Pro Kontra Jam Operasional Tempat Hiburan
Rencana penerapan pembatasan jam operasional tempat hiburan malam (THM) dalam rancangan peraturan daerah tentang ketertiban umum (Raperda Tibum) menjadi pro kontra legislatif dan eksekutif. Ada yang menginginkan tutup pukul 00.00 (12 malam), ada juga yang pilih opsi 02.00.
SALAH satu pihak yang menanggapi persoalan ini adalah Kepala Dinas Pemuda Plahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporbudpar) Kota Cirebon, Dana Kartiman. Dia mengatakan, rencana pembatasan jam opreasional THM harus dievaluasi lagi. Jika diberlakukan pukul 00.00 (jam 12 malam) dikhawatirkan membawa multi-effect bagi perkembangan kota.
“Intinya harus dievaluasi lagi. Karena orang yang bertamu di Kota Cirebon itu tidak sedikit. Kalau jam operasional tempat hiburan malam dibatasi, wisatawan yang ada di Kota Cirebon bisa pindah ke kota/kabupaten tetangga,” ujar Dana Kartiman kepada Radar, Selasa (18/8).
Masih kata Dana, ini bisa mengancam keberlangsungan hotel-hotel di Kota Cirebon. “Hotel kita bisa tidak laku. Kebanyakan mereka yang berkunjung tidak sehari atau dua hari. Paling tidak tiga hari wisatawan atau pendatang yang bermalam di Kota Cirebon. Potensi Cirebon bisa tergali, karena aktivitasnya tidak hanya di siang hari. Malam hari pun ada. Artinya Kota Cirebon meski sudah malam tetap hidup,” ungkapnya.
Dicontohkan, pada saat pembangunan Tol Cipali, para kontraktor banyak bermalam di Kota Cirebon. Hal ini tentu menyumbang pendapatan bagi kota. “Pada dasarnya saya sepakat dengan mengurangi tindak kriminalitas di malam hari. Tapi, saya pikir tinggal kita melakukan penataan ulang saja, tidak mesti diberlakukan jam operasional malam. Mungkin bisa dilakukan dengan meningkatkan tingkat keamanan di wilayah masing-masing untuk menjaga Cirebon tetap kondusivitas,” usulnya.
Sementara Anggota Pansus Raperda Tibum, Dani Mardani SH MH, mengatakan, raperda ini sedang digodog. Dia mengaku ada salah satu poin yang menjadi titik tekan pemerintah daerah, terutama jam operasional hiburan malam. “Regulasi raperda itu sangat dibutuhkan untuk Kota Cirebon yang notabene sebagai kota wali. Hal itu juga dilakukan untuk menekan tingkat kriminalitas yang terus meningkat. Saat ini raperdanya sedang dibahas,” ujar Dani.
Kota besar seperti Bandung, sambung Dani, bisa menerapkan aturan pembatasan jam operasional tempat hiburan malam. “Masa Pemkot Cirebon tidak bisa menerapkan itu,” tanyanya.
Anggota pansus lainnya, Cicip Awaludin SH, juga mengungkapkan hal serupa. Dia setuju dengan adanya pembatasan jam operasional tersebut. Apalagi fraksi PDIP termasuk salah satu yang mengusulkan wacana tersebut. “Alasannya, karena ada korelasi kerawanan sosial dengan bukanya tempat hiburan malam lebih dari jam 12 malam,” ucapnya.
Meski ada pembatasan jam operasional, Cicip mengatakan pemkot tak perlu khawatir soal pemasukan untuk pendapatan asli daerah (PAD). “Karena memang tidak terlalu berpengaruh pada sektor pendapatan asli daerah,” ucapnya.
Sementara Ketua Majelis Taklim Annadwah, H Andi Yusuf mengaku setuju jika jam operasional tempat hiburan malam dibatasi. \"Saya sangat setuju, ini sebagai upaya meminimalisasi dampak negatif dari hiburan malam. Sehingga kita tidak terlalu malu terhadap para pendiri Cirebon, terutama Sunan Gunung Jati. Apalagi kita disebut sebagai kota wali,\" tandas Andi kepada Radar, Selasa (18/8).
Adanya penentangan dari para pelaku usaha tempat hiburan malam, dinilai Andi sebagai sesuatu hal yang wajar. Apalagi suatu hal yang memiliki tujuan baik. \"Toh sudah dikasi ruang dan waktu untuk beroperasi, masih bisa untuk diajak dialog,\" tukasnya.
Sementara terkait dengan terancamnya penurunan PAD karena jam operasional dibatasi, Andi berpendapat hal ini bukan menjadi alasan. Pasalnya PAD tidak dihasilkan dari satu bidang saja. \"Kita kan bisa genjot dari sektor lain. Pariwisata, kuliner dan di situ pun dibutuhkan SDM yang banyak bila dikelola dengan baik dan profesional,\" jelasnya.
Ia menyebutkan, alasan penurunan PAD dan tidak ramah terhadap investasi hanya alibi. Menurutnya, pemkot punya data dan potensi yang cukup banyak tentang investasi. \"Tidak ramah investasi itu hanya alibi, karena kalau dikonsultasikan dengan pemkot, masih ada investasi yang baik dan menjanjikan di Kota Cirebon,\" terangnya.
Sebelumnya, Walikota Cirebon Drs Nasrudin Azis SH pernah angkat suara soal ini. Azis tak tegas, apakah setuju atau menolak pembatasan jam operasional tempat hiburan malam.
Dia hanya mengatakan Kota Cirebon saat ini sebagai pusat perdagangan dan jasa. “Ya pengawasan harus ditingkatkan, karena untuk menjaga kondusivitas daerah adalah menjadi tanggung jawab kita bersama. Kalau jam operasional tempat hiburannya dibatasi, tapi tidak berkualitas dan menimbulkan banyak masalah, percuma saja,” ucapnya.
Dia menambahkan, yang paling penting bagi pemerintah adalah pengusaha harus bisa meminimalisasi kegiatan berbau maksiat. Yang perlu dilakukan adalah mengawasi kualitas tampilan hiburan malam, seperti konsistensi mereka tak menjual minuman beralkohol. (sam/jml)