
RADARCIREBON.COM – Perajin batik Cirebon makin sedikit. Seiring waktu, semakin sedikit generasi muda yang tertarik menjadi pembatik.
Tidak heran, generasi penerus perajin batik di Kabupaten Cirebon jumlahnya dari hari ke hari terus menurun.
Padahal, batiknya sendiri sudah diakui dunia internasional sebagai warisan budaya tak benda yang berasal dari Indonesia.Sayangnya, anak-anak muda di Cirebon lebih memilih untuk merantau. Mencari pekerjaan yang upahnya lebih besar.
BACA JUGA:Luangkan Waktu 45 Menit Untuk Mengonsumsi Cemilan Olahraga, Apa Itu?
BACA JUGA:Ada Tawuran Antargeng Konten, Warga Kedungjaya Kesal, 5 Remaja Diamankan
Fatonah merasakan betul menurunnya jumlah perajin batik di Cirebon. Buruh batik asal Kecamatan Tengahtani ini bahkan sudah tidak punya penerus.
Ankanya sendiri menolak jadi pembatik dengan alasan kotor dan upahnya kecil.
Oleh karena itu, anaknya memilih merantau mencari pekerjaan yang upahnya lebih layak untuk menunjang kebutuhannya.
“Memang benar, menjadi pembatik minim penghasilannya. Sehari bisa tujuh kain dengan upah di bawah Rp100 ribu,” tutur Fatonah.
BACA JUGA:Persiapan Imlek di Vihara Dewi Welas Asih Cirebon, Betikut Ini Kegiatan yang Akan Dilaksanakan
Untuk mengatasi krisis pembatik, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon melakukan upaya untuk menarik generasi muda agar memiliki minat dalam membatik.
Antara lain dengan cara mendorong inovasi membatik dengan teknik khasnya yaitu merawit.
Teknik merawit ini, resmi mendapat sertifikat Indikasi Geografis (IG) dari Kementerian Hukum dan HAM, sejak 4 November 2024 lalu.
Ketika IG sudah ditetapkan, dalam setiap batik itu ada QR barcode.
BACA JUGA:Taati Inpres Nomor 1 Tahun 2025, Pemprov Jabar Targetkan Efisiensi Hingga Rp2 Triliun