Kemajuan teknologi, buruknya komunikasi di tengah keluarga menjadi pemicu terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual. Komunikasi menjadi faktor penting dalam memproteksi buah hati. Tak sekadar berkomunikasi, tapi harus menyenangkan. Laporan: MIKE DWI SETIAWATI, Cirebon KENAPA korban kekerasan seksual kerap menutup rapat kejadian yang menimpanya? Sebagian besar pelaku adalah orang yang dikenal dekat. Kondisi ini membuat korban bingung dan tidak tahu harus mengadu pada siapa serta bagaimana menceritakan kejadiannya. Selain itu, pelaku juga sering memanfaatkan rasa takut anak, rasa malu dan rasa bersalah anak atas kekerasan yang menimpa. \"Mungkin juga si pelaku mengancam untuk menyakiti si anak, orang tuanya, atau adik dan kakaknya bila anak mengadu,\" ujar Ketua Yayasan Mitra Tunas Ciremai Giri, Gusti Helena di sela-sela talk show \"Kenali dan Cegah Kekerasan Seksual Pada Anak\" di Gramedia Jl Cipto Mangunkusumo. Gusti prihatin dengan kasus kekerasan seksual anak. Bahkan, penyimpangan seksual pelaku semakin aneh-aneh di luar dugaan dan nalar. Yang tak kalah membuat prihatin, di Kota Cirebon juga banyak terjadi tindakan kekerasan seksual pada anak di Kota Cirebon. Kekerasan seksual yang terjadi pada anak salah satu penyebabnya karena orang tua yang kurang memiliki komunikasi yang benar, baik dan menyenangkan. \"Anak perlu diberi pengetahuan dan keterampilan untuk menjaga diri, diberi kemampuan berfikir kritis. Anak zaman sekarang, tidak bisa kita menutup-nutupi informasi, mereka bisa cari sendiri dan sumbernya banyak,\" katanya. Talk show tersebut dihadiri Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dra Sri Danti Anwar MA dan Psikolog, Clara Ajisukmo PhD sebagai narasumber. Dalam pemaparannya, Sri menjelaskan untuk menghindari kekerasan seksual pada anak orang tua harus membekali anak agar bijak menggunakan teknologi yang ada. \"Dapat memilih teman yang baik, dan bagaimana menjaga diri terhadap segala kemungkinan ancaman dan bahaya pelecehan seksual,\" katanya. Untuk anak berusia 0-5 tahun, kata Sri, bisa dijelaskan pada anak bahwa tubuhnya berharga. Jelaskan juga jenis-jenis sentuhan seperti sentuhan halus, memegang, mencengkeram dan sentuhan yang memaksa. Lalu, untuk anak berusia 5-7 tahun, bisa mengenalkan pada anak bedanya orang asing, kenalan, teman, sahabat, kerabat, dan muhrim (bagi yang muslim). \"Kita harus ajarkan anak untuk berani berkata tidak, nggak mau dan jangan begitu. Lalu, yakinkan anak agar mau dan bisa berbagi rahasia dengan kita,\" jelasnya. Sedangkan untuk anak yang sudah beranjak besar, misalnya umur 7-10 tahun, orang tua harus lebih memperhatikan lagi. Di umur ini, anak sudah mulai tertarik pada lawan jenis, nah sebagai orang tua, kata Sri, harus menjelaskan tentang buruknya pacaran di usia kecil. \"Bila anak sudah sekitar 10-12 tahun, bekali anak untuk bijak menggunakan perangkat komunikasi. Mereka juga sudah mulai main twitter atau facebook karena itu ajarkan mereka untuk bersosial media yang aman,\" sarannya. Media seperti televisi, tontonan, games, internet, komik dan lainnya juga dapat berpengaruh terhadap kasus-kasus yang menimpa anak. Karena itu, keluarga sebagai lini terkecil dalam masyarakat ternyata merupakan lembaga terpenting dalam mengasuh anak. Sri menutup perbincangan dengan menegaskan bahwa tugas orang tua untuk dapat menghindarkan anak dari ancaman-ancaman kekerasan tersebut. (*)
Cegah Kekerasan Seksual pada Anak; Jangan Tutupi Informasi, Proteksi dengan Pengetahuan
Selasa 02-08-2016,14:30 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :