Menaker: Cirebon Kantong TKI Terbesar

Sabtu 10-01-2015,10:00 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

Kemenaker Terbitkan Aturan Brantas Mafia TKI  CIREBON – Pemerintah Pusat melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indonesia mengeluarkan peraturan No 22 tahun 2014 tentang pelaksanaan penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Hal tersebut diungkapkan Menteri Tenaga Kerja M Hanif Dhakiri saat melakukan kunjungan pada kegiatan Pergamanas di Pondok Pensantren Khas Kempek, Kecmatan Gempol, Kabupaten Cirebon, Jumat (9/1). Peraturan tersebut guna memberantas dan meminimalisasi mafia-mafia TKI yang merugikan negara. Mengingat masih banyaknya TKI yang telantar akibat ulah mafia yang tidak bertanggung Jawab. Pihak Kementerian Tenaga Kerjaan Indonesia juga akan melakukan kompetensi secara cepat agar jumlah TKI formal meningkat dibandingkan dengan yang informal. Karena menurutnya masih tingginya jumlah TKI informal disebabkan tingkat pendidikan yang terbatas. Hanif menyebutkan, Kabupaten Cirebon termasuk kantong TKI terbesar. Akan tetepi hal tersebut, tidak dijadikan permasalahan. Namun jika penempatannya salah, hal tersebut akan menjadi masalah baru. Pihaknya mendorong pemerintah daerah agar meningkatkan kompetensi angkatan kerja di Kabupaten Cirebon. Targetnya tak lain peningkatan jumlah TKI formal dibanding informal. Ia menambahakan, bahwa salah satu masalah yang dialami para TKI, umumnya kesalahan proses rekurtmen di dalam negeri. Pembenahan mekainsme rekrutmen di daerah asal tersebut merupakan solusi perlindungan terhadap TKI.  Dalam aturan baru tersebut, para calo TKI atau petugas rekrut harus diangkat sebagai karyawan resmi perusahaan pengerah TKI atau Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang dilengkapi surat pengangkatan atau surat kontrak. \"Para petugas rekrut harus dilengkapi surat tugas dan identitasnya tercatat secara resmi di Dinas Ketenagakerjaan daerah. Petugas PPTKIS itu pun dilarang memungut biaya rekrut kepada calon TKI,” katanya. Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Cirebon Deny Agustin menyebutkan, setidaknya terdapat 5.000 TKI informal di wilayahnya. Jumlah itu, terhitung nyaris seimbang dengan TKI formal. Namun menurutnya, TKI informal masih lebih banyak. “Salah satu persoalan dalam TKI yakni banyaknya  pekerja di sektor informal dibanding formal. Kami mengupayakan TKI formal meningkat dibanding informal, sebagaimana target pemerintah pusat untuk 2017 nanti,” katanya. TKI formal sendiri, menurutnya, berarti mereka yang bekerja di luar negeri pada berbagai perusahaan atau organisasi berbadan hukum, memiliki kontrak kerja  yang kuat, serta dilindungi secara hukum. Sementara TKI informal lebih mengarah pada mereka yang bekerja sebagai penata laksana rumah tangga. Dia menjelaskan, sebenarnya tak sedikit industri-industri di luar negeri yang membutuhkan TKI. Sayangnya, rata-rata warga justru lebih memilih menjadi TKI informal ketimbang formal. Situasi ini juga tak lepas dari tingkat pendidikan mereka yang terbatas. “Kesempatan bekerja di industri terbuka lebar, tapi mereka malah pingin ke informal. Rata-rata hambatannya akibat tingkat pendidikan mereka yang terbatas,” tuturnya. (arn)

Tags :
Kategori :

Terkait