Wisata Cirebon Belum Dikelola Maksimal

Jumat 26-05-2017,16:05 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

CIREBON - Pengelolaan sejumlah objek wisata di Kabupaten Cirebon belum tergali secara maksimal. Potensi yang tersebar di 40 kecamatan itu, belum mampu mendorong secara signifikan perolehan PAD dari sektor wisata. Situasi ini rupanya akibat masih tumpang tindihnya pengelolaan sejumlah obyek wisata. Terlebih masih banyak obyek wisata yang masih dikelola pemerintah desa, sehingga dinas terkait tidak bisa berbuat banyak. Bahkan, dari sekian banyak tempat obyek wisata di Kabupaten Cirebon, hanya ada satu tempat yang dikelola langsung Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Cirebon. Yakni retribusi parkir di obyek wisata religi di Astana Gunung Jati. “Sementara untuk Situs Mbah Kuwu Sangkan dan Obyek Wisata Banyu Panas Palimanan dikerjasamakan dengan pihak ketiga,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Cirebon, Hartono saat ditemui Radar beberapa waktu lalu. Menurut Hartono, untuk penanganan lebih jauh, dinas saat ini terkendala kewenangan pengelolaan obyek wisata yang masih tumpang tindih dengan pemerintah desa. “Seperti obyek wisata yang ada di Desa Belawa, dinas tidak bisa berbuat banyak, karena pengelolaannya masih ada di pemerintah desa. Jika seperti itu, tentu tidak ada retribusi atau PAD yang ke dinas,” imbuhnya. Namun demikian, pihaknya tidak mau berpolemik soal kewenangan penanganan obyek wisata tersebut. Pihak dinas pun saat ini fokus untuk memperkenalkan obyek-obyek wisata yang ada di Kabupaten Cirebon untuk mengundang wisatawan berkunjung ke Cirebon. “Selalu kita promosikan, baik melalui pemberitaan di media massa, selebaran maupun media sosial. Tujuannya, agar wisatawan datang dan sektor ekonomi kreatif bisa terkerek naik,” paparnya. Tumpang tindihnya kewenangan pengelolaan obyek wisata di Kabupaten Cirebon pun berimbas ke PAD yang kurang maksimal disumbangkan sektor wisata. Untuk tahun 2017 saja, menurut Hartono, Disparbudpora hanya ditarget menyumbang PAD sebesar Rp 240 juta. Padahal ongkos atau biaya yang dikeluarkan untuk mengundang wisatawan melalui berbagai event, jumlahnya jauh di atas angka tersebut. Sementara itu, Kuwu Desa Belawa Kamon Haryanto mengatakan, pemerintah desa tidak bisa serta merta menyerahkan Obyek Wisata Belawa kepada pemerintah kabupaten. Hal tersebut harus berdasarkan persetujuan masyarakat Belawa melalui musyawarah desa. “Sudah pernah saya lakukan musyawarah desa, tapi masyarakat memilih pengelolaan tetap ada di masyarakat, sehingga untuk keperluan pakan kura-kura menggunakan dana desa, besarannya Rp 6 juta per tahun,” ungkapnya. (dri)

Tags :
Kategori :

Terkait