Dugaan korupsi bantuan sosial, bantuan keuangan dan hibah makin menguat. Bantuan dari pemerintah yang seharusnya bermanfaat untuk masyarakat justru kini menjadi bahan penyelidikan Kejaksaan Agung. Pengakuan mencengangkan pun diungkapkan para penerima bansos yang ditemui wartawan koran ini. SALAH seorang pegiat lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menerima bansos 2012 mengungkapkan, bantuan keuangan, hibah dan bansos ketika itu sekadar bagi-bagi rezeki semata. Bagi-bagi rejeki tersebut diberikan hampir sebagian besar LSM yang dekat dengan penguasa legislatif dan eksekutif ketika itu. Diakuinya, banyak penerima yang bantuannya disunat dengan berbagai alasan, kendati banyak juga yang menerima utuh 100 persen. Aktivis LSM yang enggan diungkapkan identitasnya ini mengaku, khusus untuk dirinya, ketika mendapatkan bansos pencairannya 100 persen tanpa potongan. Tapi, banyak yang mengeluhkan potongan bansos. “Saya menerima bansos pada tahun 2012 dan kegiatannya sudah dipertanggungjawabkan tanpa masalah,” ucapnya. Dia menambahkan, bansos yang bermotif bagi-bagi rezeki itu seringkali penggunannya justru tidak sesuai dengan ketentuan. Malah banyak penerima bansos yang menggunakannya untuk keperluan konsumtif pribadi. Meski ikut menerima bansos, dirinya tak memungkiri bantuan itu menjadi sarang korupsi. Bahkan, tak sedikit bansos yang fiktif. Sebagai salah satu penerima, dirinya siap menerima konsekuensi bila ditemukan ada penyimpangan pada pelaksanaan bantuan yang diterima. “Saya siap menanggung akibatnya asal seluruh penerima yang menyalahgunakan semuanya juga harus mempertanggungjawabkannya, termasuk dua mantan petinggi di Kabupaten Cirebon,” tegasnya. Penerima bansos lain yang disebutkan namanya mengungkapkan, banyak penerima bansos yang tidak menerima penuh bantuan itu terutama yang melalui jalur anggota DPRD. Biasanya penerima bansos itu dipotong 10 hingga 15 persen. Setelah mencairkan bantuan para penerima bansos akan ditagih potongan. Proses pemotongan dana bansos juga dilakukan secara sistematis. Ada yang melalui koordinator di setiap kecamatan ada juga yang langsung dari yang mengurus prosesnya. “Benar penerima bansos itu nggak terima seratus persen full,” ungkapnya. Potongan penerimaan bantuan, kata dia, terkadang dikeluhkan para penerima. Tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa lantaran potongan itu sudah seperti komitmen di bawah tangan. Ada juga penerima yang sukarela bansosnya dipotong 15 persen dan menganggapnya uang terima kasih. Padahal, potongan ini sebenarnya menjebak karena mengajarkan kepada masyarakat untuk tidak jujur. Meski tidak utuh, tetapi penerima bantuan harus mempertanggungjawabkan bansos sesuai dengan anggaran yang masuk ke rekening. Salah satu aktivis di wilayah timur Cirebon yang menerima bansos, Aan Anwarudin membenarkan dirinya menerima bansos pada tahun 2012 tanpa ada potongan apapun. Ketika itu dirinya mengajukan bantuan kepada dinas kebudayaan pariwisata pemuda dan olahraga (disbudparpora). Bantuan itu untuk keperluan memugar Makam Sanga di Desa Kanci Kulon. “Murni semuanya untuk pemugaran Makam Sanga. Jangankan bisa makan uang bansos tersebut malah saya nombok, bantuan hanya Rp100 juta tapi pemugaran makamnya mencapai Rp300 juta. Nah sisanya itu saya patungan dari keluarga, teman-teman dari warga lainnya,” ujar Aan. Dikonfirmasi terpisah, Wakil Ketua DPRD, Hj Yuningsih membantah tudingan bansos sebatas bagi-bagi rezeki dari pimpinan eksekutif dan legislatif yang ketika itu menjabat. Dirinya juga menolak mengomentari tudingan itu. “Waduh saya nggak tahu sama sekali masalah itu. Kalau untuk saya sendiri saya berikan bansos ini sesuai dengan peraturan. Saya berikan kepada pengurus masjid, musala dan juga yang benar-benar ada dan nyata tidak fiktif. Malah terkadang saya sendiri yang cek benar atau nggak nya,” bebernya. Ditanya mengenai adanya pemotongan pemberian bansos, Yuningsih tidak sepenuhnya menampik. Namun, menurut dia, potongan bansos tidak sampai 10 persen, apalagi 15 persen. Potongan yang dikenakan kepada penerima sebatas untuk mengganti biaya administrasi saat pembuatan proposal. Sebab, banyak calon penerima bansos yang tidak mengerti membuat proposal, apalagi mengurus administrasi pengajuan hingga pencairan. Para penerima kebanyakan inginnya tahu beres. Lantaran hal ini, ada petugas yang secara sukarela membantu. “Kalau potongannya 10 sampai 15 persen itu kata siapa? Saya kira itu nggak benar. Paling ada juga untuk adminitrasi, karena penerima bansos maunya enaknya saja langsung menerima bantuan. Tidak mau membuat proposal dan syarat lainnya, padahal itukan sangat penting,” katanya. Proses pembuatan proposal dan syarat kelengkapannya membutuhkan dana tidak sedikit. Ada biaya untuk cetak dokumen, fotokopi kelengkapan administrasi sampai transportasi untuk mengurus usulan ke organisasi perangkat daerah atau melalui anggota DPRD. “Yang saya tahu potongan itu ya hanya ratusan ribu, untuk ganti biaya bikin proposal dan persyaratan saja. Itu juga ada yang ngurusnya sendiri,” tuturnya. (deny hamdani)
Potongan Bisa Sampai 15 Persen
Jumat 21-11-2014,09:00 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :