Dijelaskan lebih lanjut, kegiatan seperti itu, juga dilakukan oleh pelajar lain di seluruh dunia yang merupakan bagian dari proses pendidikan.
Namun yang terjadi di Indonesia, wisata pendidikan tersebut menjadi masalah dan dikeluhkan banyak orang tua siswa.
"Nah problemnya di Indonesia kenapa sering menjadi keluhan masyarakat, karena sepertinya ke komersialnya daripada urusan pendidikannya," tegas Indra.
Diakui Indra, dirinya sering berbicara dengan kepala sekolah negeri yang hidup dengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Dan BOS tersebut, lanjut Indra, menjadi masalah ketika sekolah kekurangan biaya untuk menutupi kebutuhan pendidikan.
Oleh karena itu, pihak sekolah mencari jalan keluar untuk bisa mendapat biaya tambahan bagi kebutuhan tersebut.
"Yang namanya bantuan itu di Indonesia dipaksa untuk menjadi biaya, jadi kan kurang. Nah banyak sekolah-sekolah ini berupaya untuk kreatif, ya kan bikin kegiatan-kegiatan yang akhirnya memberatkan orang tua," paparnya.
"Dari mulai jualan seragam terus ada seperti study tour ada perpisahan, ada beli toga, segala macam. Yang selalu alasannya kalau kita enggak gini (biaya tambahan ke orang tua siswa) kita gimana nutupin biaya ini, biaya itu," sambungnya.
Dengan praktik yang terjadi, Indra dengan tegas menyebutkan jika study tour adalah salah satu modus untuk mencari biaya tambahan bagi sekolah.
"Oh iya. Jadi memang saya katakan faktanya di Indonesia lebih besar urusan untuk bagaimana mendapatkan biaya dari masyarakat daripada untuk urusan mendidiknya," tutup Indra.