KUNINGAN - Sejak tahun 2006 hingga 2014, Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) selalu terbakar. Satu-satunya tahun yang tidak mengalami kebakaran adalah tahun 2010 ketika musim hujan sepanjang tahun. Melihat kondisi seperti ini, tahun ini BTNGC menargetkan zero fire. Untuk mewujudkan target tersebut, mulai Juni atau memasuki bulan kemarau, sudah bersiap dengan zero fire dan program camp fire care atau kemah peduli api. Untuk persiapan awal, pada pekan kemarin dilakukan latihan penanggulangan kebakaran. Kegiatan ini juga sekaligus untuk pengecekan alat agar tidak macet ketika digunakan. Pelatihan dan pengecekan alat dilakukan di objek wisata Balong Dalem, Jalaksana, oleh 17 petugas. Sementara untuk program kemah peduli api akan mulai dilakukan 1 Juli. BTNGC mendirikan pos sebanyak 10 titik di lokasi rawan kebakaran. Dengan rincian, enam titik di Kuningan yang tersebar di Kecamatan Cilimus, Mandirancan, dan Pasawahan. Sedangkan sisanya di wilayah Majalengka. “Setiap pos dijaga minimal tiga orang dan nanti meningkat menjadi enam orang. Yang berjaga di pos terdiri dari petugas BTNGC dan masyarak sekitar. Mereka setiap hari terus berjaga,” ucap Kepala BTNGC, Ir Padmo Wiyoso melalui salah seorang staf, Idin Abidin kepada Radar, akhir pekan kemarin. Menurut Idin, dengan adanya orang yang berjaga, mereka akan mudah memadamkan api. Tentu berbeda kalau situasinya petugas jauh dari lokasi kebakaran, dengan cepat api bisa melahap lahan. “Kami berkaca dari pengalaman sebelumnya. Selain program kemah peduli api, juga dilakukan upaya lain, yakni pembuatan sekat bakar,” tambahnya. Mengenai jumlah lahan yang terbakar, kata dia, tidak sama setiap tahunnya. Hingga saat ini, 99 persen karena faktor disengaja dan dilakukan oleh manusia. Sejak ditetapkan menjadi Taman Nasional pada tahun 2004, lanjut dia, baru sejak tahun 2006 Ciremai selalu terbakar. Dengam rincian tahun 2006 sebanyak 767,60 hektare, tahun 2017 menurun menjadi 223 hektare. Sedangkan pada tahun 2008, luas lahan hutan yang terbakar sebanyak 474,3 hektare. Untuk tahun 2009 sebanyak 781 hektare. Tahun 2010 sendiri tidak terjadi kebakaran karena sepanjang tahu nselalu yaris hujan. Sementara pada tahun 2011, lanjut dia, lahan hutan yang terbakar sebanyak 544,83 hektare, tahun 2012 jumlahnya sangat banyak, yakni 1.174,65 hektare. Dan pada tahun 2013 dan 2014 terdiri dari 14,96 hektare dan 263,79 hektare. Tentu dari jumlah ini menimbulkan kerugian yang tidak kecil. Iding merinci, waktu kejadian kebakaran paling banyak terjadi pada siang hari dari mulai pukul 12.00-17.00. Hal ini karena hembusan angin yang kencang dan persentasinya mencapai 35 persen atau 24 kali. “Kami meminta dukungan dari semua pihak agar program ini bisa tercapai. Karena, meski api bisa dipadamkan, tetap menimbulkan kerugian dimana akan adanya gas karbon yang timbulkan. Untuk itu, maka langkah terbaik adalah mencegah timbulnya kebakaran,” pungkasnya. (mus)
BTNGC Targetkan Zero Fire Tahun 2015
Senin 29-06-2015,09:00 WIB
Editor : Harry Hidayat
Kategori :