Antasari Bentuk Tim Pakar PK

Minggu 09-03-2014,15:03 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

JAKARTA - Ketentuan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) di atas PK yang ketat seperti harus menyertakan bukti baru (novum), membuat Antasari Azhar lebih teliti untuk mengajukan PK kali keduanya. Sebelumnya, PK pertama Antasari pernah ditolak Mahkamah Agung (MA) pada 2012, lantaran sebanyak 28 novum yang pernah dijukannya belum mampu meyakinkan hakim pengadilan tertinggi tersebut. Kuasa hukum Antasari, Boyamin mengatakan bahwa pihaknya tengah menyusun rencana untuk menggolkan upaya PK kedua mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut. Rencananya adalah dengan membentuk Tim Pakar untuk mematangkan materi PK kedua dari Antasari, terpidana 18 tahun atas kasus pembunuhan berencana Direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. “Jadi mirip seperti Tim Pakar di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menyeleksi hakim konstitusi. Ini nanti untuk mematangkan PK Antasari,” kata Boyamin saat dihubungi Jawa Pos (Radar Cirebon Group) kemarin (8/3). Boyamin menyatakan bahwa Tim Pakar itu rencananya akan diisi oleh sejumlah pakar hukum dan akademisi yang telah bersedia membantu Antasari untuk lepas dari bui. Sejumlah nama yang disebut Boyamin di antaranya Yusril Ihza Mahendra, Romli Atmasasmita, Irman Putra Sidin, Andi M. Asrun, Muchtar Pakpahan, Agung Harsoyo, Chudri Sitompul, dan Firman Wijaya. “Semuanya sudah menyatakan bersedia membantu Antasari. Masing-masing nanti akan mempelajari draf PK Antasari sebelum dibahas bersama,” ujar Boyamin. Boyamin mengungkapkan bahwa tim tersebut direncanakan efektif bekerja mulai pekan depan. “Kita sudah susun drafnya lalu kita matangkan. Mulai minggu depan sudah bekerja,” ungkapnya. Selain itu, untuk memperkuat bahan PK kedua Antasari, pihaknya juga tengah memikirkan untuk menggugat Rumah Sakit (RS) Mayapada melalui sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Tanggerang. Gugatan tersebut terkait dugaan adanya pemalsuan hasi otopsi terhadap jenazah Nasrudin di Mayapada. “Juga terkait dengan pakaian milik Nasrudin yang berlumur darah yang disembunyikan kebenarannya,” ujar Boyamin. Selain menggugat rumah sakit tersebut, Boyamin juga tampak tidak sabar untuk menggugat pihak Polda Metro Jaya untuk kedua kalinya melalui sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan (Jaksel). Hal itu terkait dengan lambannya proses penyelidikan di Polda untuk mengungkap kasus short message service (SMS) misterius yang berisi ancaman terhadap Nasrudin. Terkait SMS tersebut, Antasari dituduh sebagai pengirim SMS ancaman itu sebelum membunuh Nasrudin. Pada sidang praperadilan yang diajukan Antasari untuk menggugat Polda Metro Jaya setahun yang lalu, majelis hakim PN Jaksel mementahkan gugatan Antasari. Pertimbangannya, penyidik di Polda tidak menghentikan proses penyelidikan terhadap kasus SMS misterius tersebut. “Tapi sampai sekarang kan belum ada hasilnya, kalau begitu ya kita gugat lagi,” tandasnya. Disebabkan proses yang panjang tersebut, Boyamin menyatakan bahwa pihaknya baru akan siap mengajukan PK kedua Antasari usai Pilpres 2014. “Yang jelas tidak tergesa-gesa. Menunggu ganti penguasa pemerintahan,” tuturnya. Dia menambahkan bahwa pengajuan PK tersebut tidak akan menunggu pemerintah dan DPR menuntaskan Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP. “RUU nanti harus menyesuaikan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Jadi RUU harus menyatakan PK dapat diajukan berkali-kali,” pungkasnya. Sementara itu, keraguan sejumlah pihak atas putusan MK tentang PK lebih sekali justru akan memunculkan sejumlah persoalan baru, membuat Yusril Ihza Mahendra angkat bicara. Sebagai saksi ahli yang turut dihadirkan di sidang MK, mantan menteri hukum dan perundang-undangan tersebut merasa ada beberapa hal yang perlu diluruskan terkait polemik putusan MK atas uji materi yang diajukan Antasari itu. Di antaranya, dia memaparkan tentang ruang lingkup permohonan uji materi Antasari. Dia memastikan putusan uji materi oleh MK tenang PK lebih sekali hanya spesifik menyangkut hukum acara pidana. Perkara lain seperti perkara perdata, tata usaha negara, atau lainnya, PK tetap hanya boleh dilakukan satu kali saja. ”Keterangan ahli yang saya sampaikan dalam sidang MK pun tegas mengatakan demikian,” ujar Yusril. Selanjutnya, dia menegaskan pula kalau pihak yang berhak mengajukan PK hanyalah terpidana, keluarga, dan pensehat hukumnya. ”Jaksa penuntut umum tidak berhak mengajukan PK, karena filosofi adanya PK adalah untuk melindungi kepentingan terpidana dari ketidakadilan,” katanya. Dari pihak kejaksaan, lanjut dia, upaya PK hanya bisa diajukan oleh jaksa agung. Upaya itu dikenal dengan ’PK demi hukum’. Kewenangan itupun, imbuh Yusril, hanya boleh digunakan jaksa agung semata-mata untuk kepentingan keadilan bagi terpidana. ”Misalnya, jaksa agung menemukan novum bahwa terpidana bukanlah pelaku kejahatan, tapi orang lain, sementara terpidana sudah dihukum,” paparnya. Yusril kemudian juga menyanggah bahwa putusan MK tentang PK lebih sekali itu berpotensi menghilangkan asas kepastian hukum. Menurut dia, putusan tersebut justru menyandingkan keadilan dan kepastian hukum untuk bisa berjalan bersama-sama. ”Atau, untuk kasus Antasari, kepastian hukum yang tidak adil nantinya harus dihentikan ketika keadilan ditemukan,” tandasnya. Lebih jauh, dia lalu juga menanggapi komentar sejumlah pihak yang menilai PK lebih sekali adalah akal-akalan terpidana untuk menunda eksekusi. Menurut Yusril, hal itu tidak lah mungkin. Sebab, PK sama sekali tidak dapat menghambat atau menghalangi eksekusi pidana. ”Kalau ada terpidana yang ajukan PK, dan dengan itu dia tidak tidak dieksekusi, ini jelas permainan para jaksa selaku eksekutor,” tegasnya. (dod/dyn)

Tags :
Kategori :

Terkait