Masih di tempat yang sama, Ketua Koperasi Pasar Mambo H Agus Saputra mengungkapkan, kios dan Pasar Mambo yang dikelola koperasi memiliki legalitas yang kuat.
"Koperasi ini berbadan hukum resmi, berada di bawah naungan Kementerian Koperasi, dan memiliki dasar pembentukan yang melalui proses panjang selama tiga tahun. Tidak benar jika disebut ilegal. Semua prosesnya dulu melalui rapat dengan DPRD, dinas terkait, dan difinalisasi sesuai aturan,” ungkapnya.
Agus menyayangkan sikap Pemkot Cirebon yang mengirimkan surat pemberitahuan pembongkaran awal Desember 2025 langsung ke pedagang, tanpa berkoordinasi terlebih dahulu dengan Koperasi Pasar Mambo sebagai pengelola resmi.
“Ini salah kaprah. Mestinya wadah resminya, koperasi yang diajak bicara dulu bukan langsung ke PKL-nya,” ucapnya.
BACA JUGA:Inilah Pesan Wagub Jabar Saat Menutup Pelatihan Kepemimpinan Nasional di Cimahi
Agus juga menanggapi isu kios berada di bibir sungai, menurutnya, kajian ahli dari Jakarta pada 2005 menyatakan bahwa area tersebut bukan sungai aktif, sehingga tidak melanggar aturan zonasi sebagaimana tertuang dalam perda terkait.
“Dari dulu tempat ini sudah menjadi area aktivitas perdagangan, bahkan sejak tahun 70-an. Saat ini terdapat sekitar 100 kios dan PKL yang beraktivitas di kawasan Pasar Mambo," katanya.
Agus menambahkan, kondisi ekonomi para pedagang sedang sulit dan keberadaan minimarket modern semakin menekan pedagang kecil.
“Pemerintah seharusnya lebih memprioritaskan ekonomi rakyat kecil. Jangan masyarakat kecil makin dibuat susah. Para pedagang meminta agar Pemkot Cirebon lebih memahami sejarah dan dasar hukum Pasar Mambo sebelum mengambil keputusan," ucapnya.
BACA JUGA:Wapres Gibran Tampil Perdana di Luar Negeri, Inilah 3 Fokus Pembahasan KTT G20
Agus berharap Walikota Cirebon yang baru menjabat sekitar satu tahun tersebut dapat lebih peka terhadap persoalan ekonomi masyarakat.
“Kami tidak menolak komunikasi. Justru kami ingin duduk bersama mencari solusi. Jangan sampai kebijakan membuat pedagang tambah terpuruk,” pungkasnya.