Memberantas Miras yang Tak Pernah Tuntas
Peredaran minuman keras (miras) belum bisa dibendung. Pantura Cirebon pun menjadi jalur emas peredaran miras jenis tuak. Tuak kini bisa dengan mudah ditemukan di warung-warung. Saat miras pabrikan makin mahal dan sulit didapat, tuak kemudian naik daun karena harganya yang murah.
SALIMIN (27), warga Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, dalam sepekan ini harus dua kali berurusan dengan polisi gara-gara tuak. Senin malam (24/8), dia ditangkap Polsek Gunung Jati saat melintasi pantura Cirebon menuju Indramayu.
Mobil bak terbuka nopol E 8010 KO yang dikendarai Salimin digiring masuk menuju halaman Mapolsek Gunung Jati. Setelah diperiksa, dia ketahuan membawa 40 jeriken berisi tuak. Dari interogasi polisi, Salimin mengaku tujuannya ke sejumlah warung di jalur pntura Indramayu. Para pemilik warung di pantura Indramayu, kata Salimin, memesan tuak dari Banyumas. Dia hanya bertugas mengirim pesanan itu.
Cerita Salimin ini belum selesai. Dia belum kapok berurusan dengan polisi. Kamis (27/8), dia kembali ditahan di Indramayu. Dia ketahuan membawa lagi 30 jeriken tuak yang dengan sebuah mobil pikap bernopol E 8768 KN. Rencananya tuak-tuak itu akan dikirim di 3 titik di daerah Indramayu, yakni Kecamatan Indramayu, Kecamatan Patrol, dan Gabuswetan.
Sama saat dia ditangkap Polsek Gunung Jati, dia juga mengaku hanya sebagai pengirim. “Saya hanya disuruh mengirimkan tuak ke Indramayu oleh salah satu orang yang ada di Banyumas. Sekali kirim mendapatkan upah Rp100 ribu,” ujarnya.
Berkali-kali Salimin mengaku hanya mengantar barang titipan. Padahal dia sebenarnya juga paham seluk-beluk bisnis ini, termasuk cara membuat tuak. Salimin paham produksi tuak di Banyumas. Menurutnya, miras dari Banyumas ini hasil sadapan bahan kelapa. Sadapan nira tersebut kemudian ada yang dibuat gula aren (merah) dan ada yang dibuat tuak.
Tuak sendiri dalam satu jerikennya berisi campuran antara 10 persen sadapan nira, dan 90 persen air tawar. Bahkan tidak jarang air yang digunakan bukanlah air matang. Setelah disatukan, campuran antara nira kelapa dan air didiamkan beberapa hari untuk menghasilkan kualitas tuak yang bisa dipasarkan. “Kalau sudah jadi, langsung dijual. Tidak ada campuran lain seperti alkohol ataupun obat-obatan lainnya. Kalau di luar Ajibarang ya tidak tahu,” ujarnya.
Salimin pun mengaku hanya disuruh mengantarkan barang kiriman tersebut seminggu dua kali dan diupah Rp200 ribu setiap kali pengiriman. Setiap pengiriman ia lakukan malam hari. Untuk keamanan, ia memilih tol guna menghindari razia petugas di jalur pantura. “Saya masuk tol dan baru keluar di Cirebon lewat gerbang tol Plumbon. Lalu perjalanan diteruskan lewat pantura hingga Indramayu,” akunya.
Itu cerita soal peredaran tuak melalui jalur pantura. Di Cirebon juga masih banyak warung, terutama di sekitar Terminal Harjamukti, yang tak pernah kapok menjual tuak. Ini juga yang terlihat saat tim gabungan Satpol PP, Polres Cirebon Kota, dan Kodim 0614 melakukan razia, kemarin (28/8).
Tim gabungan menyisir sejumlah lokasi di Kecamatan Harjamukti, Lemahwungkuk, dan Kesambi. Satu persatu warung yang ada di sepanjang jalur pantura Kota Cirebon digeledah petugas. Tim ini kemudian menemukan tuak saat mendatangi salah tu warung di by pass, tak jauh dari SDN Larangan. Dari tempat itu, petugas mengamankan dua jeriken tuak dan satu ember besar tuak siap konsumsi.
Pemilik warung berkilah bahwa iras tuak tersebut adalah miras yang hanya dijual terbatas dari kalangan tertentu saja. Dia mengaku miras tersebut tidak dijual secara umum, apalagi kepada pelajar. Tidak ingin berdebat, petugas menyita miras tersebut dan memperingatkan pedagang tersebut agar tidak berjualan miras. Alasannya, Kota Cirebon saat ini sudah memiliki peraturan daerah soal nol persen alkohol.
Kasi Gakda dan Perwali Satpol PP Kota Cirebon, Pepi Supriyatna, mengatakan razia-razia serupa akan terus digencarkan. Ini dilakukan sesuai dengan amanat perda yang manyatakan bahwa Kota Cirebon harus steril dari segala bentuk miras beralkohol. “Dampak dari miras ini bahaya sekali. Rata-rata tindak kriminal itu dilakukan setelah mengonsumsi miras. Makanya kita tekan agar Cirebon kondusif,” ungkapnya.
Pengungkapan miras, sambung dia, tak hanya menjadi tugas Satpol PP, polisi, atau instansi lainnya. Dia mengatakan warga Cirebon juga peran penting dalam memberantas miras. “Kalau masyarakat punya informasi soal peredaran miras, kabarkan dan pasti kami razia,” tegasnya. (dri)