ASTANAJAPURA – Warga dan tim penertiban tanah timbul Desa Astanajapura, Kecamatan Astanajapura mendatangi balai desa setempat, kemarin. Tujuannya, ingin melakukan klarifikasi sekaligus verifikasi data pertanahan. Pasalnya, saat tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK-RI) melakukan validasi data aset di sekitar eks wood center, tim yang sudah dibentuk oleh Pemdes Astanajapura melalui rapat musyawarah desa, tidak dilibatkan. Sehingga, menimbulkan indikasi permainan terselubung di internal Pemdes Astanajapura. “Sebagian besar elemen masyarakat yang ada di sini tidak ada yang diberi tahu, termasuk tim dan BPD,” kata penasihat tim penertiban tanah timbul Desa Astanajapura, Rosidi Hasan. Mereka berkilah, lanjut Rosidi, jika apa yang dilakukan KLHK-RI beberapa waktu lalu, bukanlah pengukuran, melainkan validasi tanah eks wood center. “Walaupun validasi, jelas di sana ada pengukuran. Sehingga, pasti ada data yang simpang siur,” imbuhnya. Menurut mantan kuwu Desa Astanajapura ini, berdasarkan data dari BPN tahun 1987, luas tanah Desa Astanajapura yang terletak di bibir pantai utara Pulau Jawa seluas 33 hektare, yang terdiri dari tanah milik adat, milik perorangan dan lainnya. Kemudian, yang baru dibebaskan atau dibayar oleh negara untuk kepentingan wood center baru seluas 16 hektare, itu pun disatukan dengan Desa Astanamukti Kecamatan Pangenan. “Kita belum tahu tanah milik Desa Astanajapura yang sudah dibebaskan berapa? Makanya, dibentuklah tim ini sejak satu tahun lalu. Tapi, kami kecewa pada saat ada validasi, malah tim yang dibentuk oleh desa sendiri tidak diajak nimbrung,” tuturnya. Artinya, tim dan masyarakat ingin tahu batas-batas tanah yang sesuai dengan rincikan desa, kemudian dibandingkan dengan data dari BPN dan KLHK-RI. Sehingga, di kemudian hari tidak ada tanah milik desa ataupun warga Astanajapura yang hilang. “Tujuan kami hanya ingin mengamankan aset desa yang puluhan tahun tidak pernah diurus,” bebernya. Apalagi, selama ini para penggarap yang menggunakan lahan milik Astanajapura, tidak pernah izin ke desa ataupun kepada pemilik tanahnya langsung. Mereka malah izin menggarap ke Desa Astanamukti Kecamatan Pangenan. “Makanya, kami tegaskan, khusus di Desa Astanajapura tidak ada penggarap, karena tidak pernah izin sama sekali ke desa. Jika ada yang menuntut dana kerohiman dari Desa Astanajapura, itu jelas ada permainan,” tegasnya. Sementara, Penjabat Kuwu Desa Astanajapura Juned membuka lebar mengenai informasi apapun, apalagi persoalan tanah yang saat ini tengah ramai diperbincangan di banyak desa, khususnya Astanajapura. “Yang pasti kita terbuka, apalagi untuk melakukan check and recheck di lapangan. Nanti, biar BPN yang menjelaskan, karena mereka adalah lembaga yang resmi mengelola administrasi pertanahan,” ucapnya. Dia pun menegaskan, jika kegiatan yang dilakukan oleh KLHK-RI yang di dalamnya Pemdes Astanajapura diundang untuk menyaksikan langsung, bukanlah pengukuran. Tapi, validasi data. “Kita diundang untuk mendampingi, karena judulnya bukan pengukuran, tapi validasi,” tegasnya. Di Desa Astanajapura sendiri, diakui tidak ada penggarap lahan dan yang belum dibebaskan untuk kepentingan wood center di hamparan tanah yang masuk wilayah Desa Astanajapura ada lima titik. “Lima titik ini sampai dengan sekarang belum tahu luasnya berapa dan hanya satu pemilik yang benar-benar warga Desa Astanajapura, sisanya warga luar,” bebernya. Sebenarnya, Pemdes Astanajapura ingin melakukan pendataan tanah di lokasi yang dekat wood center sejak dulu. Tapi, karena dinamika politik yang terus berubah-ubah, membuat pemdes belum sempat melakukan hal itu. Apalagi, saat ini perkembangan areal tanah timbul di sana sangatlah pesat. “Bisa saja ada penambahan luas areal tanah karena munculnya tanah timbul. Makanya, dengan adanya keinginan dari tim untuk cek lapangan, kami menyambut baik, sehingga kita punya data yang riil,” pungkasnya. (jun)
Tim Tanah Timbul Asjap Kecewa Tidak Diajak Ngukur
Rabu 23-03-2016,09:37 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :