Menkeu Masih Pertimbangkan Harga Rokok Naik di 2017

Minggu 02-10-2016,02:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JAKARTA – Pemerintah tetap menjalankan rencana menaikkan cukai rokok tahun depan. Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pemerintah mempertimbangkan beberapa aspek, termasuk kesehatan dan pengendalian konsumsi serta pengawasan peredaran rokok. Pemerintah juga memperhitungkan faktor tenaga kerja, peredaran rokok ilegal, serta penerimaan negara. “Seluruh aspek tersebut perlu dipertimbangkan secara komprehensif dan berimbang untuk memutuskan kebijakan terkait dengan harga dan cukai rokok,” jelasnya di gedung Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kemenkeu, Jakarta, kemarin. Kenaikan tarif cukai rokok itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 147/PMK.010/2016. Dalam kebijakan baru tersebut, ditetapkan kenaikan rata-rata tertimbang sebesar 10,54 persen. Tarif tertinggi mencapai 13,46 persen untuk jenis hasil tembakau sigaret putih mesin (SPM), sedangkan yang terendah hanya 0 persen untuk sigaret keretek tangan (SKT) golongan III-B (pabrik kecil). Selain kenaikan tarif, ada kenaikan harga jual eceran (HJE) dengan rata-rata 12,26 persen. Sri Mulyani menuturkan, mengenai aspek kesehatan, Kemenkeu dalam 10 tahun terakhir mengurangi jumlah pabrik rokok dari 4.669 pabrik menjadi 754 pabrik pada 2016. Pertumbuhan produksi hasil tembakau pun telah dikendalikan. Dalam sepuluh tahun terakhir, tampak tren penurunan hingga 0,28 persen. Selain itu, kebijakan yang menyangkut aspek kesehatan dibuat dalam bentuk pengembalian sebagian dana kepada pemerintah daerah berupa dana alokasi kesehatan. Pada 2014 dana earmarking (alokasi cukai untuk kesehatan) mencapai Rp11,2 triliun; Rp15,14 triliun pada 2015; dan Rp17 triliun pada 2016. “Meningkatnya jumlah dana alokasi menunjukkan besarnya perhatian pemerintah terhadap aspek kesehatan. Selain untuk kesehatan, dana tersebut dialokasikan untuk persiapan pengalihan orang yang bekerja di industri rokok ke industri lain,” kata Sri. Dari aspek ketenagakerjaan, kebijakan cukai juga berdampak terhadap keberlangsungan lapangan pekerjaan sektor formal sebesar 401.989 orang. Tiga perempatnya atau 291.824 orang terlibat dalam produksi sigaret keretek tangan yang merupakan industri padat karya. “Jika ditambah sektor informal, kebijakan ini berdampak terhadap kehidupan 2,3 juta petani tembakau; 1,5 juta petani cengkih; 600 ribu buruh tembakau; serta satu juta pedagang eceran,” ungkapnya. Sri menuturkan, pemerintah juga menindak peredaran rokok ilegal. Hingga 29 September 2016, petugas bea cukai menindak 1.593 kasus tembakau ilegal. Angka tersebut meningkat 1,29 kali jika dibandingkan dengan penindakan selama 2015 dengan 1.232 kasus dan 1,76 kali jika dibandingkan dengan penindakan selama 2014 dengan 901 kasus. “Dari Januari 2016 hingga saat ini, bea cukai berhasil mengamankan 176,22 juta batang rokok senilai Rp135,55 miliar. Jumlah pelanggaran terbanyak berasal dari jenis rokok yang diproduksi dengan mesin,” ucapnya. (ken/c5/sof)

Tags :
Kategori :

Terkait