Tegang dengan DPRD, Ahok Lapor Dana Siluman ke KPK

Sabtu 28-02-2015,09:04 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JAKARTA- Keberanian Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama kembali ditunjukan. Pria yang akrab disapa Ahok itu mulai berani melawan DPRD yang mengeroyoknya lewat hak angket. Serangan balasan Ahok dilancarkan dengan melaporkan temuan dana siluman dalam APBD Jakarta ke KPK. Sekitar pukul 16.55 Ahok datang ke KPK bersama sejumlah pejabat Pemprov DKI. Staf-staf Ahok terlihat membawa sejumlah berkas cukup tebal. Sekitar sejam kemudian Ahok keluar dan memberikan keterangan bersama plt pimpinan KPK, Johan Budi. “Kami datang membawa bukti-bukti perbedaan APBD yang saya ajukan dengan ebudgeting dan yang dibuat kawan-kawan DPRD,” ujarnya. Mantan Bupati Belitung Timur itu mengatakan ada selisih angka dalam APBD sebesar Rp12,1 triliun itu tidak bisa dibiarkan. Seperti diketahui, perseteruan eksekutif dan yudikatif ini bermula ketika Ahok menemukan adanya dana fiktir Rp8,8 triliun dalam RAPBD Jakarta yang totalnya berjumlah Rp73,08 triliun. DPRD membantah adanya dana fiktif itu dan memaksakan mengetok RAPBD pada 27 Januari lalu. Melihat ketidakberesan itu, Ahok melawan. Pemprov DKI Jakarta tak mengirimkan draf APBD versi DPRD. Sebagai gantinya, Ahok mengirimkan draf APBD 2015 versi e-budgeting ke Kementerian Dalam Negeri untuk mendapatkan persetujuan. Dalam draf itu, tidak dicantumkan mata anggaran hingga satuan ketiga. DPRD pun merasa dibohongi karena pemprov tidak memasukkan mata anggaran sesuai dengan pembahasan bersama. Ahok pun kemudian dikeroyok lewat hak angket oleh DPRD. “Mereka (DPRD) salah membuat angka-angka itu. Ini tidak bisa dibiarkan,” terangnya. Selain menyerahkan data terkait RAPBD 2015 ke KPK Ahok juga meminta BPKP melakukan audit. “Saat ini BPKP sudah melakukan audit yang 2014. Dan untuk tahun-tahun sebelumnyam 2012 dan 2013 sudah ada auditnya dan akan saya serahkan ke KPK juga,” jelasnya. Ahok mengaku melaporkan kejanggalan itu bukan karena tengah dikeroyok DPRD. Namun dia mengklami sudah memiliki cukup bukti untuk membuat laporan ke KPK. “Kami kan mesti mencari bukti dulu. Angka-angka dalam APBD itu harus disisir satu persatu dulu. Tiga hari Bappeda melakukan ini semua,” ujarnya. Menurut dia ketidakberesan seperti itu sebenarnya sudah tercium ketika Joko Widodo masih menjadi Gubernur DKI Jakarta. Ketika itu Ahok dan Jokowi juga mau melaporkan namun buktinya belum didapat. “Nah, dengan adanya e-budgeting seperti saat ini, semua ketidakberesan itu tampak. Itulah kenapa kami baru bisa laporkan sekarang,” jelasnya. Bukti yang dibawa misalnya APBD 2014 dimana ada 55 sekolah yang kecolongan adanya dana Rp4,3 triliun yang tidak bisa dieksekusi. Ada juga dana Rp6 miliar di sejumlah sekolah untuk pengadaan Uninterruptible Power Supply atau UPS (semacam daya tambahan yang biasa digunakan untuk mengatasi mati listrik di komputer). Menurut Ahok, waktu itu kepala sekolah tidak pernah merasa memesan UPS. Ahok curiga pola-pola yang sama itu akan terjadi dalam penyerapan APBD 2015. Dia tidak mau menjelaskan apa sebenarnya potensi korupsi dari diketemukannya dana siluman itu. Dia juga tidak bisa memperkirakan berapa potensi kerugian negara yang timbul akibat adanya dana siluman itu. Menurut dia hal tersebut mesti dilakukan penyelidikan dulu oleh KPK. “Saya rasa KPK nanti bisa menjelaskan soal itu (potensi korupsi),” kata Ahok. Sementara itu Plt Pimpinan KPK Johan Budi mengatakan data-data yang dibawa Ahok bisa membantu penyelidikan lembaganya. “Sejak awal kan terkait dana siluman ini kami meminta Pak Ahok lapor dengan menyertakan bukti,” kata Johan. Data itu akan ditelaah terlebih dulu, sehingga Johan belum bisa menyimpulkan apapun terkait laporan Ahok. Johan berjanji KPK akan maksimal menindaklanjuti perkara itu. Meskipun saat ini KPK telah digoyang dengan sejumlah masalah. Salah satunya tindak lanjut kasus Budi Gunawan dan praperadilan yang diajukan beberapa tersangka. Menurut dia, KPK dalam menangani perkara tak melihat siapa pelapornya. Proses penanganan tetap akan melalui mekanisme yang ada. Laporan Ahok itu pun akan terlebih dulu melalui proses telaah di bagian pengaduaan masyarakat. Jika kemudian dari telaah itu ditemukan unsur korupsi, maka KPK akan meningkatkan ke penyelidikan dan penyidikan. “Dalam tahapan telaah, kami tak menutup kemungkinan akan meminta keterangan lagi dari Pak Ahok,” ujar Johan. Sebelum ke KPK, siang hari, Ahok lebih dulu mampir menemui Presiden Joko Widodo. Dia datang di komplek Istana Kepresidenan sekitar 12.30 WIB. Menurut gubernur DKI Jakarta pengganti Jokowi tersebut, dirinya yang diundang presiden untuk hadir di istana. “Awalnya Rabu (25 Februari 2015, red), tapi saya nggak bisa datang, Rabu saya sakit gigi,” kata Ahok sesaat setelah bertemu presiden. Dia mengakui, kalau persoalan terkininya dengan DPRD DKI Jakarta turut menjadi pembahasan keduanya. Menurut Ahok, Jokowi sempat menanyakan tentang bagaimana kemungkinan-kemungkinan terkait kelanjuta hak angket yang sudah resmi disahkan. “Kalau di (hak) angket, saya (dinyatakan) salah, terus lapor ke MA (Mahkamah Agung, red), ya dipecat Pak. Bapak yang keluarkan SK (nantinya),” tutur Ahok mengulang pembicaraannya dengan presiden. Dia melanjutkan, kalau presiden sempat pula menanyakan tentang ruang untuk menolak mengeluarkan SK pemberhentian, jika nanti MA ternyata menyetujui pula usulan pemberhentian. “Bapak (presiden) nggak bisa menolak, paling tahun depan dipecatnya Pak,” kata Ahok, kembali. Perseteruan Ahok dan DPRD DKI Jakarta makin memanas setelah pemprov DKI Jakarta mengirim draf APBD 2015 versi e-budgeting kepada Kementerian Dalam Negeri untuk disetujui. DPRD merasa di-kangkangi. Pasalnya, draf tersebut tidak memasukkan mata anggaran sesuai dengan hasil pembahasan bersama pemprov dan DPRD sebelumnya. Terkait persoalan e-budgeting tersebut, menurut Ahok, sempat pula dibicarakan bersama presiden. Bahkan, mantan bupati Belitung Timur itu sempat menanyakan langsung pada Jokowi, tentang komitmen untuk tetap menjadikan e-budgeting berlaku di seluruh Indonesia kedepan. “Harus, nggak ada toleransi,” katanya, mengulang jawaban presiden. Selain komitmen mendukung pelaksanaan e-budgeting, dia menyatakan, kalau presiden juga secara tidak langsung ikut mendukung langkahnya melapor ke aparat penegak hukum. Menurut Jokowi, solusi menghadapi kerumitan persoalan terkait APBD 2015 di DKI Jakarta adalah dengan pelibatan pihak-pihak berwajib. “Solusinya, ya harus laporkan ke yang berwajib,” tegas Ahok, kembali mengulang pernyataan presiden. (gun/dyn)

Tags :
Kategori :

Terkait