Belum Satu Suara Soal Impeachment

Kamis 13-11-2014,09:11 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Kesepakatan Kompromi KMP-KIH Ditentukan Hari Ini JAKARTA - Tuntas tidaknya kompromi antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) di parlemen bakal ditentukan hari ini (13/11). Rapat paripurna DPR akan menunjukkan, kesepakatan yang dicapai para juru lobi kedua belah pihak hingga tadi malam (12/11), bisa diterima atau tidak hingga ke tingkat paling bawah. Pertemuan lobi terakhir KIH dan KMP tersebut dilaksanakan di kediaman Ketua Umum DPP PAN Hatta Rajasa, di kawasan Cilandak, Jakarta. Seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya, di kubu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) masih diwakili oleh dua politisi PDIP Pramono Anung dan Olly Dondokambey. Sedangkan di pihak Koalisi Merah Putih (KMP), selain tuan rumah, ikut hadir Sekjen Partai Golkar Idrus Marham dan Sekjen PAN Taufik Kurniawan. Usai pertemuan yang berlangsung sekitar tiga jam itu, Pramono Anung menegaskan, gesekan antara KIH dengan KMP sudah diakhiri pada pertemuan di rumah Hatta tersebut. “Sudah selesai. Ini sudah final, lihat saya senyum terus kan,” kata mantan wakil ketua DPR sekaligus mantan sekjen PDIP itu. Saat disinggung, apakah kesepakatan tersebut sudah merupakan sikap final seluruh elemen di KMP maupun KIH? Pram mengungkapkan, kedatangannya ke kediaman mantan cawapres pendamping Prabowo Subianto itu bukan semata atas nama pribadi. Dia menyatakan kalau juga membawa mandat hasil pertemuan pimpinan partai anggota KIH di kediaman Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pada Selasa (11/11) malam. “Alhamdulillah sudah ada titik temu. Jadi tidak ada lagi yang bisa bilang ini bukan bagian,” ujar Pramono. Meski demikian, terkait detil hasil kesepakatan, Pram mengelak menjelaskan. Dia menyatakan kalau titik temu kedua kubu akan menjadi gamblang pada sidang paripurna hari ini. “Besok (hari ini, red) saja, besok paripurna, besok Pak Hatta juga akan menjelaskan di DPR,” katanya. Selain kembali membahas ketidaksetujuan sejumlah fraksi di KIH atas tiga poin kesepakatan awal yang dicapai KIH dan KMP, lobi kesekian kalinya yang dilakukan tadi malam juga dihelat untuk membahas penambahan satu poin yang diajukan pihak KIH. Yaitu, menyertakan revisi sejumlah poin ketentuan di UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang dianggap mengganggu penerapan sistem presidensial. Khususnya, poin di pasal 98 yang membuka peluang rapat di komisi bisa menjadi pintu masuk DPR mengajukan hak menyatakan pendapat (HMP). Sebuah hak dewan yang bisa berujung impeachment pada presiden. Menyikapi usulan yang awalnya didorong PDIP tersebut, sejumlah politisi fraksi-fraksi yang tergabung di KMP menunjukkan sikap keberatan. Salah satunya yang sempat disampaikan anggota Fraksi PKS Al-Muzzammil Yusuf. Mantan wakil ketua Komisi III tersebut menyatakan kalau permintaan menghapus ketentuan tersebut hanyalah ekspresi ketakutan berlebihan fraksi-fraksi di KIH. “Tapi, harus diingat, HMP itu memang harus ada sebagai bentuk pengawasan,” kata Muzzammil di komplek parlemen kemarinb. Apalagi, tambah dia, HMP tersebut bukan ujug-ujug ada dalam UU MD3 yang berlaku saat ini. Namun, sudah ada sejak dulu. “Ini bukan barang baru dan sudah ada di zaman presiden-presiden yang lain. Padahal, kalau presiden bagus-bagus saja, kan susah meng-impeach presiden,” tandasnya. Sinyal penolakan dari sejumlah pihak di KMP atas poin ke-4 itu mirip dengan penolakan sejumlah elemen di KIH sebelumnya. Yaitu, terhadap sejumlah petinggi PKB, Nasdem, Hanura masih mendorong agar kompromi dilakukan lewat kocok ulang pimpinan AKD. Mereka juga menginginkan kompromi dicapai tanpa harus dengan revisi UU MD3 dan Tatib DPR. Dari informasi yang dihimpun, poin ke-4 yang diajukan KIH tentang perubahan poin lain di UU MD3 merujuk pada ketentuan di UU MD3 pasal 98 ayat 6. Di situ diatur bahwa keputusan dan/atau kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan Pemerintah. Bukan hanya itu, keputusan dan/atau kesimpulan juga wajib dilaksanakan oleh pemerintah. Di ayat berikutnya (ayat 7) kemudian diatur, kalau ketika ada pejabat negara dan pejabat pemerintah tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (6), komisi dapat mengusulkan penggunaan hak interpelasi, hak angket, hingga hak menyatakan pendapat. Atau, hak anggota lainnya mengajukan pertanyaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Terkait potensi penolakan sejumlah pihak di KMP tersebut, usai pertemuan lobi terakhir tadi malam, Hatta menyatakan kalau akan sesegera mungkin melakukan komunikasi dengan semua pimpinan partai di koalisi pengusung Prabowo-Hatta tersebut. Pimpinan partai lah, tandas dia, yang nantinya akan melanjutkan ke tingkat bawah. “Tentu mereka anggota fraksi akan patuh ke perintah partai. Baik, yang tergabung dengan KIH dan KMP akan berjalan,” tegas Hatta. Dia menambahkan bahwa apapun yang terjadi harus ada titik temu antara KIH dan KMP. Konflik dualisme di parlemen, menurut dia, tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. “Harus ada katakanlah hal yang bisa kami bahas bersama, semua bisa dibicarakan,” katanya. Hingga berita ini diturunkan, sekitar pukul 23.00, Partai Demokrat salah satu yang masih sedang melakukan konsolidasi internal. Ketua Umum DPP PD Susilo Bambang Yudhoyono mengumpulkan para kadernya di kediamannya Cikeas, Bogor. “Intinya, kami membahas sejumlah isu terkini. Termasuk, soal ramai-ramai di DPR hari ini,” ungkap Juru Bicara PD Dede Yusuf, saat dihubungi sebelum pertemuan. Sementara, berlarut-lartunya konflik di parlemen antara KMP dan KIH memiliki dampak yang luas. Bukan hanya berpengaruh ke internal DPR, tapi juga ke pelaksanaan rangkaian ketatanegaraan secara luas. Terutama, menyangkut hubungan legislatif dan eksekutif sebagai penyelenggara pemerintahan. Peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Toto Izzul Fattah menyatakan kalau mandeg-nya DPR akan bisa membuat buntu pula penyelenggaraan pemerintahan. “Sebut saja soal anggaran terhadap kementerian-kementerian baru, ini kan juga harus bicara dengan DPR, sebab kalau tidak akan menyalahi undang-undang,” kata Toto. Karena itu, dia menambahkan, kedua pihak perlu segera menyelesaikan persoalan di antara mereka. Hal tersebut, lanjut dia, telah tergambar dari hasil survei lembaganya terakhir. Bahwa mayoritas publik menginginkan agar DPR tandingan bisa segera bubar. “Jika tidak bisa segera selesai juga secara politik, mau tidak mau harus diselesaikan secara hukum, ini terpaksa, Mahkamah Agung bisa masuk di sini,” imbuhnya. (dyn)

Tags :
Kategori :

Terkait