Kemarau Lebih Sinngkat,  Petambak Garam Muram

Sabtu 30-07-2016,16:30 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

PANGENAN – Setiap tahun, antara Juli sampai dengan September, para petambak garam yang tersebar di wilayah Kecamatan Mundu sampai dengan Losari Kabupsyrn Cirebon, sudah mulai siap-siap menggarap lahan sebagai media kristalisasi air laut menjadi garam. Namun, tahun ini kondisinya jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Di Kecamatan Mundu dan Astanajapura misalnya, ratusan hektare lahan garam sudah beralih fungsi menjadi zona pertumbuhan industri, khususnya listrik. Sebab, di dua kecamatan tersebut akan dibangun mega proyek PLTU tahap II Cirebon. Begitu juga dengan wilayah Kecamatan Pangenan, khususnya Desa Pengarengan. Di sana direncanakan akan dibangun megaproyek PLTU tahap III, yang lahannya menggunakan areal tambak garam. Lumbung garam yang ada di Kabupaten Cirebon di Kecamatan Pangenan hanya menyisakan Desa Rawaurip, Bendungan, Pangenan dan Ender, serta sebagian kecil di wilayah Kecamatan Losari. Selain alih fungsi lahan, tampaknya tahun ini tidak bersahabat dengan para petambak garam. Menurut Kuwu Desa Rawaurip Lukman Hakim, berdasarkan informasi yang dihimpun dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksikan fenomena alam La Nina akan datang mulai Juli tahun ini. Akibatnya, musim kemarau lebih singkat. “Dengan fenomena alam ini tidak cocok untuk kegiatan produksi garam,” katanya. Hal ini bisa dibuktikan, lanjut dia,  dengan kondisi cuaca akhir-akhir ini, hampir setiap pekan hujan masih turun dengan lebat. Tentu saja, dengan kondisi cuaca seperti ini, petambak garam tidak akan berani melakukan spekulasi untuk memproduksi kristal garam. “Kita bisa lihat, areal tambak garam tidak diurus,” imbuhnya. Walaupun demikian, situasi ini sebenarnya menguntungkan bagi petambak yang masih menyimpan hasil panen garam tahun lalu. Sebab, harga garam lokal merangsek naik, walau belum mencapai harga yang ideal, yakni sekitar Rp600 per kilogram sampai dengan Rp700 per kilogram. “Saat ini harga garam sudah di atas truk sekitar Rp450 per kilogram, sementara harga di gudang sekitar Rp325 per kilogram. Kalau musim panen, paling tinggi Rp200 per kilogram,” bebernya. Untuk Desa Rawaurip sendiri, setiap musim panen garam dengan kondisi cuaca yang ideal atau tidak ada hujan selama musim kemarau, satu hektare lahan bisa memproduksi garam sekitar 125 ton. Sedangkan, luar areal tambak garam yang ada di Desa Rawaurip mencapai 3.250 hektare. “Jadi, kita bisa produksi garam sebesar 43.750 ton dalam setahun dengan kondisi cuaca yang ideal,” terangnya. Terakhir, berdasarkan informasi yang ia dapatkan, meski La Nina tengah menyerang wilayah Indonesia, untuk stok garam tahun ini masih banyak, baik yang ada di wilayah Cirebon, Rembang dan daerah lainnya. Kalaupun nanti pemerintah akan melakukan kebijakan impor, tidak mempengaruhi harga, karena di wilayah lumbung garam sedang tidak produksi. “Impor bukan menjadi masalah, toh kebutuhan garam nasional kita pun kurang dan kami di sini tidak produksi. Harga bisa bersainglah,” ungkapnya. (jun)    

Tags :
Kategori :

Terkait