Jika Bongkar Muat Batubara Berhenti, Ada 2.000 Pekerja Menganggur

Rabu 16-03-2016,08:29 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

CIREBON - Penutupan aktivitas bongkar muat batubara di Pelabuhan Cirebon tinggal menghitung hari. Kondisi itu justru bakal menimbulkan persoalan baru. Pasalnya, ada sekitar 2.000 pekerja asli Cirebon yang bekerja di dalam Pelabuhan Cirebon. Anggota Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI), Abraham Hutabarat mengatakan, 2.000 pekerja di Pelabuhan Cirebon itu terdiri dari buruh, sopir angkutan khusus pelabuhan (angsuspel) yang terdaftar sebanyak 700 orang. Jumlah tersebut belum ditambah dengan sopir cadangan yang mencapai 500 orang. Selain itu, ada ratusan Tenaga Kuli Bongkar Muat (TKBM). Jumlah tersebut belum ditambah dari Pelindo sendiri. Jika batubara tidak beroperasi, maka pengusaha tidak bisa membayar para pekerja. “Jika batubara ditutup, akan ada 2.000 orang Cirebon terancam nganggur. Apalagi, 100 persen orang Cirebon kerja di dalam pelabuhan yang terlibat dalam aktivitas bongkar muat batubara,” ujar Abraham saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (15/3). Menurutnya, ribuan pekerja di Pelabuhan Cirebon resah ketika ada kabar penutupan aktivitas bongkar muat batubara. Sebab, mereka bingung untuk mencari kerja. Padahal, mencari kerja saat ini sulit. “Dampak batubara tidak hanya di luar Kota Cirebon saja. Tapi di dalam Kota Cirebon juga. Efek penutupan batubara ini menimbulkan efek domino,” ucapnya. Dia mengungkapkan, jika aktivitas ditutup, 25 stockpile batubara di wilayah Kabupaten Cirebon pun bakal tutup. Sebab, suplai batubara dari Pelabuhan Cirebon tidak ada. Bayangkan saja, tiap stockpile batubara ada 30-40 orang yang bekerja. “Kalau dikalikan 25 stockpile, berapa orang yang akan di-PHK? Sementara, suplai paling besar untuk kebutuhan di wilayah Cirebon, seperti Indocement butuh 8 kapal tongkang per bulan. Sedangkan satu kapal tongkang mencapai 50 ton batubara,” ungkapnya. Perlu diketahui, bahan baku utama semen di pabrik Indocement adalah batubara. Kalau tidak ada batubara, maka produksi mereka pun menurun. Imbasnya, lagi-lagi pada para pekerja. Sementara, PAD yang dihasilkan dari Indocement ke Pemerintah Kabupaten Cirebon sangat besar. “Deadline waktu penutupan aktivitas bongkar muat batubara ini sudah terdengar sampai ke Kalimantan. Bahkan, pengusaha yang di sana sudah was-was, karena bingung ingin market ke mana selain Cirebon. Kalau ke pelabuhan lain, belum tentu marketnya bagus. Meski usaha batubara berjalan, tapi cost yang dikeluarkan jauh lebih besar,” ujarnya. DPRD PANTAU PERKEMBANGAN Sementara itu, informasi akan ditutupnya bongkar muat batubara, sudah sampai ke telinga DPRD Kota Cirebon. Para wakil rakyat itu mengaku, memantau perkembangan deadline waktu penutupan aktivitas bongkar muat batubara di PT Pelindo II Cabang Cirebon. Pasalnya, deadline waktu tersebut merupakan keputusan Kementerian Perhubungan RI. Selain  itu, DPRD pun bakal mempelajari surat penutupan batubara. Ketua DPRD Kota Cirebon Edi Suripno SIP MSi mengatakan, meskipun DPRD tidak mendapat surat tembusan dari Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan RI, bukan menjadi masalah berarti. Yang penting, substansi isi surat itu tentang penutupan batubara. Meski demikian, pihaknya akan meminta surat tembusan itu ke pemkot untuk dipelajari. “Apakah penutupan itu permanen atau tidak, kita akan pelajari dulu. Tetapi, diterbitkannya surat penutupan batubara itu merupakan kabar gembira bagi kami,” ujar Edi kepada Radar, Selasa (15/3). Politisi PDI Perjuangan itu menuturkan, rekomendasi DPRD dan eksekutif mendesak penutupan batubara sudah benar. Sebab, situasi dan kondisi masyarakat di Kota Cirebon pada umumnya sudah tidak nyaman lagi dengan debu batubara yang mengganggu kesehatan. Selain itu, PT Pelindo II Cabang Cirebon telah melanggar aturan perundang-undangan lingkungan hidup. “Sebagai negara hukum, maka keputusan dari pemerintah pusat harus dilaksanakan,” terangnya. Meski demikian, pihaknya juga ikut mendorong Pelindo dan KSOP untuk mengalihkan aktivitas bongkar muat batubara ke tempat lain, baik itu jangka pendek maupun jangka panjang. Mengingat aktivitas bongkar muat batubara di Kota Cirebon sangat dekat lokasinya dengan pemukiman warga. Kemudian, Pelindo dan KSOP harus lebih kreatif dalam memanfaatkan keberadaan Pelabuhan Cirebon, tidak bergantung pada bongkar muat batubara. “Pelindo dan KSOP jangan khawatir penutupan bongkar muat batubara ini akan berdampak pada ekonomi Cirebon, apalagi sampai Rencana Induk Pelabuhan (RIP) Cirebon dibatalkan. Jangan mempersempit pemikiran RIP itu untuk batubara,” jelasnya. Dia menambahkan, sebetulnya Pelindo bisa memanfaatkan komoditi lain selain batubara di Pelabuhan Cirebon, seperti peternakan dan pertanian. Namun, potensi ini belum dimanfaatkan dengan maksimal. “Mengenai rencana induk pelabuhan (RIP), pemerintah dan masyarakat Kota Cirebon akan mendukung penuh rencana itu. Tapi, tidak ada aktivitas bongkar muat batubara. Kemudian, Pemerintah Kota Cirebon jangan sampai mengeluarkan rekomendasi RIP,” pungkasnya. (sam)  

Tags :
Kategori :

Terkait