NAPAS Robert dan Tracy Elcombe masih terengah-engah ketika mereka akhirnya sampai ke sekoci setelah menuruni tangga darurat. Tapi, baru saja duduk, seorang staf Costa Concordia, kapal pesiar mewah yang dinaiki pasangan suami istri asal Inggris yang berdomisili di Australia itu, meminta mereka kembali ke geladak.
“Tak ada masalah apa-apa (pada kapal, red). Hanya gangguan pada generator,” kata staf itu sebagaimana diceritakan kembali oleh Robert kepada Daily Mail. Robert dan Tracy pun kembali. Tapi, yang mereka temui di geladak justru kekacauan dan kepanikan. Kapal mulai miring, orang-orang dan barang berjatuhan, teriakan, serta jeritan.
Robert dan Tracy yang beruntung sempat berpegangan ke pagar geladak itu masih sempat memegangi satu-dua orang yang hampir terjatuh. “Benar-benar seperti Titanic. Kami kehilangan semuanya: paspor, barang, uang. Tapi, setidaknya kami selamat, tak seperti beberapa yang lain,” ujar Robert.
Ya, hampir semua survivor dari insiden di perairan dekat Pulau Giglio, Italia, itu sepakat bahwa apa yang mereka alami tak ubahnya yang tergambar dalam film Titanic. Film epik garapan James Cameron yang dirilis pada 1997 dan memenangi sebelas Oscar itu didasarkan kepada tragedi kapal pesiar mewah Titanic yang karam setelah menabrak gunung es bawah laut pada 15 April 1952 dan menewaskan 1.517 orang. Kapal tersebut dalam perjalanan dari Southampton (Inggris) menuju New York (Amerika Serikat)
Costa Concordia terguling tepatnya pada Jumat tengah malam lalu (13/1) di dekat Pulau Giglio, Italia. Kalau Titanic tenggelam karena menabrak gunung es, Costa Concordia karam setelah menabrak karang. Kapal yang mengangkut 4.234 orang --1.000 di antaranya kru-- itu lantas miring dan separo badannya kini berada di bawah air dan diperkirakan segera ambles secara keseluruhan.
Jumlah korbannya memang tak sebanyak Titanic, yakni dipastikan tiga orang. Dua orang di antaranya adalah penumpang asal Prancis dan seorang kru kapal asal Peru. Namun, hingga tadi malam WIB, 40 orang lainnya belum diketahui nasibnya.
Tim SAR masih terus berusaha mencari 40 orang tersebut. Mereka mengerahkan kapal penyelamat, helikopter, dan penyelam. Sedangkan lebih dari 4 ribu orang lainnya “penumpang dan kru” selamat. Dua orang di atara tiga penumpang terakhir yang berhasil diselamatkan kemarin (15/1) adalah sepasang pengantin baru yang tengah berbulan madu asal Korea Selatan. Satu orang lainnya adalah seorang kru kabin senior asal Italia.
Meski jumlah korban tak semasif Titanic, kengerian dan kepanikan yang dirasakan mereka yang berada di kapal yang angkat sauh dari Civitavecchia, Italia, itu tak kalah dengan yang bisa disaksikan di film. Apalagi, mereka yang selamat bersaksi, para kru kapal sepanjang 290 meter dan tinggi 31 meter tersebut sangat lambat dalam memberikan petunjuk pertolongan. Jumlah pelampung yang dibagikan pun tak mencukupi.
“Kami sampai berteriak berulang-ulang kepada kru kapal agar segera menurunkan sekoci. Mereka malah awalnya melarang kami masuk ke sekoci,” tutur Mike van Dijk, penumpang asal Belanda. Padahal, begitu mendengar bunyi dentuman pada Jumat malam lalu itu, saat kebanyakan penumpang sedang makan malam atau bersantai di panggung hiburan yang tersaji di kapal, semua langsung merasa ada yang tak beres pada kapal yang dibangun dengan biaya 450 juta euro (Rp5,1 triliun) itu.
“Kami merasakan kapal menabrak sesuatu dan semua barang mulai berjatuhan. Gelas-gelas pecah dan semua orang panik serta mulai berlarian. Kami melihat melalui jendela, air kian dekat dan dalam waktu sangat cepat air sudah masuk,” tutur Fabio Costa yang bekerja di salah satu toko di dalam kapal itu sebagaimana dikutip The Guardian.
Toh, membutuhkan waktu hampir satu jam bagi kapten kapal Francesco Schettino untuk mengumumkan kepada para penumpang agar meninggalkan kapal yang dilengkapi berbagai fasilitas luks, mulai lapangan olahraga, teater, bioskop, hingga restauran itu. Celakanya lagi, bukannya memikirkan para kru dan penumpang, Schettino justru menyelamatkan diri lebih dulu.
Aparat Italia akhirnya menangkap kapten tak bertanggung jawab asal Napoli, Italia, itu di Porto Santo Stefano, sebuah pelabuhan di wilayah daratan Negeri Pizza, atas dugaan mengakibatkan orang lain terbunuh. Ditangkap pula Ciro Ambrosio, wakil kapten Costa Concordia.
Dalam pemeriksaan awal, Schettino yang telah sebelas tahun bekerja di Costa Cruises, perusahaan yang mengoperasikan Costa Concordia, berkilah bahwa karang yang ditabrak kapalnya sama sekali tak ada di peta maritim apa pun. Namun, jaksa Francesco Verusio yang memimpin investigasi --sebagaimana dikutip kantor beritan Ansa- menyebutkan bahwa sebelum menabrak karang, kapal yang mulai beroperasi pada 2006 dan rencananya singgah di Savona, Cagliari, dan Palermo (semuanya di Italia); Marseille (Prancis), serta Barcelona dan Palma de Mallorca (Spanyol) itu sudah salah arah dengan mendekati Pulau Giglio.
Adapun Gianni Onorato, presiden Costa Cruises, memastikan bahwa Costa Concordia berada di rute yang tepat. Tapi, dia menyatakan bahwa pihaknya masih sulit menentukan apa yang sebenarnya terjadi. Yang pasti, listrik di kapal tersebut padam total setelah menabrak karang. Bagi Onorato, tugas terbesarnya sekarang ialah merepatriasi para penumpang dan kru yang selamat. “Kami akan sepenuhnya bekerja sama dengan otoritas Italia untuk mengetahui apa penyebab musibah tersebut,” tegasnya, sebagaimana dikutip BBC.
Apapun penyebabnya, tak akan bisa menghidupkan lagi seorang bayi yang sempat dititipkan ke tangan Georgia Ananias. Ayah dan ibu si bayi yang berasal dari Argentina menitipkan ke Ananias karena mereka kesulitan menjaga keseimbangan saat kapal mulai miring. “Saya gendong bayi itu, tapi kemudian saya terdorong,” kata perempuan asal Los Angeles tersebut kepada Daily Mail. Takut bayi itu jatuh, saya kembalikan ke orang tua mereka karena saya sudah berpikir itulah akhir hidup saya”. Ananias beruntung selamat. Namun, hingga tadi malam, dia belum menemukan sepasang suami-istri dan bayi mereka. “Kalau saja saya bisa menolong mereka?,” katanya dengan sedih. (c4/ttg)