Usai Demo, Warga Bakar Tower PLTU

Kamis 10-02-2011,06:00 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

ASTANAJAPURA - Buntut dari kekecewaan masyarakat kepada pihak PT Cirebon Electric Power (CEP) yang tak mau menerima perwakilan warga yang melakukan aksi demonstrasi, warga Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu melakukan aksi bakar ban di salahsatu kaki pancang tower dua sebelah barat, kemarin (9/2). Aksi yang dilakukan puluhan warga ini sebelumnya tak direncanakan, karena mereka melancarkan unjuk rasa yang dilakukan pada pagi harinya secara damai hingga mereka mau membubarkan diri. Kemarahan warga dipicu saat lima perwakilan masyarakat yang terdiri dari unsur pemuda, tokoh masyarakat dan kuwu empat desa yakni Desa Waruduwur, Citemu, Kanci, dan Kanci Kulon mencoba menemui pihak PT CEP melakukan pembicaraan soal tuntutan warga soal ganti rugi tanah, kompensasi SUTT dan penyenderan sungai yang difasilitasi Polres Cirebon. Namun menurut informasi yang didapat warga, PT CEP enggan menemui perwakilan tersebut. Karena kecewa dan marah, massa pun membubarkan diri ke desa masing-masing sekitar pukul 12.00 WIB. Selang satu jam, massa yang berasal dari Desa Waruduwur berkumpul di pinggir sungai yang membelah wilayah desa dan proyek PLTU untuk merundingkan rencana berikutnya. Tanpa pikir panjang, massa yang terdiri dari para pemuda setempat yang berjumlah puluhan menyebrang sungai dengan menggunakan perahu nelayan, kemudian mengusir para pekerja PLTU yang sedang memasang instalasi jaringan listrik di tower dua. Sambil meneriakkan yel-yel tutup PLTU, warga pun menyuruh para pekerja untuk turun dari tower dan secepatnya meninggalkan lokasi. Setelah para pekerja pergi, warga mengambil ban bekas yang ditumpuk kayu-kayu kering kemudian disiram dengan solar. Tanpa ragu, massa langsung menyalakan api di ban tersebut. Api pun langsung menyala dengan asap hitam pekat. Bahkan tenda pekerja pun ikut dibakar. “Ini merupakan simbol kemarahan kami atas sikap PT CEP yang tidak beritikad baik terhadap tuntutan kami, jika mereka angkuh, kita pun bisa melakukannya bahkan bisa lebih angkuh lagi karena kami tidak takut dengan PT CEP,” ungkap Hasyim, salahsatu warga Waruduwur yang ikut berkerumun dalam aksi tersebut. Dia mengatakan, aksi tersebut merupakan puncak dari segala kekesalan warga yang selama ini merasa dizalimi oleh PLTU. Sebab berkat adanya pembangunan proyek PLTU penghasilan mereka sebagai nelayan menjadi terganggu. “Hasil laut seperti jenis-jenis kerang dan udang kecil yang biasa dicari oleh warga, karena komoditas utama sudah hilang begitu juga ikan-ikan sudah jarang karena habitatnya terganggu oleh pembangunan PLTU sehingga nelayan kesulitan mencari ikan,” katanya. Dalam tempo waktu 30 menit, gabungan aparat kepolisian yang terdiri dari Polsek Mundu dan Astanajapura serta beberapa dari Polres Cirebon tiba di lokasi dan langsung mengamankan lokasi yang menjadi konsentrasi massa. Begitu juga dengan perwakilan dari pekerja PLTU berkebangsaan Korea. Mereka bergegas memadamkan api dengan semprotan tabung pemadam api. Polisi pun mencoba berdialog dengan massa yang sudah telanjur kecewa. Dengan berbagai kesepakatan akhirnya massa membubarkan diri dan api pun berhasil dipadamkan. “Jika memang PT CEP tetap pada pendiriannya, kami akan melakukan aksi lanjutan,” ungkap Barkah warga Waruduwur lainnya. Sebelumnya, pada pagi hari massa yang tergabung dalam tiga kekuatan yakni Rakyat Penyelamat Lingkungan (Rapel), PMII, Koalisi Masyarakat Korban Pembangunan PLTU Cirebon, Persatuan Karang Taruna empat desa di dua Kecamatan yakni Astanajapura dan Mundu (Kanci, Kanci Kulon, Waruduwur dan Citemu) melakukan aksi demo di depan pintu masuk areal proyek PLTU. Sebelum berorasi, massa melakukan longmarch yang dimulai dari Desa Waruduwur menuju pintu masuk areal proyek PLTU Cirebon. Aklibatnya jalan utama pantura dialihkan menjadi satu jalur, sehingga sempat terjadi kemacetan beberapa menit. Dalam orasinya, Ketua Rapel, Moh Aan Anwarudin secara tegas mengatakan pembangunan PLTU Cirebon sudah menyalahi aturan perundang-undangan RI tapi hingga saat ini aparat keamanan belum juga bertindak. Ini menjadi tanda tanya besar. “Pembangunan PLTU Cirebon dimulai pada tahun 2007, sedangkan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) baru dipresentasikan di BLHD Provinsi Jawa Barat pada bulan April 2008, ini sudah jelas pembangunan PLTU dimulai tanpa disertai Amdal, otomatis UU Lingkungan hidup dilanggar,” paparnya. Tidak hanya itu, lanjut dia sejak PLTU dibangun banyak pemilik tanah yang dirugikan, sebab dalam melakukan tahap pembayaran, harga jual tanah banyak dikelabui PT CEP. Wartoni, Ketua Karang Taruna Desa Kanci Kulon yang mewakili Karang Taruna lainnya mengatakan dampak dari PLTU tidak hanya pada saat pembangunan saja. Setelah dioperasikan, dampak buruknya akan lebih dasyat. (jun)

Tags :
Kategori :

Terkait