Untuk menjalankan misi tersebut, Nyi Mas Gandasari menyamar menjadi pengemis hingga akhirnya menjelma menjadi seorang ronggeng yang terkenal di Rajagaluh.
BACA JUGA:Daftar Mobil Listrik Subsidi Pemrintah 2025: Syarat, Model Terbaru, dan Cara Mendapatkan Subsidi
Ketenaran itu membuatnya diundang ke istana. Penampilannya memikat Prabu Cakra Ningrat hingga sang raja menginginkannya menjadi pendamping tidur.
Namun Nyi Mas Gandasari menetapkan syarat, Sang Prabu harus memperlihatkan Bokor Mas terlebih dahulu.
Setelah syarat itu dipenuhi, kesempatan datang ketika Prabu hendak membuang hajat. Saat itulah Bokor Mas berhasil dibawa kabur.
Pertarungan dengan Banteng Penjaga Istana
Pelarian Nyi Mas Gandasari tidak berjalan mulus. Di pintu keluar istana, ia dihadang seekor banteng besar penjaga kerajaan.
Meski berhasil menghindari serangan hewan tersebut, pertarungan itu terlihat oleh pasukan Syekh Magelung Sakti. Banteng itu kemudian ditebas hingga kepala dan badannya terpisah.
Yang menarik, legenda menyebutkan bahwa meski kepalanya telah putus, banteng itu masih mengamuk dan menyeruduk membabi buta sebelum akhirnya ditendang oleh Syekh Magelung Sakti.
Kepala banteng itu melayang dan jatuh di wilayah yang kemudian dinamakan Hulubanteng. Sementara badannya berlari ke arah utara dan terjerembab ke sebuah sungai di daerah yang kini dikenal sebagai Desa Leuwimunding.
Jejak Budaya Jawa Inggil di Hulubanteng
Selain kisah mistis tersebut, Desa Hulubanteng juga terkenal karena penguasaan bahasa Jawa halus atau Jawa Inggil oleh banyak penduduknya.
Kemampuan ini ternyata berasal dari seorang tokoh Kerajaan Mataram yang dahulu singgah di desa ini.
Awalnya ia hanya bermalam dalam perjalanan menuju Keraton Kasepuhan, namun kemudian menetap dan mengajarkan bahasa Jawa Kromo kepada masyarakat setempat.
Sejak saat itu, bahasa halus ini menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat Hulubanteng.