Tahun Baru, Wawali Baru?

Kamis 31-12-2015,17:50 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

Banyak peristiwa penting yang terjadi di Kota Cirebon selama tahun 2015 ini. Mulai wafatnya Walikota Drs H Ano Sutrisno MM, masalah kekosongan jabatan wakil walikota, wacana one way Jl Kartini, hingga Kasus “Papa Rebut Proyek”. Dari semua pemberitaan di Radar Cirebon, soal kekosongan dan gonjang-gonjang wakil walikota menempati porsi pemberitaan paling lama (sembilan bulan) dan menguras energi.   PASCA wafatnya Ano Sutrisno, Nasrudin Azis menempati posisi E1 di Kota Cirebon. Sehingga otomatis, kursi wakil walikota (Wawali) yang ditinggalkannya, menjadi incaran berbagai pihak. Namun, hingga saat ini kursi E-2 tersebut masih kosong. Dua kubu, Partai Demokrat yang mengusung Dra Hj Eti Herawati alias Eeng Charli dan Toto Sunanto yang diusung Partai Golkar, seperti saling mengunci. Azis pun seperti “lunglai” tak berkutik, padahal tiap kali di depan publik, dia selalu gembar-gembor menginginkan pendamping. “Saya sangat membutuhkan wakil (walikota). Dalam waktu dekat akan saya ajukan,” ucapnya kepada Radar, Selasa (7/4). Karena itu, Walikota Azis mengajukan dua nama untuk kemudian dipilih menjadi wawali sesuai aturan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Dua nama itu dari partai pengusung. Azis yang juga ketua DPC Partai Demokrat Kota Cirebon mengajukan nama Toto Sunanto dan Eti Herawati atau akrab disapa Eeng Charli. Toto merupakan politisi Golkar. Satu dari tiga partai pengusung Ano-Azis selain Demokrat dan PPP. Namun, masuknya nama Eeng Charli yang politisi Nasdem ini, membuat suasana politik semakin memanas. Pasalnya, sosok yang satu ini memiliki banyak kriteria untuk menjadi wawali. Karena itu, Golkar melakukan manuver dengan mengajukan dua nama sendiri. Yakni Toto Sunanto dan Muksidi, ketua DPC PPP Kota Cirebon. “Kami partai pengusung mengajukan dua nama ke panlih (Panitia Pemilihan) untuk diproses,” ujar Toto Sunanto. Kondisi ini menjadikan pemilihan wawali penuh dengan dinamika politik. Dengan dinamika yang ada, panitia pemilihan yang dipimpin Ketua DPRD Kota Cirebon Edi Suripno SIP MSi, seolah mengunci proses dengan membuat aturan yang multitafsir. “Panlih mengunci. Azis mengajukan dua nama, Golkar PPP juga. Ini saling mengunci,” ujar pengamat pemerintahan Afif Rivai SIP MA kepada Radar, Rabu (30/12). Hal ini berdasarkan fakta sejak diajukan pada sekitar April 2015 lalu, hingga Desember penghujung tahun ini belum kunjung ada kejelasan. Padahal, proses pemilihan wawali cukup sederhana. Dimana, saat dua nama sudah diajukan walikota, panlih memilihnya bersama anggota dewan lainnya. Bahkan, terbuka cara voting satu persatu anggota dewan. Nampaknya, hitungan Toto Sunanto sang ketua DPD Golkar Kota Cirebon saat itu, merasa kalah bersaing dengan Eeng Charli yang juga menjabat Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon. “Toto Sunanto memiliki peluang yang sama. Hanya saja dia kurang percaya diri,” ucap pengamat kebijakan publik Haris Sudiyana. Sebab, sosok Eeng Charli didukung beberapa partai selain Nasdem. Sementara, partai lainnya besar kemungkinan menyeberang mendukung Toto Sunanto. Mengetahui sikap Golkar, PPP dan panlih tidak sesuai harapan, Walikota Azis melakukan berbagai manuver. Dengan pengalamannya sebagai ketua DPRD Kota Cirebon, Azis melakukan lobi-lobi. Hanya saja, langkah yang dilakukan dinilai seolah tidak menunjukan keseriusan. Meskipun dalam berbagai kesempatan Walikota Azis selalu menegaskan keinginannya memiliki wawali. “Saya tegaskan butuh wawali,” ujar Azis. Toto Sunanto dan Eeng Charli tidak diam. Mereka melakukan langkah lobi untuk kepentingan masing-masing. Namun, kunci pemilihan di panlih DPRD Kota Cirebon sudah ditutup. Sejak saat itu hingga kini, panlih tidak terdengar lagi geliatnya. Karena proses yang terlalu lama dan tidak jelas, Eeng Charli sempat menyerah. Proses dinamika pemilihan wawali telah menguras tenaga dan pikirannya. Pada sisi lain, politisi Nasdem itu harus memikirkan dan bekerja untuk rakyat sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon. Juga, mengatur partai sebagai Ketua DPD Nasdem Kota Cirebon. Belum lagi, sebagai seorang ibu, Eeng Charli harus membagi waktu untuk banyak hal. Semua itu, ujarnya, menjadi pengalaman berharga. Namun, dengan stagnasi perkembangan wawali, Eeng Charli merasa lelah. \"Saya sudah capek. Siapapun wakil walikota yang terpilih, saya ikhlas,\" ujarnya, Minggu (23/8). Atas ajuan nama yang disampaikan Walikota Azis, nama perempuan yang aktif di berbagai organisasi ini mencuat. Bahkan, Azis dalam berbagai kesempatan menyampaikan ingin Eeng Charli sebagai wakilnya. Namun, lanjut Eeng, dinamika dalam dunia politik benar-benar selalu berubah. Hal ini menjadi pengalaman berharga untuk pijakan ke depan. Meskipun pasrah dan mengikhlaskan, Eeng Charli tetap bekerja dengan optimal sebagai anggota dewan. \"Saya tidak mempersoalkan siapapun yang terpilih, kita semua harus menghormati itu,\" ujarnya tentang kemungkinan ada nama lain yang muncul dan terpilih menjadi wawali. Pengamat kebijakan publik Agus Dimyati SH MH yakin, hasil akhir dari semua ini tidak akan ada wawali yang mendampingi Nasrudin Azis. Namun, jika skenario ini dijalankan, harus menunggu sampai satu tahun ke depan sebelum akhirnya aturan tentang maksimal 18 bulan jabatan dapat berdiri sendiri tanpa wawali. “Waktu yang sangat panjang. Saya khawatir Azis kelelahan di tengah jalan. Menurut saya, wawali harus ada,” tukasnya kepada Radar, Rabu (30/12). Sebab, tugas yang menumpuk dan berat perlu dibagi dengan wawali. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, sampai menyinggung lambatnya proses pemilihan wawali. Atas hal itu, saat ini Azis hanya melakukan dua upaya. Yakni melobi seluruh elemen terkait dan berdoa agar semua berjalan sesuai harapan bersama. Pada perjalanannya, sampai saat ini Azis melakukan lobi kepada semua pihak. Baik rekan di DPRD Kota Cirebon, partai pengusung hingga atasan walikota di tingkat povinsi maupun pusat. Selain itu, Azis melakukan upaya lain. “Terus berdoa agar semua berjalan tidak sampai terlambat,” ujarnya. Pengamat kebijakan publik Haris Sudiyana mengatakan, masyarakat Kota Cirebon membutuhkan wawali sebagai penyeimbang walikota saat berhalangan hadir. Bagaimanapun, mereka yang memilih pemimpinnya. Lepas dari siapapun wakil walikota yang mendampingi Nasrudin Azis, dia yakin warga Kota Cirebon tidak akan mempersoalkan. Pasalnya, saat ini kepentingan masyarakat Kota Cirebon sudah tergadaikan dan tidak bergerak maju. Haris mendesak para elit politik untuk memperbaiki Kota Cirebon dengan tindakan nyata agar masyarakat merasa nyaman dan mendapatkan pelayanan terbaik di berbagai lini kehidupan. Jangan sampai, pemilihan wawali dijadikan peta konflik dan mengorbankan masyarakat. Semua memahami peran wawali sangat penting dalam membantu kinerja walikota. Namun, banyak menjadi pertanyaan tentang keseriusannya. Karena itu, Haris meminta walikota untuk melakukan tindakan nyata tanpa perlu basa-basi. Di lain sisi, Ketua Pemuda Domkrat Kota Cirebon, Hartoyo mengatakan isu wawali merupakan manuver Azis untuk mengalihkan perhatian, sehingga parpol lemah dalam melakukan kontroling. \"Golkar, PPP dan Nasdem sebaiknya tidak masuk perangkap settingan kegaduhan politik, sehingga larut dan tidak konsentrasi dalam tugasnya mengontrol pemerintahan yang saat ini bobrok,\" ungkapnya kepada Radar, kemarin. Tanpa disadari, lanjut Hartoyo, ada agenda kepentingn Azis yang sedang dihadapinya. Sementara itu, jauh sebelumnya, Mantan Wakil Walikota Cirebon, Dr H Agus Alwafier By MM mengingatkan Drs Nasrudin Azis agar tidak memilih calon pendampingnya dari unsur partai politik. Hal ini sangat rentan bagi Azis dalam menjalankan pemerintahan ke depan. Namun demikian, tetap saja hak prerogatif penuh ada di tangan Azis. Hanya saja, apabila Azis memilih calon wakil walikota dari parpol, maka pemerintahan Kota Cirebon ke depan bisa menjadi bumerang. \"Saya kira akan lebih baik mengambil kader dari luar parpol, karena kecenderungannya gak tuntas, yang kalah bakal terus-menerus mengganjal,\" ujarnya. Kado Tahun Baru Akademisi Syamsudin Kadir memiliki harapan besar, bahwa tahun baru 2016 adalah akhir dari polemik wawali. Dia menyebut prasyarat untuk mengakhiri kegaduhan itu. Langkah pertama, elite politik perlu melakukan perubahan budaya dan komunikasi politik. Lebih khusus lagi, elite parpol perlu memberikan ruang yang besar bagi dialog; bahkan mengakomodasi berbagai pendapat yang berbeda, baik sesama elite intern parpol maupun lintas parpol; termasuk mendengar secara baik suara elemen publik. Kedua, parpol perlu melakukan reformasi total. Reformasi parpol merupakan agenda mendesak, minimal agar parpol sebagai wadah artikulasi politik terus mengalami perbaikan dan dapat terus terkonsolidasikan. Parpol perlu membenahi kelembagaannya sekaligus mengubah praktik politik dari yang berpijak pada “orang yang kuat” ke “sistem yang kuat”. Ketiga, elite parpol perlu melakukan transformasi total atas dirinya dari politisi (semata) ke negarawan. “Jika itu terjadi, maka kado ulang tahun 2016 untuk Kota Cirebon adalah terpilihnya wakil walikota baru,” tegasnya. (ysf/jml/abd)

Tags :
Kategori :

Terkait