Polisi Kepung Kantor KPK

Sabtu 06-10-2012,08:16 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

KPK: Teror ini sebagai Bentuk Kriminalisasi  JAKARTA - Suasana gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tadi malam, mencekam.  Sekitar 20 puluh orang yang diduga intel polisi berseliweran di gedung antirusuah itu. Bahkan di antara mereka, ada yang mengenakan seragam dengan tulisan provost pada bagian lengannya, padahal sudah tidak ada lagi pemeriksaan. Mengetahui kabar banyaknya aparat kepolisian yang “mengepung” KPK, ratusan massa penggiat antikorupsi secara tiba-tiba memadati gedung KPK. Aksi ini dipicu atas adanya kabar kedatangan Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Herry Heryawan,  Kasubdit Jatantras Dirkrimum AKBP Helmi Santika, serta Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Toni Harmanto. Menurut informasi yang berkembang, kedatangan sejumlah petinggi Polda Metro Jaya ke KPK  adalah untuk menjemput Kompol Novel Baswedan yang tengah dibidik Polri karena getol menangani kasus yang menjerat atasannya di Mabes Polri. Lima polisi berbaju batik bernegosiasi dengan petugas keamanan untuk masuk ke dalam gedung. Mereka menggunakan tanda pengenal tamu dan tidak langsung bisa naik ke lift. Hingga pukul 22.30, mereka tertahan di lobi gedung KPK. Selain ratusan massa, di KPK selain Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Wijayanto , hadir juga Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, Anggota Komisi III DPR RI Martin Hutabarat, Rektor Paramadina Prof Dr Anis Baswedan dan sejumlah aktivis anti korupsi. Pada saat bersamaan, di teras depan gedung anti korupsi itu juga hadir ratusan massa yang menamakan diri \"Save KPK\". Mereka berorasi sambil meneriakkan kalimat \"Gantung Koruptor\". Massa menilai ada upaya dari pihak tertentu untuk melemahkan KPK. Aktivis Anti Korupsi, Anies Baswedan yang datang ke KPK menyatakan, saat ini KPK sedang berada di persimpangan jalan dan mendapat tekanan yang besar dan dilemahkan. \"Tidak pernah dalam sejarah KPK ada tekanan seperti ini. Dan yang sekarang kita saksikan hari ini menunjukkan bahwa seluruh rakyat indonesia harus mengambil posisi yang jelas. Apakah kita berada di dalam posisi memberantas korupsi, menghabiskan korupsi atau membiarkan para koruptor,\" kata Anies. Sementara itu, KPK siap pasang badan untuk membela lima penyidik yang diancam akan dijemput paksa provost Polri. KPK meminta kepolisian tidak menempuh cara-cara teror untuk menyelesaikan masalah. \"Kami perlu mengingatkan siapa pun, apalagi penegak hukum. Bila ada yang tidak berkenaan, maka selesaikan masalah dengan cara hukum, tidak dengan melawan hukum, apalagi dengan cara yang potensial disebut sebagai teror,\" kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto kemarin. KPK meminta cara-cara orde baru tidak lagi ditempuh. \"Cukup sudah pengalaman menyakitkan masa lalu di era Orde Baru dan jangan ulangi lagi. Rakyat sangat marah kala itu,\" kata Bambang. Bambang juga menegaskan, apa yang terjadi saat ini merupakan rangkaian yang nyata bahwa KPK sedang dikriminalisasi. Saat konferensi pers, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto, menyatakan bahwa Novel Baswedan bukan pelaku penganiayaan tahanan di Polres Bengkulu pada 2004. Anak buahnya lah yang melakukan kesalahan hingga menyebabkan nyawa tahanan itu meninggal dunia. Tapi, sebagai atasan, Novel yang mempertanggungjawabkan tindakan itu. \"Kasus ini sudah melalui proses pengadilan kode etik, dan sudah dinyatakan selesai pada 2004,\" kata Bambang kepada wartawan dalam konferensi pers, di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Sabtu dini hari, 6 Oktober 2012. Selain tak berdasar, upaya penangkapan dan penggeledahan Novel juga tak berdasar. Surat penggeledahan tidak ada persetujuan pengadilan dan tak ada nomornya. Novel saat ini merupakan penyidik yang berperan dalam pengungkapan kasus dugaan korupsi proyek simulator ujian Surat Izin Mengemudi Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. Karena itu, penangkapan ini sudah tak berdasar lagi. \"Ini bagian dari salah satu upaya kriminalisasi KPK,\" kata Bambang. Ternyata bukan hanya menyatroni KPK, polisi dan provost juga menyambangi rumah penyidik KPK, Novel Baswedan, di Kelapa Gading. \"Iya dikepung yang di Kelapa Gading,\" ujar Taufik Baswedan, kakak kandung Novel di Gedung KPK. Rumah Novel yang beralamat di Jl Kelapa Puan Timur 2 ND No 22, Kelapa Gading. Novel yang berpangkat Komisaris Polisi ini merupakan salah satu penyidik KPK yang ikut menangani kasus dugaan korupsi di Korlantas Mabes Polri. Bahkan saat penggeledahan, Novel ikut \'mengobrak-abrik\' Korlantas Mabes Polri. Novel sendiri merupakan adik sepupu dari Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan. \"Dia adalah adik sepupu saya,\" jawab Anies yang mengaku tidak pernah mendapat keluh kesah soal pekerjaannya Novel. Sementara, Mabes Polri membantah telah mengerahkan personil provost untuk menjemput paksa penyidiknya yang bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meski dari pantauan di KPK beberapa personil polisi tampak berjaga di sejumlah titik, namun Mabes Polri membantah mengirim petugasnya ke KPK. \"Tidak benar itu. Baru saja saya telepon Karo Provost sudah di rumah dan tidak ada anggota Provost yang ke KPK. Untuk lima orang yang belum menghadap sesuai surat SDM, diminta tanggal 10 Oktober,\" ujar Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Suhardi Alius melalui pesan singkat kepada wartawan, Jumat (5/10) malam. Sebelumnya, Wakapolri Komjen Nanan Soekarna mengancam akan menangkap lima penyidiknya yang ada di KPK jika tidak segera melapor ke Mabes Polri. Dia member waktu hingga 10 Oktober nanti. \"Menindak itu bukan karena kita zalim. Bukan. Tapi kewajiban institusi harus menegakkan aturan kode etik kepolisian. Bayangkan (saat ini ada) 400 ribu orang anggota polisi, kalau tidak bisa diatur, maka (Polri) bisa jadi gerombolan,\" kata Komjen Nanan di Mabes Polri kemarin (05/10). Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Propam) yang akan menentukan pelanggaran apa yang dilakukan penyidik yang tidak mau melapor itu. \"Bukan hanya bisa ditangkap, tapi malah wajib (ditangkap). Ini tugas dan tanggung jawab. Sesegera mungkin (ditangkap, red). Jika 30 hari tidak melapor namanya desersi,\" kata orang kedua di Korps Bhayangkara ini. Namun, jenderal bintang tiga ini memang tidak langsung menyebutkan nama lima penyidik Polri berpangkat Kompol yang selama ini telah diminta untuk melapor ke Mabes Polri karena masa tugas mereka selama satu tahun di KPK telah berakhir. Para penyidik itu hanya punya lima hari tersisa sebelum tenggat waktu yang diberikan Mabes Polri bagi mereka untuk melapor habis pada Rabu (10/10). Sebelumnya, mereka diancam dipecat jika tak kembali. Lalu bagaimana dengan KPK yang secara sepihak mengangkat 28 penyidik Polri menjadi pegawai tetap KPK? Nanan menjawab, \"Itu sama seperti anak yang diambil dari bapaknya\". Pengangkatan secara sepihak ini tampaknya akan menjadi masalah baru di antara kedua institusi yang hubungannya sudah panas dingin itu. Para penyidik Polri itu selama ini memang ditugaskan ke KPK secara tidak tetap. Artinya, jika masa penugasannya berakhir, maka penyidik tersebut bisa ditarik kembali ke Polri untuk diganti dengan penyidik yang baru. Ini tentu beda kalau mereka sudah berstatus permanen di KPK. Kadiv Humas Polri Brigjen Suhardi Alius menambahkan, soal pengangkatan 28 penyidik Polri oleh KPK ini harus ditanyakan ke Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. \"Bagusnya tanyakan ke kedua lembaga itu, biar clear, biar pandangannya objektif. Kalau kita yang bicara, kesannya membela diri,\" ujarnya. Namun, jenderal bintang satu itu meyakini langkah KPK sebenarnya keliru. \"Menurut kita (langkah KPK) itu menyalahi aturan UU No 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan PP No 15 tahun 2001 tentang alih status TNI dan Polri,\" katanya. Sebanyak 28 penyidik yang diangkat itu berbeda dengan 20 orang yang ditarik Polri. Dari 20 orang yang ditarik, 15 orang sudah melapor sedangkan lima orang masih bertahan. (rdl/sof/nw/jpnn)

Tags :
Kategori :

Terkait