Dicecar Tujuh Jam, Ditanya Soal Mobil, Tidak Mau Jawab
JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menepati janjinya memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai terperiksa dugaan korupsi pembangunan sport center di Hambalang. Dia pun datang dan pulang dengan tersenyum puas.
“Ini adalah kesempatan yang baik bagi saya, karena saya bisa memberikan klarifikasi dan keterangan yang dianggap perlu kepada KPK,” kata Anas sebelum masuk ke gedung KPK sekitar pukul 10.00. Anas tidak datang sendiri. Dia dikawal beberapa simpatisan dan para petinggi Partai Demokrat lainnya.
Di antaranya adalah Kepala Divisi Komunikasi Partai Demokrat Andi Nurpati, Wasekjen Partai Demokrat Saan Mustofa, Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Denny Kailimang serta tim kuasa hukum Anas seperti Patra M Zen dan Firman Wijaya. Begitu tiba di KPK, Anas langsung dielu-elukan pendukungnya.
KPK sepertinya memperlakukan pemeriksaan Anas dengan sedikit istimewa. Sebab, meski Anas hanya berstatus terperiksa, bukan saksi, KPK meminta bantuan puluhan tenaga kepolisian untuk mengamankan kedatangan dan kepulangan Anas dari gedung KPK. Setelah memberikan sedikit komentar kepada wartawan soal kedatangannya, pria kelahiran Blitar itu langsung masuk menuju ruang pemeriksaan. Pemeriksaan Anas ternyata berjalan sangat panjang.
Namun, itu tidak menyurutkan semangat para pendamping dan simpatisan Anas. Mereka tetap setia menunggu bosnya itu di markas KPK. Bahkan, para petinggi partai berlambang mercy itu menjadi rebutan para awak media televisi yang berlomba-lomba mewawancarai mereka secara live untuk berkomentar soal pemeriksaan Anas.
Menurut Saan, kedatangannya bersama pengurus Partai Demokrat sama sekali bukan bentuk intervensi ke KPK. Menurutnya kedatangannya adalah bentuk dukungan moral kepada Anas. “Ini bukan pencitraan buat Demokrat. Kami memang tidak ada masalah. Teman-teman ini secara spontan menemani mas Anas dan ini bentuk solidaritas teman-teman pengurus partai memang tinggi,” kata Saan. “Sekitar pukul 17.45, Anas selesai diperiksa. Dia pun langsung menemui dan ngobrol bersama kolega partai dan kuasa hukumnya di area lobi gedung KPK. Tak kalah ramai, puluhan simpatisan Anas yang sudah berkumpul di halaman gedung KPK pun bertepuk tangan dan bersorak menyambut Anas. “Hidup Anas.. Hidup Anas..,” teriak mereka.
Anas yang mengenakan batik cokelat langsung cengar-cengir begitu keluar dari pintu. Dia tidak langsung pergi meninggalkan gedung KPK. Alumni Fisip Unair itu malah lesehan di tangga luar gedung KPK untuk memberikan penjelasan soal materi pemeriksaan dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan para wartawan. “Saya diperiksa dari pagi sampai sore karena pertanyaan yang diajukan KPK sangat banyak,” kata Anas. Menurutnya, inti dari pertanyaan yang diajukan penyidik adalah soal kepengurusan Partai Demokrat dan bagaimana peran dirinya dalam memimpin partai tersebut.
“Soal yang pertama adalah bagaimana struktur Partai Demokrat, yang kedua bagaimana struktur Fraksi Partai Demokrat di DPR dan bagaimana system mereka berkerja dan bagaimana tata laksana pekerjaan fraksi,” imbuh Anas. Menurutnya, semua pertanyaan tersebut dijelaskan dengan gambling. Nah, selanjutnya adalah tentang jabatan ketua umum partai yang dia sandang saat ini. Selain ketua umum, penyidik juga menanyakan tentang job desk Sekjen partai, ketua fraksi dan lainnya. Selanjutnya soal pengelolaan keuangan partai. Yang ditanyakan adalah darimana saja dan apa saja sumber dana pemasukan partai, bagaimana soal pengeluaran partai. Audit dan aliaran dana partai pun juga tidak luput dari pertanyaan yang diajukan tim penyelidik.
Setelah pertanyaan yang umum mengenai seputar partai, pertanyaan penyelidik baru masuk ke materi kasus Hambalang. “Saya ditanya, apa betul saya memerintahkan pak Ignatius Mulyono (anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat, red) untuk mengurus sertifikat Hambalang. Saya jawab, saya tidak pernah mengurus sertifikat Hambalang,” kata mantan Anggota KPU itu dengan nada tegas.
Memang, selama ini Anas disebut-sebut terlibat dalam kasus Hambalang dan salah satu peran pentingnya adalah ikut campur dalam menerbitkan sertifikat tanah Hambalang pada awal 2010. Padahal sejak beberapa tahun sebelumnya, sertifikat tanah tersebut bermasalah dan tak kunjung diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
M Nazaruddin menuding Anas yang saat itu duduk sebagai anggota Komisi X DPR meminta tolong ke Ignatius agar berkoordinasi dengan Kepala BPN Joyo Winoto. Apalagi BPN merupakan mitra dari Komisi II DPR. Dalam beberapa kesempatan, Ignatius mengakui bahwa dirinya memang pernah berkoordinasi dengan BPN untuk membantu Anas. Pada 20 Januari 2010, sertifikat itu akhirnya keluar.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, KPK sedang menyelidiki apakah ada penyalahgunaan wewenang dalam kasus Hambalang. Terutama dalam penerbitaan sertifikat dan pembangunan fisik sport center. Untuk itulah peran Anas yang saat itu duduk sebagai anggota Komisi X turut didalami, apakah ada unsur penyalahgunaan wewenangnya. Tapi Anas terus berkelit bahwa dirinya sama sekali tidak terkait dan tidak tahu-menahu tentang proyek Hambalang. “Saya tidak tahu proyek Hambalang,” ujar Anas dengan nada meninggi.
Anas juga berkilah saat disinggung soal tudingan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin tentang adanya penerimaan mobil Toyota Harrier dari PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya, perusahaan pemenang proyek Hambalang. “Apa anda juga ditanya soal penerimaan mobil dari PT Adhi Karya?” cecar wartawan. “Saya tidak ingat, pertanyaannya banyak,” jawabnya singkat.
Setelah lahap menjawab pertanyaan lainnya yang diajukan, wartawan kembali menanyakan soal dugaan penerimaan mobil. “Ah, sampeyan ini ada-ada saja,” jawabnya sambil tersenyum ke penanya. Selain mendapat uang Rp50 miliar lantaran berjasa dalam proyek Hambalang, Anas diduga telah menerima mobil Toyota Harrier B-15-AUD dari Adhi Karya dan Wijaya Karya karena membantu memenangi tender. Mobil tersebut dibeli pada November 2009 di dealer mobil Duta Motor, Pacenongan, Jakarta Pusat.
Anas juga kembali membantah adanya permainan poltik uang di Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung. Di mana dirinya dituding membeli suara pengurus partai agar memilih dirinya sebagai ketua umum. Uang yang digunakan adalah uang Rp50 miliar yang didapat dari perusahaan pemenang Hambalang. “Tidak benar itu. Itu halusinasi saja. Yang jelas pada kesempatan ini merasa senang karena saya memiliki kesempatan untuk mengklarifikasi, mendudukkan, dan menjernihkan apa yang sebenarnya terjadi,” imbuhnya santai.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto tadi malam mengatakan bahwa Anas adalah orang yang keterangannya penting untuk pengembangan penyelidikan. Namun, dia enggan mengungkap apa sebenarnya kapasitas Anas dipanggil sebagai terperiksa. Apakah dia selaku ketua umum partai atau mantan anggota komisi di DPR, Bambang tidak mau mengungkapnya.
Keterangan Anas kemarin kata Bambang, tidak menutup kemungkinan akan dikonfirmasi dengan keterangan-keterangan pihak lainnya. “Nanti penyelidik akan mendalami, apakah keterangan Anas masih diperlukan konfirmasi yang lainnya atau tidak,” imbuhnya. Jadi, jika nanti masih diperlukan keterangan lain, maka tidak menutup kemungkinan KPK kembali memanggil terperiksa lainnya. Bambang juga tidak mengungkap, apakah kasus ini akan segera naik ke penyidikan atau tidak.
Namun sebelumnya, Ketua KPK Abraham Samad dengan penuh keyakinan mengatakan bahwa sebenarnya bukti-bukti dan keterangan pihak terkait kasus Hambalang sudah sampai pada tahap penyempurnaan. Dia pun menyatakan bahwa tidak akan lama lagi KPK akan segera menetapkan tersangka. Tapi dia tidak menyebut siapa yang akan menjadi tersangka pertama. (kuh)