KUNINGAN - Permasalahan dana sosialisasi geothermal yang dinilai misterius, ternyata berbuntut panjang. Akibat dana yang mencapai Rp650 juta itu, para kepala desa yang dilibatkan pada sosialisasi, mengaku mendapat tuduhan menggelapkan dana oleh warganya. Warga memberikan penilaian seperti itu, karena kegiatan sosialisasi terbilang minim. Sedangkan jumlah uang dianggarakan terbilang besar. “Saya kena tuduhan menggelapkan uang Rp50 juta oleh warga. Padahal, sepeser pun tidak menerima. Tuduhan dihembuskan karena tidak ikut demo menolak Chevron,” ujar Kades Pajambon Momon Romansah kepada Radar, kemarin (23/3). Momon menerangkan, dia tidak ikut demo warga Pajambon, selain karena tidak ada kontak, pada hari saat aksi demo, ia tengah menunggui orang tuanya yang sakit. Pihaknya lebih memilih diam karena menunggu instruksi dari Pemkab Kuningan terkait kelanjutan pengelolaan panas bumi. Seperti diterangkan sebelumnya, pihak Pemdes Pajambon mengikuti kegiatan sosialisasi hanya dua kali yakni pada tahun 2013 di Desa Ragawacana dan studi banding ke Kawah Kamojang Garut. Untuk acara ke Garut, Momon saat itu tidak mengikuti dan mengirimkan wakil tiga orang. “Selama ini kami sudah beberapa kali menemui pihak SDAP, namun karena kesibukan belum bisa bertemu. Tujuan pertemuan selain membahas kelanjutan sosialisasi, juga ingin minta kejelasan mengenai dana sosialiasi karena ada tuduhan dari warga. Padahal tidak menerima sama sekali, karena itu menjadi tanggung jawab Dinas SDAP,” jelasnya. Terpisah, Kades Sukamukti Nana Mulyana membenarkan adanya tuduhan seperti itu dari warga. Namun, ia mengatakan sebenarnya tidak ada pemberian dana yang ada hanya sosialisasi. “Saya minta agar tidak menjadi polemik di masyarakat, pihak SDAP dalam menyosialisasikan panas bumi langsung datang ke tiap desa. Jangan seperti sebelumnya, mengumpulkan perwakilan di desa tertentu,” kata Nana. Nana mengusulkan, lebih efektif dan jelas jika para tokoh yang ikut sosialisasi terus menyampaikannya ke masyarakat. “Kalau dari awal ada kejelasan, saya kira tidak akan resah seperti ini,” sebutnya. Sementara itu, pada Sabtu pekan kemarin bertempat di salah satu restoran di Desa Bandorasa Wetan, mantan Bupati Kuningan H Aang Hamid Suganda mengumpulkan para kepala desa dari tiga kecamatan yakni Kramatmulya, Jalaksana dan Cilimus. Dari total 42 desa, sekitar 30 desa saja yang hadir. Dalam pertemuan itu, mantan orang nomor satu di Kuningan itu membahas mengenai panas bumi yang saat ini tengah ramai. Aang menyebutkan, kalau seandainya eksplorasi panas bumi itu merugikan warga, maka ia akan menjadi orang pertama yang melakukan penolakan. Pernyataan Aang dinilai wajar. Pasalnya, proyek pemanfaatan panas bumi digagas ketika ia menjabat. Dibanding istri yang melanjutkan estapet kepemimpinannya, Aang lebih paham mengenai geothermal. Dari informasi yang dihimpun Radar, ternyata sosialisasi hanya dua kali yakni Desa Ragawacana dan Cisantana. Pada kegiatan itu, tiap desa hanya mengirim 25 orang. Selain mengikuti pengarahan, mereka juga diberikan uang duduk Rp50 ribu. Kemudian acara studi banding pada tahun 2013 dimana tiap desa mengirim perwakilan tiga orang. Mereka diberikan uang transport Rp200 ribu/orang. Namun, pada studi banding tersebut banyak yang kecewa karena hanya dua jam dan itu pun hanya pengarahan dari pihak perusahaan. Padahal warga ingin berdialog dengan warga setempat karena yakin ada dampak negatif meski kecil. Mengenai PLTP yang ramah lingkuhan memang benar adanya. “Kamis berangkat Jumat sudah pulang lagi. Seingat saya yang ikut hanya perwakilan dari Desa Pajambon, Ragawacana, Sukamukti dan Sangkanurip dengan total 12 orang atau masing-masing tiga orang tiap desa. Pada studi banding itu, saya pribadi dan rekan-rekan kecewa karena hanya sebentar, setelah itu hingga saaat ini tidak ada kegiatan lagi. Maka wajar kalau banyak mempertanyakan dana sosialisasi yang cukup besar itu,” jelas salah seorang perangkat desa yang ikut berangkat, namun enggan disebutkan namanya. Dari catatan yang dimiliki Radar, pada tahun 2011 dilakukan studi banding ke Kawah Komojang. Pada saat itu, bukan hanya warga, namun juga Komisi C DPRD Kuningan yang saat itu diketuai Rana Suparman (saat ini Ketua DPRD Kuningan) bersama pihak eksekutif. Terpisah, anggota DPR RI dari F-PAN, Ir H Chandra Tirtawijaya mengaku intens mengikuti perkembangan isu penolakan pertambangan panas bumi di kaki Gunung Ciremai. Bahkan dengan tegas dirinya menolak keberadaan PT Chevron untuk mengeruk kekayaan yang berada di gunung tertinggi Jabar tersebut. Itu diungkapkannya kala mengisi roadshow keliling Kuningan, kemarin (23/3). Ia melihat perlu adanya perbaikan studi terhadap geothermal sekaligus pemenang lelang, PT Chevron. Tingginya desakan masyarakat agar rencana pertambangan itu dihentikan, menjadi bukti ada ketidakberesan. “Adanya penolakan masyarakat ini menandakan bahwa studinya harus dibetulkan dulu. Termasuk pendekatan kepada masyarakatnya,” tandas Chandra. Politisi yang maju kembali mencalonkan itu mengakui, jika geothermal ramah lingkungan. Hanya saja, ketika geothermal dipusatkan di tengah-tengah masyarakat, maka menjadi masalah. Masyarakat memerlukan sosialisasi yang jelas dan terang benderang. “Kekhawatiran masyarakat itu harus ditangkap. Seperti khawatir air tanah menjadi habis, terjadi polusi dan lain sebagainya. Kalau saja titik pertambangannya di tempat lain, kemungkinan tidak akan rame,” kata dia. Namun demikian, pihaknya sepakat apabila pertambangan panas bumi dikembangkan di Indonesia. Geothermal, menurut Chandra, merupakan energi panas bumi yang mahal investasinya tapi berjangka panjang murah. Geothermal juga, menurutnya ramah lingkungan. “Lihat saja Kamojang Garut tetap cantik kok. Geothermal itu ramah lingkungan. Saya kira perlu dikembangkan di Indonesia . Penolakan Australia terhadap geothermal, saya pikir itu hanya sekadar isu,” ungkapnya. Yang jadi masalah, imbuh Chandra, yakni persoalan air tanah. Untuk itu, pihaknya meminta agar kajian yang dilakukan betul-betul komprehensif. Dia tidak mau, rencana geothermal malah meresahkan masyarakat. Untuk itu, Chevron yang dikabarkan sebagai pemenang lelang diharapkan untuk mundur. “Chevron mundur dulu biar nggak berdampak luas. Kasihan masyarakat yang sekarang ini resah. Dan studi tentang geothermal saya berharap dibetulkan,” tukasnya. (mus/ded)
Para Kades Dituduh Warganya Gelapkan Dana Sosialisasi
Senin 24-03-2014,10:23 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :