BACA JUGA:Bukan Pelatih Biasa! Ini Jejak Prestasi John Herdman, Kandidat Kuat Pelatih Timnas Indonesia
Padahal, pemujaan berlebihan terhadap seseorang adalah bentuk feodalisme baru yang bersembunyi di balik rasa kagum. Hal ini bisa membentuk masyarakat yang mudah diarahkan tanpa berpikir panjang.”
Artinya Jika keadaan ini terus dibiarkan, maka kemanusiaan akan kehilangan maknanya. Empati berubah menjadi basa-basi, solidaritas digantikan kepentingan, dan moral menjadi sekadar hiasan pidato.
Kita tidak sedang membangun bangsa yang maju jika mental feodal masih bercokol dalam sistem sosial kita. Kemajuan sejati hanya mungkin lahir dari masyarakat yang berani bersikap setara — yang menghargai pendapat, menghormati keberanian, dan menjunjung keadilan tanpa pandang bulu.
Sudah saatnya kita memutus rantai feodalisme yang menjerat nurani. Kita tidak boleh terus menjadi penonton dari kepura-puraan. Hormat tidak harus berarti tunduk, dan patuh tidak harus berarti membisu. Masyarakat yang manusiawi adalah masyarakat yang berani berpikir secara objektif, berani berbicara kritis, dan berani memperlakukan setiap orang dengan adil tanpa takut akan kehilangan martabat dan harga diri.
BACA JUGA:Upacara Hari Bela Negara Ke-77, Polresta Cirebon Teguhkan Semangat Pengabdian untuk Indonesia Maju
Perlawanan
Menurut Franz Magnis-Suseno: Feodalisme merupakan sistem sosial dan budaya yang menempatkan manusia dalam hubungan hierarkis tidak setara, di mana kekuasaan dijalankan secara paternalistik, dan rakyat kecil tidak memiliki kebebasan untuk bersuara. Sistem ini bertentangan dengan nilai kemanusiaan, keadilan, dan martabat manusia. Untuk beberapa bentuk perlawanan terhadap feodalisme demi kemanusiaan antara lain:
Pertama, Penegakan Martabat dan Kesetaraan Manusia Feodalisme harus dilawan dengan pengakuan bahwa setiap manusia memiliki martabat yang sama. Bahwa semua manusia diciptakan setara dan memiliki hak untuk dihormati tanpa memandang status sosial, jabatan, atau kekayaan. Bentuk perlawanan: menolak sikap tunduk pada kekuasaan yang tidak adil dan memperjuangkan kesetaraan sosial.
Kedua, Penghapusan Budaya Patron-Klien (Paternalistik), dimana Feodalisme sering tumbuh karena budaya patron-klien, yaitu hubungan antara “atasan” dan “bawahan” yang bersifat ketergantungan dan tidak setara.
Budaya ini harus diganti dengan relasi sosial yang rasional dan adil, di mana setiap orang dihargai karena kemampuannya, bukan karena kedekatan dengan kekuasaan. Bentuk perlawanan: membangun budaya demokratis dan partisipatif dalam kehidupan sosial maupun politik.
BACA JUGA:Upacara Hari Bela Negara Ke-77, Polresta Cirebon Teguhkan Semangat Pengabdian untuk Indonesia Maju
Ketiga, Membangun Kesadaran Moral dan Kritis, dengan menekankan pendidikan moral dan kesadaran kritis sebagai kunci perlawanan terhadap feodalisme. Rakyat harus mampu berpikir kritis terhadap kekuasaan, menolak ketidakadilan, dan berani mengatakan kebenaran demi kemanusiaan. Bentuk perlawanan: keberanian bersikap jujur, kritis, dan tidak tunduk pada kekuasaan yang menindas.
Keempat, Mewujudkan Keadilan Sosial. keadilan sosial adalah inti dari kemanusiaan. Feodalisme harus dilawan karena menciptakan ketimpangan sosial dan memperkuat privilese segelintir orang. Bentuk perlawanan: memperjuangkan pemerataan kesempatan, keadilan ekonomi, dan perlindungan terhadap kelompok lemah.
Kelima, Membangun Masyarakat yang Demokratis dan Humanis. Demokrasi yang berlandaskan etika kemanusiaan merupakan bentuk perlawanan paling efektif terhadap feodalisme.
Demokrasi sejati bukan hanya sistem politik, tetapi cara berpikir dan bersikap yang menghormati hak, kebebasan, dan tanggung jawab setiap manusia. Bentuk perlawanan: memperkuat partisipasi masyarakat, keterbukaan, dan tanggung jawab moral dalam kehidupan bersama.
BACA JUGA:Managemen Talenta Wujudkan Tata Kelola Pemerintah Berbasis Meritokrasi