwan.
Lebih lanjut Ichwan menjelaskan, uji kompetensi LSP-AsTI menghadirkan sepuluh asesor yang menguji jenjang 6 dengan jabatan kerja manager pelaksana pekerja gedung, untuk jenjang 7 dengan jabatan kerja ahli muda tehnik bangunan gedung, dan ahli muda perawatan bangunan gedung. (rdh)