APTRI Tolak Impor Gula Mentah, Ini Alasannya

Senin 13-03-2017,06:05 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

CIREBON - Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) konsisten menolak rencana pemerintah mengimpor raw sugar (gula mentah). Apalagi jika impor melebihi kebutuhan. Kebijakan impor gula mentah dinilai bakal merugikan petani. Karena impor gula melebihi kebutuhan. Sehingga potensi gula rafinasi bocor ke pasar sangat besar. Ketua Umum DPN APTRI Soemitro Samadikoen mengatakan, rencana impor gula jelas melebihi kebutuhan. Menurutnya, kebijakan pemerintah hanya menguntungkan importir, karena bisa menjual gula dengan harga tinggi. Sementara, para petani harus pasrah menerima harga gula yang rendah karena ditekan pemerintah. \"Padahal menurut kami sebenarnya impor gula konsumsi saat ini tidak perlu, karena masih ada stok gula sebesar 500.000 ton lagi dari tahun lalu,\" ujarnya. Soemitro menjelaskan berdasarkan catatan APTRI realisasi produksi gula tahun 2016 mencapai 2,1 juta ton. Kemudian pada 2016, ada impor gula sebesar 1,2 juta ton lebih. Artinya ada 3,3 juta ton pasokan gula pada tahun ini. Kemudian, kebutuhan gula diprediksi sebesar 2,8 juta ton dengan asumsi rata-rata konsumsi gula per penduduk per tahun 11 kg. Dengan demikian masih ada sisa 500.000 ton gula lagi. \"Itu pun dihitungnya sisa gula itu per bulan April 2017 nanti, sebab impor gula tahun lalu itu mulai bulan April,\" terangnya. Karena merugikan petani tebu, Soemitro menegaskan APTRI menolak rencana impor gula mentah itu. “Karena ujungnya petani tebu yang merugi. Kami dengan tegas menolak rencana impor raw sugar,” ujarnya. Jauh sebelumnya, Wakil Ketua DPD APTRI Jawa Barat Mae Azar menolak adanya impor gula mentah. Karena menurutnya, impor gula hanyalah ulah pedagang dan pihak tertentu yang ingin mendapatkan hak impor dan memainkan harga. Pada akhirnya, gula terkesan langka dan mahal. \"Jika pemerintah ingin meningkatkan kesejahteraan petani, tidak perlu impor gula lagi. Berikan intensif lain, seperti memberikan subsidi harga gula dan bibit tebu,\" tukas Azar. Selain itu, kata Azar, apabila pemerintah memaksakan diri agar pabrik milik BUMN untuk memberikan jaminan rendemen minimal 8,5 persen, sama artinya membunuh pabrik secara perlahan. Karena dengan jaminan tersebut, pabrik akan rugi. Padahal pabrik juga perlu ditolong atau direvitalisasi. “Makanya, kami minta kepada komisi VI DPR-RI untuk tidak menyetujui impor raw sugar dan mendesak Menteri Perdagangan RI untuk tidak mengeluarkan izin impor raw sugar,” tegasnya. (mik)

Tags :
Kategori :

Terkait