Kaji Moratorium SMK TIK Baru

Senin 02-02-2015,09:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JAKARTA - Keberadaan SMK bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sekarang menjamur. Setiap ada pendirian SMK baru, hampir dipastikan membuka bidang TIK. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sedang mengkaji pemberlakuan moratorium pendirian SMK bidang TIK baru. Direktur Pembinaan SMK Ditjen Pendidikan Menengah Kemendikbud Mustaghfirin Amin mengatakan, pendirian SMK termasuk dengan bidangnya harus menyesuaikan dengan kebutuhan daerah setempat. Misalnya daerah dengan sumber daya pertanian tinggi, maka dibangun SMK pertanian. Atau daerah di pinggir laut, maka dibangun SMK bidang perikanan atau kelautan. “SMK baru dibangun di tengah gunung atau hutan, membuka bidang TIK. Tentu harus dipertimbangkan lagi,” katanya saat dihubungi, kemarin. Mustaghfirin menjelaskan, di daerah-daerah pelosok mungkin masih dibutuhkan tenaga terampil di bidang TIK. Tetapi jumlah kebutuhannya tidak terlalu banyak dibandingkan di daerah perkotaan. Sehingga, akan terjadi potensi penumpukan tenaga terampil TIK yang “tidak terpakai”. Menurut pejabat yang juga lulusan SMK itu, keberadaan SMK dengan bidang keahlian yang tidak klop dengan potensi daerah, juga berpotensi mendorong urbanisasi tenaga terampil ke perkotaan. “Padahal sekarang Kemendikbud ingin tenaga terampil ya bekerja di daerah masing-masing. Mengelola potensi di daerahnya. Di kota sudah padat,” jelasnya. Pertimbangan lain untuk membatasi keberadaan SMK bidang TIK adalah terkait guru. Hampir di semua pulau-pulau besar di Indonesia, perbandingan guru dan siswa di SMK bidang TIK sangat njomplang. Di pulau Jawa misalnya ada 4.723 guru mengajar 597.422 siswa SMK TIK atau 1:126. Di luar bidang TIK, Mustaghfirin mengatakan Kemendikbud akan mendorong minat anak-anak masuk SMK bidang pertanian dan kelautan atau perikanan. Untuk meningkatkan jumlah siswa di bidang ini, Kemendikbud siap mengucurkan beasiswa pendidikan full. “Sehingga, sudah tidak ada beban biaya lainnya,” ujar Mustaghfirin. Dia berharap lulusan SMK yang dikenal sebagai tenaga terampil itu bisa terserap optimal. Dengan demikian lulusan SMK tidak lagi menjadi penyumbang angka pengangguran di Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2013 menyebutkan, lulusan SMK menyumbang 9,88 persen angka pengangguran di Indonesia. Kepala SMKN 1 Surabaya (bidang TIK) Bahrun menuturkan, memang blunder jika setiap pendirian SMK baru orientasinya bidang TIK semua. Apalagi didorong mengikuti tren dan supaya mudah mencari siswa baru. Namun untuk posisi saat ini, Bahrun mengatakan lulusan SMK bidang TIK belum mencapai titik jenuh. Sehingga, masih ada potensi terserap lapangan pekerjaan. “Tenaga terampil TIK itu dibutuhkan di setiap lini dan di banyak bidang perusahaan,” ujarnya. (wan/end)

Tags :
Kategori :

Terkait