Mewujudkan Negara Maritim Berkelas Dunia

Sabtu 17-10-2015,09:00 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

Oleh: Verry Wahyudi Tantangan semakin kompleks. Dalam waktu dekat kita bakal memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang pastinya mutlak membutuhkan inovasi, kreativitas tinggi, serta tenaga kerja berkualitas. Harus jujur diakui, tampaknya kita masih gagap dalam menyambut MEA. FORUM Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF) dalam Laporan Penilaian Daya Saing Global 2014-2015, menempatkan indeks daya saing global Indonesia di peringkat 34 dari 144 negara. Indonesia berada di atas Spanyol (peringkat ke-35), Kuwait (peringkat 40), serta India (peringkat 71). Sebelumnya, Indonesia menduduki peringkat 38 pada tahun 2013-2014. Di tataran ASEAN, peringkat Indonesia dikalahkan Singapura (peringkat 2), Malaysia (peringkat 20) dan Thailand (peringkat ke-31). Tapi, Indonesia masih melampaui Filipina (peringkat 52), Vietnam (peringkat 68) dan Laos (peringkat 93). Indikator penilaian daya saing global ini meliputi segi pengelolaan kelembagaan yang bagus, ketersediaan infrastruktur, kondisi ekonomi makro, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan tingkat atas dan pelatihan, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenaga kerja, pengembangan pasar keuangan, kesiapan teknologi, ukuran pasar, lingkungan bisnis dan inovasi. MODAL PEMBANGUNAN Namun, apapun yang terjadi, seyogianya kita harus tetap memelihara komitmen dan optimisme. Karena bagaimanapun betapa sebetulnya Indonesia mempunyai modal besar yang bisa dikelola sebagai bekal melaksanakan pembangunan; yakni wilayahnya yang terdiri dari daratan dan lautan yang luas, seraya menyimpan keragaman dan kekayaan sumber daya alam, penduduknya yang berjumlah dua ratus juta lebih serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)-nya yang mencukupi. Begitupun kita memiliki para akademisi, teknokrat dan stake holder lainnya yang siap membuat desain pembangunan unggul dan saling bahu-membahu hendak membantu menyelenggarakan pembangunan. Pendidikan tinggi meliputi jenjang D-1 sampai S-3 yang fungsinya bergradasi dari menyiapkan tenaga kerja terampil ke tenaga profesional dan peneliti. Mereka diharapkan dapat menjadi tenaga yang berkualitas di berbagai industri. Pengembangan ekonomi dalam arti yang sebenarnya haruslah bertumpu pada riset dan pengembangan teknologi yang kemudian oleh pengusaha diaplikasikan dalam industri. Sudah saatnya riset dan ekonomi menyatu. Bila departemen pendidikan dipecah, ada baiknya sekolah dasar sampai menengah berada dalam koordinasi menko kesra, tetapi pendidikan tinggi dan riset berada dalam koordinasi menko ekuin. Ini untuk memberikan nuansa perubahan dengan skala besar (Bambang Setiaji, 2014). PEMBANGUNAN MARITIM Kita patut mengapresiasi iktikad pemimpin yang hendak fokus mengembangkan pembangunan maritim. Ini amat mulia, terobosan cemerlang dan merupakan momentum emas. Terus terang, selama ini pembangunan maritim Indonesia kurang maksimal diejawantahkan. Mulai 29 September 2014 lalu, kita sudah mempunyai Undang-undang Kelautan (UU Kelautan). UU Kelautan adalah angin segar dan mengonfirmasi kebulatan tekad guna menyelenggarakan pembangunan maritim secara lebih serius. Mewujudkan negara maritim membutuhkan kebijakan kelautan (ocean policy) yang diandalkan dapat menciptakan tujuan untuk menjadi negara maritim yang sejahtera. Dalam menjabarkan kebijakan kelautan menjadi sebuah mainstream pembangunan ekonomi nasional, pembangunan dituangkan dalam kebijakan-kebijakan nyata yang implementatif melalui kebijakan ekonomi kelautan (ocean economic policy), kebijakan tata kelola kelautan (ocean governance policy), kebijakan lingkungan laut (ocean environment policy), kebijakan pengembangan budaya bahari (maritime culture policy) serta kebijakan keamanan maritim (maritime security policy). Kebijakan tersebut acuan pembangunan kelautan baik jangka pendek, menengah, maupun panjang dalam kerangka besar mengukir masa depan bangsa (reframing the future), (Tridoyo Kusumastanto, 2014). Bahkan, secara khusus Kabinet Kerja Jokowi-JK membentuk Kementerian Kordinator Maritim. Ini merupakan bukti kesungguhan ingin menggelar pembangunan maritim. Kementerian Kordinator Maritim membawahi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pariwisata serta Kementerian Perhubungan. Kedudukan kementerian-kementerian ini dibawah Kementerian Kordinator Maritim pastinya karena didambakan supaya lebih mengonsentrasikan program kerjanya selaras dengan memanfaatkan dan membantu menggali potensi kemaritiman. Potensi bisnis kelautan di Indonesia amat besar, yakni meliputi minyak bumi, perikanan, wisata bahari, wisata pesisir, bioteknologi, serta transportasi laut. Bila dikelola secara baik bakal menghadirkan keuntungan dan keistimewaan bagi Indonesia sendiri. Bukankah pada hakekatnya kita memiliki catatan sejarah dan peradaban gemilang terkait pembangunan maritim? Nenek moyak kita sejak dahulu kala dikenal sebagai seorang pelaut. Tepatnya ketika masa kejayaan Nusantara. Dimana Kerajaan Sriwijaya dan Mataram berhasil menguasai laut di berbagai bangsa dan negara. Hingga sampai mampu memberikan kelimpahan atau kesejahteraan terhadap rakyatnya. Kita mesti berusaha merajut kembali kegemilangan itu. Ayo membangun Indonesia menjadi negara maritim berkelas dunia! Jalesveva Jayamahe, Di Lautan Kita Jaya. (*) *)Penulis adalah Analis Politik dan Ekonomi, Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas 17 Agustus 1945 (FISIP Untag) Cirebon.

Tags :
Kategori :

Terkait